1.
Pendahuluan
Pasar bebas atau free trade tengah marak di era
globalisasi saat ini. Berbagai negara telah melakukan perjanjian kerjasama ekonomi
dengan membangun kawasan perdagangan bebas (free trade area). Dengan
adanya free trade diharapkan dapat membantu meningkatkan kondisi
perekonomian suatu negara dengan memperoleh keuntungan dari kegiatan ekspor
tanpa mengalami hambatan perdagangan. Salah satu kawasan perdagangan bebas yang
ada adalah Kawasan Perdagangan Bebas ASEAN-China.
Kawasan Perdagangan
Bebas ASEAN-China atau disebut ASEAN-China
Free Trade Area (ACFTA),
merupakan suatu kawasan perdagangan bebas di antara anggota-anggota ASEAN dengan
negara China. Demi mewujudkan ACFTA dibuatlah Framework Agreement on Comprehensive
Economic Co-operation Between ASEAN and The People’s Republic of China yang disepakati di Phnom
Penh, Kamboja pada tanggal 4
November 2002, dan ditujukan bagi pembentukan kawasan perdagangan bebas ASEAN
dengan China pada 1 Januari 2010.
Usulan pembentukan kawasan ini
awalnya dicetuskan China pada bulan November 2000. Pada saat itu China sebagai salah satu
negara dengan perekonomian yang maju
diprediksi akan menggeser Amerika Serikat pada posisi mitra dagang utama
ketiga ASEAN, setelah Jepang dan Uni Eropa.
Sebagai anggota ASEAN Indonesia
pasti tergabung dalam kawasan perdagangan bebas ini dan dikhawatirkan akan
menimbulkan dampak negatif bagi perekonomian Indonesia karena akan
menghancurkan industri dalam negeri dengan masuknya barang-barang dari China
yang dikenal murah.
Tulisan ini bertujuan untuk membahas
bentuk legalisasi dari perjanjian kerjasama ekonomi menyeluruh antara ASEAN
dengan China. Untuk mengetahui keefektifan dari perjanjian yang telah dibuat
kita menganalisisnya dengan menggunakan teori legalisasi, yaitu suatu teori
untuk mengukur efektif tidaknya suatu hukum internasional dengan melihat
obligasi, presisi, dan delegasinya sehingga suatu hukum tersebut dapat
dikategorikan sebagai soft law, moderate law, atau hard law.
2. Pembahasan Legalisasi
a. obligasi
a. Obligasi
adalah kumpulan aturan dan komitmen yang mengikat pihak-pihak yang terlibat
dalam perjanjian itu. Untuk mengetahui tingkat obligasinya maka dilakukan
analisa terhadap pasal-pasal yang termuat di dalam suatu hukum dalam hal
kekuatan mengikatnya. Berikut hasil analisa kami terhadap pasal-pasal
dalam Framework Agreement on Comprehensive
Economic Co-operation Between ASEAN and The People’s Republic of China.
Artikel pertama
menjelaskan tentang tujuan–tujuan perjanjian ACFTA ini. Para pihak sepakat
untuk mencapai tujuan seperti yang tercantum dalam poin (a) (b) (c) dan (d)
dengan dibuatnya perjanjian ini. Dengan adanya kesepakatan tersebut maka para
pihak terikat untuk dapat mencapai tujuan – tujuan tersebut
Artikel kedua mengatur tentang
langkah-langkah kerjasama ekonomi menyeluruh yang akan diterapkan. Para pihak
sepakat untuk menegosiasikan secepatnya pendirian ASEAN-China Free Trade Area
dalam waktu sepuluh tahun dengan melakukan kerjasama yang diatur dalam delapan
pasal artikel ini. Artinya setiap pihak wajib menerapkan langkah kerjasama ekonomi berupa (a)
penghapusan hambatan dalam
semua perdagangan barang, (b) liberalisasi perdagangan barang dan jasa, (c) pendirian rezim
investasi secara terbuka dan berdaya saing, (d) memberi
perlakuan khusus dan berbeda serta fleksibilitas untuk negara anggota ASEAN
yang baru, (e) ketentuan fleksibilitas
bagi para pihak dalam negosiasi ASEAN-China FTA untuk menanggulangi
bidang-bidang yang sensitif dalam sektor-sektor barang, jasa dan investasi, (f)
pembentukan langkah fasilitasi
perdagangan dan investasi yang efektif, termasuk, tetapi tidak terbatas
pada penyederhanaan prosedur
kepabeanan dan pengembangan pengaturan
pengakuan yang saling menguntungkan, (g) memberi ketentuan fleksibilitas bagi
para pihak dalam negosiasi ASEAN-China FTA untuk bidang-bidang yang
mungkin disepakati dalam rangka pendalaman hubungan perdagangan, investasi dan
perumusan rencana aksi dan program untuk mengimplementasikan kerjasama dari
sektor yang telah disepakati, dan (h) terdapat
pembentukan mekanisme yang tepat dengan maksud efektifitas bagi
implementasi persetujuan ini.
