Sabtu, 21 Mei 2016

Happy Jobles (part 2)

HAPPY JOBLESS

By: Mumutaro

Sebagai kelanjutan dari tulisanku sebelumnya, tentang susahnya mencari pekerjaan yang sesuai kemampuan ataupun sesuai passion,.. kali ini aku akan menulis tentang kehidupan seorang jobless. Sebagai informasi, sejak menerbitkan tulisanku tentang job seeker di blog ini, sampai sekarang aku juga belum dapat pekerjaan. Sesuai dengan kondisi itu, maka jobless dapat didefinisikan sebagai seseorang dalam usia produktif yang sedang mencari pekerjaan, tapi belum mendapatkan.
               Aku nggak akan membahas topik itu pakai data-data statistik atau segala macam teori. Awalnya aku juga ingin protes dengan keadaan ini, bahwa menjadi job seeker itu nggak mudah (terutama karena aku bukan dari jurusan yang aplikatif dalam kehidupan kerja). Setelah berpikir sejenak, ternyata banyak keuntungan yang aku dapatkan dengan keadaan ini.
               Aku jadi punya waktu luang untuk melakukan berbagai kegiatan yang sebelumnya nggak sempat aku jalani karena sibuk kuliah. Misalnya membaca buku-buku yang menumpuk di lemari. Karena aku sempat menjadi book hunter di berbagai acara diskon buku, novel-novel yang aku beli itu malah terbengkalai. Nah sekarang, dengan adanya waktu luang, aku bisa mulai menghabiskan stok buku-buku itu. Setelah ini aku harap aku nggak cuma bisa baca novel aja, tapi juga membaca buku-buku lain yang nonfiksi, terutama buku filsafat.
               Selain baca buku, aku juga jadi punya waktu untuk memperbaiki skill TOEFL-ku yang pas-pasan. Waktu SMA, skor TOEFL-ku parah banget jeleknya. Saking susahnya, tiap ada pelajaran TOEFL di sekolah rasanya tertekan banget. Untungnya, aku kuliah di jurusan yang membutuhkan skill bahasa Inggris, jadi aku memacu diriku sendiri untuk bisa berbahasa Inggris. Aku baca semua materi kuliah yang berbahasa Inggris, sedapat mungkin nggak bergantung pada google translate. Lalu aku juga menonton film tanpa membaca subtitle. Atau menggunakan subtitle English saat menonton drama Korea (dulu sempat ikut lihat Kpop).
               Teknik pemaksaan bahasa Inggris saat kuliah itu ternyata cukup membantu. Setidaknya untuk berbahasa Inggris dalam kehidupan sehari-hari, aku nggak terlalu mengalami kendala. Tapi TOEFL,... tetap aja butuh waktu khusus untuk belajar. Seenggaknya untuk membaca teori grammar dan latihan soal. Itu nggak mungkin bisa aku lakukan kalau aku sibuk kerja. Nah, dengan adanya waktu luang ini, aku manfaatkan juga untuk melahap semua materi dan soal TOEFL.
               Selain TOEFL, aku juga tertarik untuk mulai belajar bahasa lain, selain Inggris. Dulu sempat iseng belajar bahasa Korea saat liburan semester,.. lalu terbengkalai karena sibuk kuliah. Lumayan sih, jadi bisa baca tulisan hangul, walau sampai sekarang tetap nggak bisa merangkai kata dengan bahasa Korea.
               Sekarang karena nggak terlalu mengikuti Kpop (yang membosankan itu),.. aku mencoba belajar bahasa Perancis deh. Pertama, karena bahasa Perancis nggak terlalu populer di negara ini. Jarang orang yang bisa berbahasa Perancis. Mungkin bahasa Korea atau Jepang lebih populer karena penggemar Asian Pop di sini banyak. Justru itulah peluang buat aku. Aku ingin mempelajari sesuatu yang berbeda dan masih langka.
               Aku baru belajar bahasa Perancis satu atau dua minggu ini. Itu pun baru belajar mengeja, seperti kembali jadi anak-anak. Paling-paling juga baru bisa bilang,”Bonjour,”. Haha. Tapi sejauh ini aku menikmati prosesnya.
               Oh ya. Selain baca buku, belajar untuk tes TOEFL, dan bahasa Perancis, aku juga dalam proyek membukukan karya-karya novelku. Setahun kemarin, karena terlalu stress saat menggarap skripsi, aku melarikan diri dengan membuat cerita-cerita yang ternyata malah memanjang. Lumayan sih, ada empat cerita yang tamat. Sisanya ada sekitar tiga atau empat cerita yang macet (sampai sekarang). Diantara cerita-cerita yang selesai itu, sekarang sedang diedit ulang supaya bisa dicetak jadi buku. Bukan untuk dijual, tapi untuk dokumentasi pribadi. Ternyata selama proses skripsi itu,aku juga menghasilkan sesuatu untuk dikenang. Mungkin sekarang adalah waktu yang tepat untuk lebih serius menggarap novel-novel tadi.
               Selanjutnya apa ya? Mungkin aku akan mnecoba mempelajari keterampilan atau hal baru lainnya. Karena aku jobless, dan suatu saat nanti pasti membutuhkan uang,... aku mulai berpikir untuk berwirausaha. Yah,.. dengan keadaan sekarang aku memang belum punya inspirasi apapun untuk membuat apa. Mungkin seiring berjalannya waktu ini, aku bisa menemukan apa yang benar-benar aku suka.
               Menjadi jobless memang nggak terlalu menyenangkan. Aku juga bosan selalu di rumah, terkadang bingung karena uang menipis, atau ketakutan dengan nasib di masa depan. Tapi setelah direnungkan, ternyata banyak hal yang bisa aku lakukan, mumpung masih belum terikat pada tanggung jawab yang lebih besar lagi. Menjadi bahagia itu penting. Dan lebih penting lagi adalah mensyukuri keadaan yang ada saat ini, dan memanfaatkan waktu luang sebaik mungkin.

