Jumat, 22 April 2016

PERDAGANGAN LIMBAH BAHAN BERBAHAYA DAN BERACUN (B3) SEBAGAI ANCAMAN TERHADAP KEAMANAN LINGKUNGAN HIDUP



Studi keamanan tradisional pada awalnya lebih berfokus pada usaha negara dalam memperkuat pertahanan dan keamanannya agar mampu menghadapi serangan militer atau mengimbangi kekuatan negara lain sehingga tercipta suatu perasaan aman dalam negara tersebut. Seiring perkembangan zaman, ancaman keamanan nasional bukan hanya dari adanya serangan militer tapi juga ancaman yang berasal dari dalam negara itu sendiri, sehingga saat ini muncul studi keamanan non tradisional yang membahas ancaman keamanan yang tidak berasal dari serangan militer.
             Jika pada awalnya keamanan tradisional lebih berpusat pada keamanan negara, keamanan non-tradisional saat ini lebih berpusat pada keamanan individu sehingga disebut sebagai human security. Beberapa unsur yang terdapat dalam bahasan human security adalah keamanan dalam bidang ekonomi, pangan, kesehatan, lingkungan hidup, personal atau individu, politik, dan komunitas.
            Salah satu unsur dalam human security yang saat ini telah menjadi isu penting dalam perpolitikan internasional adalah mengenai environment security atau keamanan lingkungan hidup. Kasus yang akan dibahas dalam tulisan ini adalah adanya masalah limbah bahan berbahaya dan beracun (B3) yang banyak dihasilkan oleh negara yang memiliki industri maju, seperti di Eropa, Amerika Serikat, atau Jepang.
            Limbah B3 adalah jenis limbah yang mengandung bahan berbahaya atau beracun dalam sifat dan konsentrasinya sehingga baik langsung maupun tidak langsung dapat merusak atau mencemarkan lingkungan atau membahayakan kesehatan manusia. Limbah yang termasuk dalam B3 antara lain adalah bahan baku yang berbahaya yang tidak digunakan lagi karena rusak, sisa kemasan, tumpahan, sisa proses, dan oli bekas kapal yang memerlukan penanganan dan pengolahan khusus. Bahan-bahan ini termasuk limbah B3 memiliki karakteristik seperti mudah meledak, mudah terbakar, bersifat reaktif, beracun, menyebabkan infeksi, bersifat korosif, dan bila diuji dengan toksikologi dapat digolongkan pada limbah B3.[1]

Rabu, 06 April 2016

Job Seeker Experience (Part1)

