Minggu, 16 Desember 2012

From The Owner


Hello ^^ . I create this blog to study English too and hope it will be better. You know that my English is always bad, that’s why i still learn. So I write everything what’s inside my mind here, maybe once a month. I’m not busy, but sometimes i’m so lazy to take care this blog.
I’m very happy when someone read my blog and the they say my blog is very helping. The first reason why i create this blog is to help others to know the college material and note from lecture.. ^^
Today, one of the trending topic on twitter is #thingsilikeaboutmyself . hm.. what if i write about that? Things I like about myself. ^^ Actually i don't really know my self. I mean i don't know what is the good thing inside me. I’m not smart,  i don't have any talent like sing, play a music, sport, or something like that. I’m just ordinary girl who spent most my time for browsing, listening music, watching drama, sleep... Everyday i’m doing that, but now i realize that i don't feel bored. Maybe that’s a good thing in me that i like, i never get bored doing the monotone activity.
Mm.. i have many tasks from my college. I confuse to do it, actually i don't really understand, so i can’t do it. Uh, somebody please help me. I don't understand about public diplomacy, is that the same with cultural diplomacy? From one source, i read that public diplomacy is different with cultural  diplomacy, but from another source it’s same. Huh. Who’s rite?
...Well, i think i miss someone over there ^^... (eh, forget it! :p) hehehe...

Nb: today i watch Japanese movie on TV. That’s a good movie, really make a high tension and sad for a same time. But i don't know the title >.< (Why  I always don’t know the title of a Japanese movie??? T-T) I think i will be a Japanese movie lover from now. Ha ha. *turn on the TV* 0-0


Rabu, 12 Desember 2012


KEMITRASEJAJARAN WANITA-PRIA
by: Muthi Fatihah 

Sebenarnya kedudukan antara wanita dan pria adalah sejajar, namun dari kondisi sosial dan kenyataan yang kita lihat sehari-hari, kesejajaran antara wanita dan pria tidak selalu dapat terwujud. Secara kultural, posisi wanita telah dianggap lebih rendah daripada pria, hal tersebut telah berlaku sekian lama dan merupakan suatu pandangan yang sulit dihapus dari pemikiran masyarakat. Inilah yang disebut sebagai gender stratification, atau penempatan wanita secara tidak sejajar dengan pria.
            Menurut sosiologi, pengertian gender adalah perbedaan antara wanita dan pria secara psikologis dan kultural yang telah dikonstruksikan secara sosial oleh masyarakat. Perbedaan itu tampak pada pola perilaku antara pria dan wanita, juga pada status dan peran yang melekat pada pria dan wanita.
            Hal inilah yang kemudian memunculkan suatu sistem stratifikasi antara wanita dengan pria. Pandangan ini telah tersosialisasikan secara turun temurun sehingga telah melembaga dalam masyarakat dan sulit untuk diubah. Perwujudan gender stratification ini kemudian memunculkan kesenjangan dalam bidang ekonomi dan politik diantara wanita dengan pria.
            Dalam kaitannya tentang peran wanita-pria dalam kegiatan ekonomi, terdapat tiga ketegori periode perkembangan yang dikenal, yaitu:
  1. The family based economy
            The family based economy merupakan periode perkembangan pertama yang masih menjadikan rumah tangga sebagai basis kegiatan ekonomi, itu artinya kegiatan produksi masih dilakukan di rumah. Sehingga semua anggota keluarga, termasuk anak-anak dianggap sebagai tenaga kerja dalam proses produksi, dan wanita sebagai ibu rumah tangga mempunyai peran penting sebagai pengambil keputusan dalam urusan rumah tangga.
            Sebenarnya pada periode ini wanita tidak hanya menjadi ibu rumah tangga, namun ada juga yang bekerja dalam bidang pertanian, ataupun kegiatan perdagangan sederhana seperti menjaga toko, menjadi pengrajin, membukan warung makan. Walau seperti itu wanita tetap memiliki ketergantungan pada pria, karena kelangsungan kegiatan ekonomi wanita masih ditentukan oleh kelangsungan kegiatan ekonomi pria, begitupun sebaliknya, sehingga dalam hal ini kedudukan wanita-pria masih belum sejajar. 