               Have a nice day, all. J  

Golongan Darah O itu....

Ini adalah kelanjutan dari artikel sebelumnya, mengenai riset kepribadian golongan darah O. Kali ini akan masuk pada tema yang lebih spesifik. Check this one!

Menurutku Golongan Darah O itu....



 Aku mencoba riset kecil-kecilan terhadap diriku sendiri yang merupakan salah satu anggota manusia golongan darah O. Mungkin ini nggak representatif, atau nggak semua manusia golongan darah O punya sifat yang sama (apalagi si O juga populasi terbanyak di antara golongan darah yang lain). Ya, semoga sedikit gambaran tentang golongan darah O ini bisa memberi sedikit pencerahan buat yang mau mengenal si golongan darah O lebih dekat.

Nb: Bukan riset ilmiah. Hanya riset berdasarkan pengalaman dan perasaan.

Kehidupan Pribadi dan Hubungan Sosial
1.      O terkesan anti sosial. Dia menutup diri dari khalayak umum, misalnya jarang keluar rumah, jarang nongkrong nggak jelas, dan pertemanannya terbatas, bahkan sering dituduh sombong. Padahal sebenarnya O ini fleksibel. Walaupun sifat aslinya tertutup, tapi ada kalanya dia bisa terbuka dan justru mudah bersosialisasi dengan orang lain. Kebanyakan orang justru salah sangka menganggap O sombong. Justru O adalah golongan yang paling down to earth dibandingkan golongan darah lain.
2.      O bisa dibilang punya kepribadian ganda. Dia mudah bersosialisasi, ramah, suka membantu orang lain, suka bercanda, dan selalu terlihat ceria. Tapi ketika sudah jenuh dengan semua itu, O mendadak diam. Itu saatnya O butuh menyendiri, lalu kembali seperti semula. O bagaikan robot yang perlu di-charge kalau baterai happy-nya habis.

3.      O sebenarnya nggak punya jiwa kepemimpinan. Dia lebih senang jadi anggota biasa-biasa saja. Dia malah nggak terobsesi pada jabatan tinggi. Tapi sifat O yang mudah dekat dengan orang lain, suka membantu, dan ramah membuatnya punya pengaruh kuat pada suatu kelompok. Dia bisa menggerakkan kelompok tanpa perlu sok jadi pemimpin atau bossy, makanya orang lain dengan sukarela mau mengikuti apa kata O. Bahkan terkadang, orang lain justru mempercayakan pengambilan keputusan pada O. Sifat O ini membuat dia ‘tanpa sadar’ sudah menjadi pemimpin (secret leader) atau pemimpin level akar rumput (apaan sih?). O berbakat jadi Tomas, alias Tokoh Masyarakat yang bisa dimintai petuah atau nasehat.