Halo. Numpang curcol sedikit. Beberapa hari ini aku sebagai mahasiswa freshgraduate tidak berguna telah berstatus sebagai job seeker. Baru beberapa hari, dan tentu saja belum membuahkan hasil, mengingat ijazah juga belum diberi. Tapi pengalaman beberapa hari mencari kerja tadi sepertinya boleh juga untuk dibagi.
               Mengenai mencari kerja, ada hal menarik yang aku temui. Tadi sore aku melihat sebuah iklan lowongan kerja dari salah satu perusahaan minyak di Indonesia. Perusahaan itu membuka lowongan bagi freshgraduate alias sarjana. Ada salah seorang commenters (yang entah namanya siapa) mengeluhkan kalau lowongan-lowongan pekerjaan itu hanya bagi yang sarjana, sedangkan bagi dia yang punya pengalaman kerja tapi tidak sarjana tidak bisa mendaftar. Tidak hanya satu commenters, tapi ada satu dua orang lainnya yang berkomentar senada.
               Melihat komentar itu rasanya ingin tertawa. Tertawa miris lebih tepatnya. Dia punya pengalaman bekerja tapi tidak sarjana. Sedangkan aku? Aku adalah sarjana, tapi tidak punya pengalaman kerja, jadi sama saja tidak bisa mendaftar ke lowongan tersebut.
               Dalam beberapa hari aku rajin membuka koran dan internet, termasuk berkeliling ke berbagai tempat di mana iklan lowongan kerja ditempel, ada beberapa kesimpulan yang bisa diambil,yaitu:
1.      Rata-rata lowongan pekerjaan yang tersedia adalah sales dan marketing
Sejauh yang aku temukan, 80% lowongan yang terpampang nyata itu sebagian besar adalah perusahaan yang membutuhkan sales yang sepertinya harus keliling ke mana-mana untuk menawarkan barang. Terbanyak kedua adalah marketing atau agen pemasaran (aku nggak tahu apa bedanya dengan marketing). Kedua jenis pekerjaan itu tidak bisa aku ambil karena tidak sesuai dengan latar belakang ilmuku. Selain itu aku juga nggak punya relasi yang luas, jadi intinya kedua jenis pekerjaan tadi harus dicoret dari daftar.
               Lowongan terbanyak ketiga adalah akuntan dan juga admin, yang biasanya terkait dengan keuangan. Jadi kedua jenis tadi berhubungan dengan keuangan, dan jelas harus dicoret pula. Lagipula aku paling nggak bisa menghitung.
               Lowongan berikutnya adalah desain grafis. Banyak sekali perusahaan yang membutuhkan orang yang ahli photoshop. Bahkan admin les kursus bahasa juga mensyaratkan kemampuan phostoshop, entah apa hubungannya.
               Lowongan lain-lain biasanya guru bahasa Inggris untuk anak-anak. Agak ragu-ragu mau mengambil pekerjaan itu karena tidak pernah mengajar.., ada juga satu lembaga kursus yang cukup terkenal yang juga mencari guru bahasa Inggris. Tapi sayangnya mensyaratkan pengalaman hidup di luar negeri. Gagal lagi.
2.      Kebanyakan lowongan mensyaratkan pengalaman kerja, jarang ada lowongan bagi freshgraduate
Ada beberapa jenis pekerjaan yang sebenarnya aku mampu, persyaratan memadai, tapi terganjal karena tidak adanya pengalaman bekerja sebelumnya. Sayang sekali. Sekalipun ada lowongan freshgraduate, biasanya tidak sesuai jurusan kuliah.
3.      Lebih mudah mencari jenis pekerjaan yang tidak mensyaratkan keahlian tertentu
Kebanyakan lowongan yang terpampang di mana-mana adalah pekerjaan kasar, misalnya penjaga toko, pelayan kafe, supir, dll. Yang aku maksud ‘kasar’ di sini adalah jenis pekerjaan yang nggak mensyaratkan pendidikan tinggi. Biasanya mereka menerima orang-orang lulusan SD sampai SMA saja. Yang lulusan S1 tapi menganggur dan tidak punya potensi karena tergolong biasa-biasa, biasanya tetap nggak dipilih karena bos memprioritaskan mereka yang cuma lulusan sekolah. Walhasil, menganggurlah kami para sarjana tidak berguna ini. Perusahaan besar nggak menerima,... yang kecil apalagi.
Selain berbagai kendala di atas, ada hal lain yang aku amati. Secara umum, berbagai lowongan pekerjaan kebanyakan hanya tersedia bagi lulusan ekonomi, akuntansi, psikologi, IT, desain, pajak, komunikasi, sastra, dan administrasi. Mungkin agak jarang lowongan untuk jurusan yang berkaitan dengan ilmu politik seperti aku. Sejauh ini aku nggak pernah menemukan lowongan untuk jurusan Hubungan Internasional. Bahkan Kedubes AS di Indonesia mencari tenaga IT, bukan lulusan HI.
Jadi berpikir, apa sih gunanya ilmuku? Toh, di dunia kerja nggak dibutuhkan. Mana ada perusahaan yang butuh analis politik internasional?
Aku nggak menyalahkan jurusanku dan nggak mau membahas sejarah salah jurusan yang dulu. Mungkin masih banyak jurusan lainnya yang nggak terlalu populer di dunia kerja alias kurang dicari. Pertanyaannya adalah..., berarti banyak jurusan di bangku perguruan tinggi itu yang mubazir? Alias kurang dibutuhkan bagi kehidupan sehari-hari? Maaf-maaf aja, sebenarnya aku juga yakin kalau nggak ada ilmu yang nggak berguna.
Atau pertanyaannya..., sebenarnya saat kuliah kita sedang mencari kerja atau cari ilmu? Ada orang yang mengambil kuliah jurusan akuntansi karena lowongan kerja akuntan sangat banyak, menghasilkan banyak uang pula. Sebaliknya bagaimana jika ada orang yang mengambil jurusan, misalnya sejarah, karena dia sangat menyukai sejarah, memiliki passion, dan semata-mata ingin belajar tentang sejarah? Sedangkan lowongan kerja adanya cari akuntan lagi akuntan lagi.
Dulu waktu SMA, pertanyaan yang muncul dari kami anak newbie ke mahasiswa yang lagi promosi kampusnya adalah,”Kalau kuliah itu nanti jadi apa?”
Aku inget banget, salah satu mahasiswa jurusan filsafat menjawab,”Kalian kuliah cari uang atau cari ilmu?”
Beberapa minggu lalu aku ketemu adik kelas semester dua yang masih polos. Mereka bertanya,”Lulusan Hubungan Internasional itu, nanti jadi apa?”

Well...., aku juga belum tahu bakal jadi apa. Hehehe. Masih berusaha.