  1. The family wage economy
            Periode kedua adalah the family wage economy yang ditandai dengan adanya pergerseran dari kegiatan pertanian ke perdagangan dan adanya pengaruh kapitalisme juga industrialisasi. Di periode ini kegiatan produksi sudah tidak lagi pada rumah tangga tapi juga di luar rumah, seperti menjadi buruh pabrik.
            Pergeseran ini menimbulkan sesuatu yang disebut the development of dual rules (peran ganda) bagi seorang wanita. Di satu sisi seorang wanita tidak hanya menjadi ibu rumah tangga tapi juga bekerja dan memperoleh upah, sehingga ada anggapan bahwa pekerjaan di luar rumah lebih dihargai karena dapat menghasilkan uang, sedangkan menjadi ibu rumah tangga seakan kurang dihargai karena tidak menghasilkan uang, dan ini juga menyebabkan wanita tidak sejajar dengan pria. Ibu rumah tangga hanya dianggap penganggur dan apabila bekerja, penghasilannya hanya dianggap sebagai tambahan saja.
  1. The family consumer economy
            Pada periode ketiga ini terdapat kehadiran negara atau campur tangan pemerintah dalam sistem upah dan tenaga kerja. Adanya perkembangan teknologi dan produktivitas membuat rumah tangga hanya melakukan konsumsi dan reporduksi. Institusi publik telah banyak menggantikan aktivitas yang sebelumnya dikerjakan di rumah sehingga wanita hanya dianggap sebagai consumer atau penerima saja.
            Perubahan ekonomi dan teknologi yang ditandai dengan adanya pergeseran dari ekonomi domestik ke arah consumer economy ternyata mengakibatkan perubahan citra kedudukan wanita (womanhood). Di masyarakat terdapat anggapan bahwa idealnya seorang wanita adalah tinggal di rumah dan melakukan berbagai aktivitas rumah tangga, namun kenyataanya, sebagian wanita harus berperan ganda karena menjadi ibu rumah tangga sekaligus bekerja di luar rumah. 
            Dapat disimpulkan bahwa bekerja bukan hanya kegiatan mengeluarkan tenaga dan waktu untuk tugas tertentu, tapi juga merupakan kegiatan ekonomi yang memiliki nilai-nilai tertentu dan telah menjadi suatu keyakinan dalam masyarakat, dan salah satunya mengacu tentang hubungan antara wanita dan pria dalam kehidupan sosial. Kemudian dengan adanya perkembangan teknologi dan industrialisasi kemudian mulai terjadi pergeseran nilai yang diyakini masyarakat walaupun tidak terlalu drastis namun memiliki arti yang signifikan.
            Berikutnya adalah hubungan wanita-pria dengan kegiatan politik. Kecenderungan gender stratification sebenarnya juga tampak pada kegiatan politik. Di Indonesia sudah banyak bermunculan tokoh-tokoh politik dari kalangan wanita, dan wanita telah banyak menempati posisi atau jabatan tertentu dalam perpolitikan, seperti menjadi anggota legislatif, pejabat daerah seperti Bupati, Walikota, Gubernur, bahkan Presiden RI pernah dijabat oleh seorang wanita. UU yang berlaku di Indonesia pun telah memberikan kuota 30% bagi keterwakilan wanita di parlemen walaupun belum terpenuhi seutuhnya.  
            Walau demikian dunia perpolitikan memang masih didominasi oleh pria daripada wanita. Kebanyakan wanita masih berada di pinggiran atau periphery zone sehingga kurang kuat pengaruhnya dalam pengambilan keputusan. Wanita masih berada di lapisan sub elite dalam struktur kekuasaan, sedangkan the ruling class atau kelas yang berkuasa masih didominasi pria.
            Faktor-faktor yang menyebabkan lemahnya wanita dalam kegiatan politik adalah faktor psikologis, karakteristik personal, dan juga faktor organisasional, terutama karena nilai-nilai yang dianut masyarakat yang sering menempatkan wanita di posisi yang tidak sejajar dengan pria. Nilai tersebut diwujudkan dalam budaya patriarki yang menempatkan pria pada posisi penting. Wujud adanya sistem ini misalnya adanya anggapan bahwa wanita berada di bawah perwalian pria, seperti istri di bawah perwalian suami, atau anak perempuan di bawah perwalian ayahnya. Adanya budaya ini membuat wanita mempunyai akses yang kecil dalam melakukan aktivitas publik.
            Mengubah budaya patriarki yang telah melembaga di masyarakat memang tidak mudah, karena hal tersebut telah diyakini sejak lama dan terus disosialisasikan dari generasi ke generasi.  
            Dalam hal politik, banyak pihak yang merasa bahwa proses rekruitmen politik yang dilakukan oleh para elite masih diwarnai nepotisme, sehingga dengan modal kemampuan saja dirasa kurang cukup untuk dapat mempunyai posisi politik tanpa adanya koneksi dengan penguasa. Sebagian orang kemudian tidak terlalu mempersoalkan minimnya keterwakilan wanita dalam dunia politik karena bagi kaum pria sendiri untuk mengakses dunia politik juga tidak mudah. Bahkan munculnya politikus wanita juga dirasa tidak banyak terlalu membawa perubahan bagi masyarakat, bahkan bagi kaum wanita.  Karena itu yang terpenting kemudian bukan mempermasalahkan jumlah wanita atau pria yang mendominasi dunia politik, tapi bagaimana memunculkan orang-orang berkualitas yang dapat mewujudkan kesejahtaraan rakyat.
            Dengan demikian, yang harus diubah bukanlah memperbanyak jumlah keterwakilan politik wanita, tapi memperbaiki sistem politik yang ada agar para elite yang memimpin dan mengambil keputusan untuk negara ini adalah orang-orang yang mementingkan kepentingan rakyat daripada kepentingan pribadinya atau kelompok saja. 