Jumat, 22 April 2016

PERDAGANGAN LIMBAH BAHAN BERBAHAYA DAN BERACUN (B3) SEBAGAI ANCAMAN TERHADAP KEAMANAN LINGKUNGAN HIDUP



Studi keamanan tradisional pada awalnya lebih berfokus pada usaha negara dalam memperkuat pertahanan dan keamanannya agar mampu menghadapi serangan militer atau mengimbangi kekuatan negara lain sehingga tercipta suatu perasaan aman dalam negara tersebut. Seiring perkembangan zaman, ancaman keamanan nasional bukan hanya dari adanya serangan militer tapi juga ancaman yang berasal dari dalam negara itu sendiri, sehingga saat ini muncul studi keamanan non tradisional yang membahas ancaman keamanan yang tidak berasal dari serangan militer.
             Jika pada awalnya keamanan tradisional lebih berpusat pada keamanan negara, keamanan non-tradisional saat ini lebih berpusat pada keamanan individu sehingga disebut sebagai human security. Beberapa unsur yang terdapat dalam bahasan human security adalah keamanan dalam bidang ekonomi, pangan, kesehatan, lingkungan hidup, personal atau individu, politik, dan komunitas.
            Salah satu unsur dalam human security yang saat ini telah menjadi isu penting dalam perpolitikan internasional adalah mengenai environment security atau keamanan lingkungan hidup. Kasus yang akan dibahas dalam tulisan ini adalah adanya masalah limbah bahan berbahaya dan beracun (B3) yang banyak dihasilkan oleh negara yang memiliki industri maju, seperti di Eropa, Amerika Serikat, atau Jepang.
            Limbah B3 adalah jenis limbah yang mengandung bahan berbahaya atau beracun dalam sifat dan konsentrasinya sehingga baik langsung maupun tidak langsung dapat merusak atau mencemarkan lingkungan atau membahayakan kesehatan manusia. Limbah yang termasuk dalam B3 antara lain adalah bahan baku yang berbahaya yang tidak digunakan lagi karena rusak, sisa kemasan, tumpahan, sisa proses, dan oli bekas kapal yang memerlukan penanganan dan pengolahan khusus. Bahan-bahan ini termasuk limbah B3 memiliki karakteristik seperti mudah meledak, mudah terbakar, bersifat reaktif, beracun, menyebabkan infeksi, bersifat korosif, dan bila diuji dengan toksikologi dapat digolongkan pada limbah B3.[1]

Rabu, 06 April 2016

Job Seeker Experience (Part1)