Jumat, 07 Desember 2012


MODEL UN CONFERENCE POSITION PAPER
ISRAEL ON GAZA CONFLICT

Country          : State of Israel
Topic Area     : Gaza Conflict
Committee      : Member
Delegate          : Rizal T, Muthi F, Diapermata S, Siti Rozalia, Silvia Y

As we know, many countries in this world blame us because of our military action to Palestine. In addition, many of the anti-Israel movement continue to protest the actions of our country. We are fully aware of the risks, but the attack that we do is not without reason. The other countries do not pay attention to the real causes why we choose to attack Palestine. We do that because we need a self defense from Hamas who launches the missile to us first. So, we think this conflict is not completely our mistake.  

Causes
Military action that we take was as a form of self defense of attack from Hamas. Hamas has successful launched a rocket that targeting Israeli civilian residence. It is our duty to protect the security of our country, so we had to take action that we need as a counter attack of what they have done to our country.

Policies
We created a policy to all of our citizens that any kind of news, picture, videos, or articles which contain of Hamas attack to Israel territorial is forbidden to be shared through internet. This policy is purposed to protect our citizen from violent behavior of Hamas.

Solution
We willing to use diplomatic way to resolve this Gaza conflict. For that, we propose a conditional cease fire with Hamas to restrain the war. The conditions that we propose is as follows:
1.            Cease fire in the long term to 15 years
2.            Stop the smuggling of weapons on Gaza
3.            Stop the shooting from all factions of Palestine to Israeli soldiers through Israeli border area and Gaza
4.            Israel have a right to arrest Palestine’s activist who opened to fire on Israeli soldiers
5.         Political institution in Egypt for commisionning the cease fire is not security agencies like intelligent service

Nb: this paper only use for Short Diplomatic Course. We don't have any interest to support Israel in real life. Thank you. 

Kamis, 29 November 2012


ASEAN REGIONAL FORUM POSITION PAPER
INDONESIA ON SOUTH CHINA SEA CONFLICT

Country            : Republic of Indonesia
Topic Area       : South China Sea Conflict
Committee        : Ministry of Foreign Affairs
Delegate           : Rizal T, Muthi F, Siti Rozalia, Diapermata S, Silvia Y

South China Sea conflict involve some members of ASEAN so that this conflicts needs a peace making resolve. For the first time in history, ASEAN failed to reach agreement because of the South China Sea dispute at the Annual Meeting of Foreign Ministers (AMM) to 45 in Cambodia. Although Indonesia is not acclaimed to the island, as a founding member of ASEAN Indonesia also has an awareness to participate to maintaining the integrity of the organization and maintain solidarity among ASEAN member countries. However making agreement between countries is necessary to resolve South China Sea Conflict.

Causes
The claim of the ownership of Spratly islands and Paracel islands given by China providing some tension in South China Sea region. South China Sea is a semi-enclosed seas, which means a sea that directly bordered by 2 states or more, and south china sea is not only bordered with Philippines and china, but also with some other state members of ASEAN such Vietnam, Brunei and Malaysia who argue that some part of South China Sea is belong to their territory. They are claiming the ownership of these islands because the islands have great potential of natural resources, the Spratly area holds significant reserves of oiland natural gas, it is a productive area for world fishing and commercial shipping, and coastal countries would get an extended continental shelf.  The one who determined to claim the island is China. The reasons China claims the ownership of those islands was because historical sovereignty that based on the ancient map made on 2 BC by the Chinese navy, the Nansha island or now called Spratly islands was belong to China. Because of the claim made by China, some states like Philippines, Vietnam, Brunei, and Malaysia refuse about what China’s done. This phenomenon affected the stability of regional area in South East Asia that always been well-kept, because some members of ASEAN were involved in the disputes against each other and China. Not only security in regional, but also on economic sector that this dispute will make disadvantageous consequence if there are no actions to settle down all of the tension.

Policies
Indonesia as the state member of ASEAN who really concern about the realization of peace-building not only in South East Asia region but also in all over the world, want to contributing actively on settlement this territorial dispute. Similarly with the objective of ASEAN as the regional organization on South East Asia region that all the member agreed to contribute in peace-making and peace building. If there will be some disputes in the future, then all the problem will be settling through negotiation or discussion and without using the military power. When one state or more who involved in the disputes uses their military power, not only states who involved directly in the disputes would get the effect caused of it, but also all the states who located close to them will get the consequences too. Moreover, as a state member of ASEAN which has been agreed to prevent any kind of military action in South East Asia region, Indonesia give suggestion to each ministry of foreign affairs of ASEAN’s member for prevention and settlement of the South China Sea dispute by using a solution as peace as possible. Indonesia takes the initiative by point itself as facilitator who participates in any kind of discussion or negotiation to prevent the escalation in South China Sea conflict.


Solution
1.      Obedient UNCLOS article 123
As the international law of the sea that had been ratified by many states, we should obedient with the content of UNCLOS especially article 123 which appropriate with the geographical of South China Sea. The content is “States bordering on enclosed or semi-enclosed seas are expected to co-operate with each other in exercising their rights and performing their duties under the Convention, and where appropriate, to invite other interested states or international organizations to co-operate in furthering the aims of the Convention.”
2.      Code of Conduct
In order to fulfill the function as facilitator of South China Sea conflict, Indonesia proposes draft of Code of Conduct to each Ministry of foreign Affairs of ASEAN’s state members.
3.      Rules of the Law and Rules of the Sea
Indonesia recommended some solutions of this dispute, by proposing the ideas about Rules of the Law and Rules of the Sea. These ideas are containing about how to relieve conflict that might emerge and what is going to be done to make the emerging conflict not getting worse.

Jumat, 16 November 2012

UNTITLED 1


Jember, East Java, Indonesia
15 November 2012

Today is the first day for the long weekend. It’s so rarely that we have a long weekend except for Idul Fitri or the end of the semester. Yeah, this week we celebrate Islamic New Year.
            Because of it, me and my mom went the mall on my city. The mall is big enough, but you know... that’s not a place for luxury thing. Most of them is so cheap, and the quality is low. But we still go.
            I was shocked about what i saw there. Not because that bad quality and many fake brand, but it was... hm. L It was hard to tell, i’m just wonder why a mother can bit her son like that. Yeah, that was what i saw on that mall. A mother, with her kid, and she was beat him on the face! She was angry about something, and made a high voice. That poor kid just keep silent. Everybody on that place just doing something busy and try not to see that accident. I was shocked. I can’t do something. But i thinking of it in an hour.
            Because we didn’t find what we need on that mall, so we went to another shop. There i saw something, not make me shock, just make me think and wondering why that’s happen in our life. I saw a boy. He came to that shop (the only big book store on my city, the price there is high but the quality is the good one) with his father and.. his nanny. His father and the nanny do everything he wanted there. When i want to go home i see that boy cried because of something, and his father and also the nanny (the most busy because of it) try to make he stop cried, with the soft way, absolutely.
            One boy with a mother who doing violence, and another boy have father and nanny who served him well, and always do what he want. Everybody has their own destiny, good or bad. Happy or sad. Poor or rich. Sometimes it so scary, but yeah, that’s life.
              However i don't agree with someone do a violence like that. I feel like i want bit somebody who doing that. But when i think of it i know that’s not a good way. I must do something different to help many child who under that situation. I think i want to make the bad parents in jail, hahaha. Well, that’s just an idea. In fact, to make a real change is so hard.
            How can i change this bad world? How can i destroy many bad humans alive? How to change the bad system? How? Or it’s just a destiny and then we can’t do to change it?
            Destiny. Is that really exist? 

Kamis, 15 November 2012

Catatan OI


1.      Pengertian
OI adalah lembaga kerjasama antar aktor hubungan internasional secara resmi yang lingkupnya lintas batas negara

2.      Sejarah
-          Sejak zaman Yunani kuno, negara kota saling bertempur dan dibentuk organisasi untuk mencegah konflik
-          Saat PD i dibentuk LBB, namun karena gagal dibentuk PBB setelah PD II
-          Oi berkembang menjadi aliansi dalam bidang keamanan (ex: NATO)
-          Setelah PD II muncul organisasi lain dalam bidang ekonomi (ex: IMF, world bank, GATT (forum), WTO)
-          Dulu state sentris, sekarang aktornya meluas

3.      Analisa
-          Institutional approach       : secara internal, proses pengambilan keputusan dalam organisasi
-          Regime approach             : secara eksternal, output, behavioural effect