Halo. Numpang curcol sedikit. Beberapa hari ini aku sebagai mahasiswa freshgraduate tidak berguna telah berstatus sebagai job seeker. Baru beberapa hari, dan tentu saja belum membuahkan hasil, mengingat ijazah juga belum diberi. Tapi pengalaman beberapa hari mencari kerja tadi sepertinya boleh juga untuk dibagi.
               Mengenai mencari kerja, ada hal menarik yang aku temui. Tadi sore aku melihat sebuah iklan lowongan kerja dari salah satu perusahaan minyak di Indonesia. Perusahaan itu membuka lowongan bagi freshgraduate alias sarjana. Ada salah seorang commenters (yang entah namanya siapa) mengeluhkan kalau lowongan-lowongan pekerjaan itu hanya bagi yang sarjana, sedangkan bagi dia yang punya pengalaman kerja tapi tidak sarjana tidak bisa mendaftar. Tidak hanya satu commenters, tapi ada satu dua orang lainnya yang berkomentar senada.
               Melihat komentar itu rasanya ingin tertawa. Tertawa miris lebih tepatnya. Dia punya pengalaman bekerja tapi tidak sarjana. Sedangkan aku? Aku adalah sarjana, tapi tidak punya pengalaman kerja, jadi sama saja tidak bisa mendaftar ke lowongan tersebut.
               Dalam beberapa hari aku rajin membuka koran dan internet, termasuk berkeliling ke berbagai tempat di mana iklan lowongan kerja ditempel, ada beberapa kesimpulan yang bisa diambil,yaitu:
1.      Rata-rata lowongan pekerjaan yang tersedia adalah sales dan marketing
Sejauh yang aku temukan, 80% lowongan yang terpampang nyata itu sebagian besar adalah perusahaan yang membutuhkan sales yang sepertinya harus keliling ke mana-mana untuk menawarkan barang. Terbanyak kedua adalah marketing atau agen pemasaran (aku nggak tahu apa bedanya dengan marketing). Kedua jenis pekerjaan itu tidak bisa aku ambil karena tidak sesuai dengan latar belakang ilmuku. Selain itu aku juga nggak punya relasi yang luas, jadi intinya kedua jenis pekerjaan tadi harus dicoret dari daftar.
               Lowongan terbanyak ketiga adalah akuntan dan juga admin, yang biasanya terkait dengan keuangan. Jadi kedua jenis tadi berhubungan dengan keuangan, dan jelas harus dicoret pula. Lagipula aku paling nggak bisa menghitung.
               Lowongan berikutnya adalah desain grafis. Banyak sekali perusahaan yang membutuhkan orang yang ahli photoshop. Bahkan admin les kursus bahasa juga mensyaratkan kemampuan phostoshop, entah apa hubungannya.
               Lowongan lain-lain biasanya guru bahasa Inggris untuk anak-anak. Agak ragu-ragu mau mengambil pekerjaan itu karena tidak pernah mengajar.., ada juga satu lembaga kursus yang cukup terkenal yang juga mencari guru bahasa Inggris. Tapi sayangnya mensyaratkan pengalaman hidup di luar negeri. Gagal lagi.
2.      Kebanyakan lowongan mensyaratkan pengalaman kerja, jarang ada lowongan bagi freshgraduate
Ada beberapa jenis pekerjaan yang sebenarnya aku mampu, persyaratan memadai, tapi terganjal karena tidak adanya pengalaman bekerja sebelumnya. Sayang sekali. Sekalipun ada lowongan freshgraduate, biasanya tidak sesuai jurusan kuliah.
3.      Lebih mudah mencari jenis pekerjaan yang tidak mensyaratkan keahlian tertentu
Kebanyakan lowongan yang terpampang di mana-mana adalah pekerjaan kasar, misalnya penjaga toko, pelayan kafe, supir, dll. Yang aku maksud ‘kasar’ di sini adalah jenis pekerjaan yang nggak mensyaratkan pendidikan tinggi. Biasanya mereka menerima orang-orang lulusan SD sampai SMA saja. Yang lulusan S1 tapi menganggur dan tidak punya potensi karena tergolong biasa-biasa, biasanya tetap nggak dipilih karena bos memprioritaskan mereka yang cuma lulusan sekolah. Walhasil, menganggurlah kami para sarjana tidak berguna ini. Perusahaan besar nggak menerima,... yang kecil apalagi.
Selain berbagai kendala di atas, ada hal lain yang aku amati. Secara umum, berbagai lowongan pekerjaan kebanyakan hanya tersedia bagi lulusan ekonomi, akuntansi, psikologi, IT, desain, pajak, komunikasi, sastra, dan administrasi. Mungkin agak jarang lowongan untuk jurusan yang berkaitan dengan ilmu politik seperti aku. Sejauh ini aku nggak pernah menemukan lowongan untuk jurusan Hubungan Internasional. Bahkan Kedubes AS di Indonesia mencari tenaga IT, bukan lulusan HI.
Jadi berpikir, apa sih gunanya ilmuku? Toh, di dunia kerja nggak dibutuhkan. Mana ada perusahaan yang butuh analis politik internasional?
Aku nggak menyalahkan jurusanku dan nggak mau membahas sejarah salah jurusan yang dulu. Mungkin masih banyak jurusan lainnya yang nggak terlalu populer di dunia kerja alias kurang dicari. Pertanyaannya adalah..., berarti banyak jurusan di bangku perguruan tinggi itu yang mubazir? Alias kurang dibutuhkan bagi kehidupan sehari-hari? Maaf-maaf aja, sebenarnya aku juga yakin kalau nggak ada ilmu yang nggak berguna.
Atau pertanyaannya..., sebenarnya saat kuliah kita sedang mencari kerja atau cari ilmu? Ada orang yang mengambil kuliah jurusan akuntansi karena lowongan kerja akuntan sangat banyak, menghasilkan banyak uang pula. Sebaliknya bagaimana jika ada orang yang mengambil jurusan, misalnya sejarah, karena dia sangat menyukai sejarah, memiliki passion, dan semata-mata ingin belajar tentang sejarah? Sedangkan lowongan kerja adanya cari akuntan lagi akuntan lagi.
Dulu waktu SMA, pertanyaan yang muncul dari kami anak newbie ke mahasiswa yang lagi promosi kampusnya adalah,”Kalau kuliah itu nanti jadi apa?”
Aku inget banget, salah satu mahasiswa jurusan filsafat menjawab,”Kalian kuliah cari uang atau cari ilmu?”
Beberapa minggu lalu aku ketemu adik kelas semester dua yang masih polos. Mereka bertanya,”Lulusan Hubungan Internasional itu, nanti jadi apa?”

Well...., aku juga belum tahu bakal jadi apa. Hehehe. Masih berusaha.