4.      Pembentukan OI
-          Rasionalism
·         Kalkulasi cost and benefit
·         The shadow of future
·         The number of actor
-          Kognitivis
-          Konstruktivis
·         Identitas
·         Norma
·         Speech act

5.      Compliance (kepatuhan)
-          Enforcement
-          Management
·         Verifikasi
·         Transparansi
·         Dispute settlement mechanism
-          Post bargaining

6.      Efektivitas OI
Faktor :
-          Problem malignancy         : kerumitan masalah
-          Problem solving capacity  : kemampuan menghadapi masalah
-          Level collaborating           : kejelasan aturan

Cara mengukur efektivitas :
-          Efektif absolut : benar-benar tercapai
-          Efektif relatif : kurang berhasil

Rabu, 14 November 2012

KAPABILITAS SISTEM POLITIK sDALAM MENGATASI KASUS ILLEGAL FISHING DI PERAIRAN INDONESIA


oleh : Muthi Fatihah (110910101005)

BAB 1. PENDAHULUAN

1.      Latar Belakang
Indonesia merupakan negara maritim yang mempunyai lautan yang sangat luas, yaitu kurang lebih seluas 5,6 juta km2 dan garis pantai sepanjang 81.000 km.[1] Dengan laut seluas itu maka potensi sumber daya alam yang berasal dari laut, terutama perikanan cukup besar, baik dari segi jumlahnya, maupun dari keragaman jenis ikan yang dapat dimanfaatkan.  
            Namun keberadaan sumber daya perikanan yang melimpah ini justru mengundang para nelayan asing untuk masuk ke Indonesia dan melakukan penangkapan ikan secara ilegal (illegal fishing) utamanya di perairan perbatasan Indonesia. Sebenarnya illegal fishing ini sudah lama terjadi dan terus merugikan nelayan Indonesia.
            Sepanjang tahun 2012 kapal patroli Kementrian Kelautan dan Perikanan menangkap 30 kapal asing yang menjarah ikan di Indonesia, utamanya di kawasan Laut China Selatan, Natuna, dan Kalimantan Barat. Berdasarkan data Direktorat Jenderal Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan (PSDKP) Kementrian Kelautan dan Perikanan (KKP), tingkat pencurian ikan oleh nelayan asing di sekitar Laut China Selatan masih tinggi. Selain melanggar batas wilayah laut, nelayan tersebut juga melakukan metode penangkapan yang ilegal menurut peraturan KKP, yaitu dengan menyelam dan menangkap ikan di karang, dan cara ini dapat merusak terumbu karang.[2]
            Perbuatan nelayan asing ini tentu melanggar hukum laut internasional dan tentu saja merugikan Indonesia sebagai pemilik sumber daya alam. Tanpa disadari, praktek illegal fishing telah merusak sumber daya alam kita, karena selain kekayaan laut dikuras, juga berdampak terhadap kerusakan lingkungan kelautan kita. Masalah inilah yang menurut penulis menjadi menarik untuk dianalisa lebih lanjut.


2.      Rumusan Masalah
Dari permasalahan yang telah dijelaskan pada latar belakang, maka didapat rumusan masalah sebagai berikut:
1.      apa kaitan kasus illegal fishing terhadap sistem politik Indonesia?
2.      bagaimana kapabilitas sistem politik Indonesia dalam menyelesaikan kasus illegal fishing tersebut?

3.      Kerangka Teori
Kerangka teori merupakan suatu kumpulan konsep ataupun dasar teori yang digunakan dalam rangka menjawab rumusan masalah atau pun menganalisa fenomena yang terjadi. Untuk menganalisa kasus illegal fishing ini terhadap sistem politik Indonesia dan bagaimana kapabilitas pemerintah RI untuk menangani kasus itu, hal pertama yang perlu diketahui adalah pengertian dari sistem politik itu sendiri.
            Sistem politik awalnya hanya untuk membandingkan sistem  politik suatu negara dengan negara lainnya, namun sekarang sistem  politik digunakan untuk menganalisa suatu proses politik dalam negara. Sistem sendiri diadopsi dari ilmu biologi, yaitu seperti organisme, yang di dalamnya terdapat organ, sel, jaringan, yang masing-masing mempunyai fungsi tersendiri dan saling bekerja sama dalam suatu kesatuan. Politik merupakan berbagai kegiatan untuk mencapai tujuan negara, yaitu kesejahteraan, yaitu dengan membuat kebijakan atau seperangkat aturan. Pembuat kebijakan itu sendiri memerlukan kekuasaan dan otoritas, yaitu kemampuan untuk mempengaruhi pihak lain secara sukarela.
            Menurut Huntington, sistem  politik terdiri dari beberapa komponen, yaitu:
a.       Kultur, yaitu nilai, sikap, orientasi, mitos, kepercayaaan, yang relevan terhadap politik yang berpengaruh dalam masyarakat
b.      Struktur, yaitu organisasi formal dalam masyarakat di mana digunakan untuk menjalankan keputusan-keputusan yang berwenang, misalnya DPR.
c.       Kelompok, yaitu bentuk sosial ekonomi baik formal maupun informal yang berpartisipasi dalam politik serta mengajukan input pada struktur
d.      Kepemimpinan, yaitu individu dalam lembaga atau kelompok politik yang menjalankan pengaruh lebih dalam menentukan alokasi nilai
e.       Kebijakan, yaitu pola kegiatan pemerintah yang secara sadar terbentuk untuk mempengaruhi distribusi dalam masyarakat.
            Adapun ciri dari sistem politik itu sendiri adalah :
a.       identifikasi, artinya bisa dibedakan dengan sistem lainnya. Untuk mengidentifikasinya perlu dilihat tindakan politik yang mempengaruhi pembuatan keputusan
b.      deferensiasi, artinya ada pembagian kerja antara anggota sistem  politik
c.       integrasi, artinya ada upaya dari sistem  politik untuk mengatur kekuatan dalam sistem  politik.
            Hal-hal yang dapat mempengaruhi sistem politik adalah input dan output dalam pembuatan kebijakan. Input merupakan tuntutan dan dukungan, sedangkan output merupakan hasil atau kebijakan yang dihasilkan setelah adanya proses dalam sistem  politik.
            Selain hal tadi, terdapat lingkungan lain di luar sistem  politik, yaitu:
a.       sistem  ekologi, yaitu semua kondisi fisik atau non humanis yang meliputi sistem . Contohnya adalah letak geografis, luas wilayah, kekayaan alam, flora fauna, dll.
b.      sistem  kepribadian, yaitu karakter suatu bangsa, sehingga perlu penyesuaian antara karakter dengan kebijakan
c.       sistem  sosial, yaitu suatu sistem  yang terdiri dari:
·               sistem  kebudayaan, yaitu kebudayaan politik dalam suatu negara
·               sistem  ekonomi, yaitu pengelolaan ekonomi untuk kesejahteraan
·               sistem  demografi, yaitu keadaan penduduk di dalam suatu negara
Kemampuan sistem  politik terdapat beberapa macam, yaitu:
a.       kapabilitas ekstraktif, yaitu kemampuan sistem  politik dalam mengelola sumber-sumber yang ada baik SDA maupun SDM dari lingkungan domestik maupun internasional.
b.      kapabilitas regulatif, yaitu kemampuan sistem  politik dalam mengendalikan dan mengatur masyarakat dengan menerapkan peraturan
c.       kapabilitas distributif, yaitu kemampuan sistem  politik dalam mengalokasikan sumber-sumber yang ada
d.      kapabilitas simbolis, yaitu kemampuan sistem  politik dalam mengefektifkan simbol negara pada masyarakat
e.       kapabilitas responsif, yaitu kemampuan sistem  politik dalam menanggapi tuntutan
f.       kapabilitas domestik dan internasional, yaitu kemampuan sistem  politik dalam negeri dalam mempengaruhi sistem  politik internasional
      Untuk menganalisa apakah kaitan antara kasus illegal fishing dengan sistem  politik dan begitupun sebaliknya, penulis menggunakan konsep sistem ekologi. Jadi hal yang dianalisa di sini adalah pengaruh antara kasus illegal fishing dengan sistem  politik Indonesia, begitu juga sebaliknya sistem  politik Indonesia apakah dapat mempengaruhi sistem  ekologi tersebut.  
      Sedangkan untuk menganalisa kapabilitas sistem politik, penulis menggunakan konsep kapabilitas ekstraktif dan kapabilitas regulatif. Konsep kapabilitas ektraktif digunakan untuk melihat kemampuan sistem  politik Indonesia dalam mengelola sumber daya perikanan, sedangkan kapabilitas regulatif digunakan untuk menganalisa aturan-aturan apa saja yang dibuat pemerintah dalam rangka menindak illegal fishing tersebut.



BAB 2. PEMBAHASAN

Indonesia sebagai sebuah negara maritim dengan potensi kelautan yang sangat besar dan letaknya yang sangat strategis, yaitu di antara dua benua (Asia dan Australia) dan di antara dua samudera (samudera Hindia dan Samudera Pasifik) membuat kapal-kapal asing  banyak memasuki kawasan perairan Indonesia.
            Potensi sumber daya perikanan laut yang dimiliki Indonesia  ini merupakan bagian dari sistem ekologi, yaitu semua kondisi fisik non humanis yang dimiliki negara. Sistem ekologi ini juga sangat berpengaruh terhadap sistem  politik yang ada di Indonesia, utamanya dalam kasus ini adalah kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah dalam mengelola sumber daya perikanan laut.
            Adanya illegal fishing ini sebenarnya sudah lama terjadi dan rupanya benar-benar telah memukul masyarakat yang selama ini menggantungkan hidupnya pada perekonomian di laut. Mantan Menteri Kelautan dan Perikanan Indonesia Fadel Muhammad  menyatakan bahwa IUU Fishing (Illegal, Unregulated and Unreported Fishing) ini adalah tindakan kriminal lintas negara yang terorganisir dan secara jelas telah menyebabkan kerusakan serius bagi Indonesia dan negara-negara di kawasan Asia Pasifik lainnya. Karena, selain merugikan ekonomi, sosial, dan ekologi, praktik ini merupakan tindakan yang melemahkan kedaulatan wilayah suatu bangsa.[3]
            Pemerintah, dalam hal ini Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) sendiri terus berusaha keras dalam memerangi IUU Fishing itu. Pada bulan Oktober 2010 lalu Indonesia bersama 21 negara yang tergabung dalam Asia-Pasific Economic Development (APEC) telah bersepakat untuk lebih gencar dalam memerangi dan mengatasi illegal fishing. Kesepakatan itu tercantum dalam Deklarasi Paracas yang merupakan hasil dari Pertemuan Menteri Kelautan APEC  di Paracas, Peru, 11-12 Oktober 2010.[4]
            Untuk meminimalkan illegal fishing pemerintah membuat Undang-Undang yang mengatur tentang perikanan. Selama ini pemerintah telah mengandalkan Undang-Undang Nomor 31 tahun 2004 tentang Perikanan.  Selain adanya UU, patroli atau penjagaan kawasan perbatasan juga ditingkatkan, utamanya pada pengamanan di sekitar Laut China Selatan. Saat ini ada empat kapal yang berpatroli rutin di kawasan yang berbatasan dengan Malaysia, Thailand, dan Vietnam itu dengan 120 hari operasi tiap kapal.[5] Tidak jarang dalam patroli yang dilakukan KKP menangkap kapal-kapal nelayan asing dan memberikan sanksi tegas terhadap nelayan-nelayan asing itu.
            Dari peraturan-peraturan tentang perikanan tadi, dapat dilihat bahwa kapabilitas regulatif yang dimiliki oleh pemerintah saat ini ternyata dinilai kurang memperhatikan nasib nelayan dan kepentingan nasional terhadap pengelolaan sumber daya laut. Sebab, pada Undang-Undang Perikanan Nomor 31 Tahun 2004 ternyata memberi celah yang memungkinkan nelayan asing mempunyai kesempatan luas untuk mengeksploitasi sumber daya perikanan Indonesia. Khususnya di Zone Ekonomi Eksklusif (ZEE). Seperti yang tercantum pada pasal 29 ayat (1), misalnya, dinyatakan bahwa usaha perikanan di wilayah pengelolaan perikanan, hanya boleh dilakukan oleh warga negara Indonesia atau badan hukum Indonesia. Namun, pada ayat (2), kecuali terdapat ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan kepada orang atau badan hukum asing yang melakukan penangkapan ikan di ZEE, sepanjang hal tersebut menyangkut kewajiban negara Indonesia berdasarkan persetujuan internasional atau ketentuan hukum intenasional.[6]
            Praktek illegal fishing ini justru dimanfaatkan oleh para pejabat terkait untuk meraih keuntungan. Pada kenyataannya, selama ini pemerintah hanya menindak kapal berukuran kecil milik nelayan asing, sedangkan kapal-kapal diatas 100 Gross Tonage (GT) yang tidak hanya melakukan praktek illegal fishing tapi juga melakukan praktek illegal license (penyalahgunaan izin). Izin tersebut didapati dengan cara-cara yang tidak sesuai mekanisme atau tidak sesuai aturan yang berlaku.  Praktek illegal license saat ini marak terjadi dan hanya menguntungkan segelintir orang. Pemerintah seringkali membesar-besarkan jika ada penangkapan pelaku illegal fishing yang pada kenyataannya merupakan kapal-kapal milik nelayan asing kecil yang melakukan pelanggaran di perbatasan laut. Tetapi tanpa disadari, oknum-oknum tertentu di Kementerian Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia sebenarnya melakukan praktek illegal license yang menyebabkan negara dirugikan triliunan rupiah. Bukan hanya itu, permasalahan yang ditemukan saat ini adalah ada indikasi pengusaha yang suka mencuri ikan di perairan Indonesia dibekingi oleh oknum aparat penegak hukum, dan hal inilah yang menjadi salah satu kendala utama pemerintah memberantas illegal fishing dan illegal license. [7]
            Dengan kurangnya kapabilitas regulatif pemerintah tersebut terhadap menindak para pelaku illegal fishing, dapat diketahui  pula bahwa kapabilitas ektraktif pemerintah dalam mengelola sumber daya perikanan laut juga lemah. UU tentang perikanan yang ada ternyata memberi celah bagi pihak asing yang melaut di Indonesia, sedangkan kondisi nelayan-nelayan di Indonesia yang kebanyakan masih tradisional pasti dirugikan, utamanya dalam hal permodalan, sedangkan perhatian pemerintah kepada nelayan masih sangat minim. Akibatnya pemanfaatan sumber daya perikanan laut di Indonesia tidak begitu maju, sebaliknya nelayan-nelayan dari perusahaan asing yang secara modal dan teknologi sangat memadai mendapat keuntungan dari laut Indonesia yang kaya ini.
 






BAB 3. KESIMPULAN

Praktek illegal fishing yang dilakukan oleh nelayan asing di perairan Indonesia sangatlah merugikan negara kita sebagai pemilik sumber daya alam kelautan dan perikanan. Masalah ini kemudian menjadi input bagi sistem  politik, yaitu pemerintah, untuk membuat kebijakan dan menindak tegas para pelaku. Kebijakan berupa aturan perundangan-undangan dan tindakan tegas pemerintah dalam menjatuhkan sanksi bagi nelayan asing ini merupakan output, atau hasil dari sistem  politik.
            Namun apabila dilihat dari kapabilitasnya, secara regulatif, penegakan hukum yang dilakukan oleh pemerintah ini dinilai masih lemah. UU tentang perikanan ternyata memberi kesempatan bagi pihak asing untuk masuk ke perairan Indonesia dan melakukan aktivitasnya walaupun izin. Pemberian izin ini kemudian digunakan oleh oknum-oknum tertentu untuk mengambil keuntungan dengan memberi izin tanpa prosedur yang legal dan ini merugikan negara. Selama ini pemerintah hanya menindak nelayan asing kecil, tapi tidak dengan kapal-kapal besar yang melakukan pelanggaran yang sama.
            Tidak kurang kapabilitas regulatif ternyata berpengaruh terhadap kapabilitas ekstraktif Indonesia. Kemampuan nelayan Indonesia yang terkendala oleh permodalan dan kurangnya teknologi membuat nelayan Indonesia kalah saing dengan nelayan asing. Hal ini sebenarnya juga akibat dari kurangnya perhatian pemerintah dalam mengatasi masalah permodalan nelayan sehingga kapabilitas ekstraktif kelautan Indonesia lemah, sementara nelayan asing dengan modal dan teknologi yang mendukung dapat mengambil keuntungan dari laut Indonesia.  



DAFTAR PUSTAKA

Buku
Kantaprawira, Rusadi. 1999. Sistem  Politik Indonesia, Suatu Model Pengantar. Bandung: Sinar Baru Algensindo

Koran
Kompas, 8 Oktober 2012. 30 Kapal Penjarah Ikan Ditangkap, Nelayan Asing Kian Nekat Memasuki Indonesia. Hal 15

Internet
Badan Riset Kelautan Dan Perikanan, Departemen Kelautan Dan Perikanan. Profil Kelautan Indonesia. (www.dkpri.go.id), diakses 12 Oktober 2012
Indonesia Maritime Institute. Illegal Fishing, Teroris Bagi Nelayan. (www.indomaritimeinstitute.org), diakses 12 Oktober 2012

Indonesia Maritime Institute. Mafia Perikanan :Illegal License Maling        Ikan Trilyunan Rupiah. (www.indomaritimeinstitute.org), diakses 12 Oktober 2012


[1] menurut data dari Badan Riset Kelautan Dan Perikanan Departemen Kelautan Dan Perikanan. (www.dkpri.com)
[2] Kompas, 8 oktober 2012. 30 Kapal Penjarah Ikan Ditangkap, Nelayan Asing Kian Nekat Memasuki Indonesia. hal 15
[3] Illegal Fishing, Teroris Bagi Nelayan. (www.indomaritimeinstitute.org)
[4] Ibid,.
[5] Kompas, 8 oktober 2012. 30 Kapal Penjarah Ikan Ditangkap, Nelayan Asing Kian Nekat Memasuki Indonesia. hal 15
[6] Illegal Fishing, Teroris Bagi Nelayan. (www.indomaritimeinstitute.org)

[7] menurut Indo Maritim Institut dalam artikel Mafia Perikanan :Illegal License Maling Ikan Trilyunan Rupiah. 2012. (www.indomaritimeinstitute.org)