Dari uraian tadi, ada satu poin yang
kurang jelas, yaitu poin (f) tentang pembentukan langkah fasilitasi perdagangan dan investasi yang
efektif, termasuk, tetapi tidak terbatas
pada penyederhanaan prosedur
kepabeanan. Di poin tersebut tidak dirinci apakah hal-hal lain yang berkaitan
langkah perdagangan dan investasi efektif itu, selain prosedur kepabeanan tadi.
Dengan demikian tingkat obligasi artikel 2 adalah moderate.
Dalam, artikel ketiga
terutama pasal pertama (a), dijelaskan bahwa untuk tujuan dari artikel
perdagangan bebas ini terdapat beberapa ketentuan (definisi) yang harus
diterapkan (kecuali jika dalam konteks sebaliknya), salah satunya yaitu ASEAN 6
yang merujuk kepada Brunei, Indonesia, Malaysia, Filipina, Singapura dan
Thailand. Dengan ini maka para pihak yang tertera di atas terikat dengan
perjanjian ini.
Pada artikel keempat disebutkan
bahwa para pihak sepakat untuk mengadakan negosiasi bagi
liberalisasi perdagangan jasa secara progresif dengan cakupan sektor secara
signifikan. Dengan adanya kesepakatan diantara pihak tersebut, maka para
pihak terikat dengan perjanjian tersebut.
Pada artikel kelima,
disebutkan bahwa para pihak setuju untuk melakukan beberapa persyaratan untuk
meningkatkan investasi dan menciptakan suatu rezim investasi yang bebas, mudah,
transparan dan bersaing. Dengan adanya kesepakatan diantara pihak tersebut,
maka para pihak wajib untuk melaksanakan persyaratan – persyaratan tersebut
seperti yang tercantum dalam pasal (a) (b) dan (c).
Pada artikel keenam ini terdapat dalam bagian 1
persetujuan yang membahas tentang perdagangan barang. Artikel 6 terdiri dari
tiga pasal yang menjelaskan tentang penyelenggaraan Early Harvest Program.
Dalam artikel ini para pihak setuju untuk mengimplementasikan
suatu Early Harvest Program untuk produk-produk yang dicakup dalam pasal 3(a)
dan yang dimulai dan diakhiri sesuai dengan kerangka waktu yang
ditetapkan dalam artikel ini. Dengan
adanya kesepakatan diantara pihak tadi, maka para pihak wajib untuk menjalankan
Early Harvest Programm sesuai produk-produk yang dicantumkan dengan
waktu yang telah ditentukan pula.
Dalam artikel ketujuh para pihak
yang bersangkutan setuju untuk memperkuat kerjasama mereka dalam lima sektor
utama dan memperluas kerjasama ke bidang lainnya. Para
pihak wajib mengimplementasikan program
peningkatan kemampuan, dan bantuan teknis, terutama bagi negara ASEAN baru,
dalam rangka menyesuaikan struktur ekonomi mereka dan memperluas perdagangan
dan investasi mereka dengan China. Tingkat obligasi artikel 7 adalah tinggi.
Artikel kedelapan menjelaskan
tentang kerangka waktu untuk perdagangan barang, dan negoisasi mengenai pengurangan
atau penghapusan tarif yang telah ditetapkan dalam artikel ketiga dari
persetujuan, sehingga para pihak wajib untuk mematuhi jadwal yang telah
ditetapkan. Untuk bidang kerjasama ekonomi lainnya dalam
bagian sebelumnya, para pihak wajib terus membangun pada program, mengembangkan
program kerjasama ekonomi baru dan menyelesaikan persetujuan mengenai berbagai
bidang kerjasama ekonomi. Para pihak wajib melaksanakan implementasi
secepatnya. Maka, obligasi artikel 8 adalah tinggi.
Artikel kesembilan mengatur tentang Most Favoured Nation
Treatment, di mana China harus menyetujui perlakuan MFN secara konsisten sesuai dengan peraturan
dan persetujuan WTO terhadap seluruh pihak ASEAN.
Artikel kesepuluh membahas tentang pengecualian umum yang berkaitan dalam keadaan yang menimbulkan suatu ketidakadilan. Adanya
pengecualian umum yang diberikan membuat artikel 10 tingkat obligasinya adalah
moderat.
Artikel
kesebelas memuat mekanisme penyelesaian
sengketa dalam jangka waktu satu tahun setelah tanggal berlakunya persetujuan
tersebut secara baik dengan cara konsultasi atau mediasi.
Artikel keduabelas mengatur tentang adanya kelembagaan
untuk negoisasi yaitu Komite Negoisasi Perdagangan ASEAN-China untuk terus melaksanakan
program negoisasi yang telah ditetapkan dalam persetujuan.
Artikel ketigabelas
mengatur tentang pasal-pasal lainnya dalam persetujuan. Di sini dikatakan bahwa
persetujuan ini harus memasukan lampiran-lampiran dan isi di dalamnya, semua
instrumen resmi dimasa datang yang disepakati untuk mengikuti persetujuan ini
kecuali diatur sebaliknya dan harus tidak mempengaruhi atau menghilangkan
hak-hak. Diatur juga bahwa para pihak harus berusaha mencegah peningkatan
pembatasan yang akan mempengaruhi penerapan persetujuan
Artikel keempatbelas memuat
tentang adanya kemungkinan perubahan tertentu dalam persetujuan. Dikatakan
bahwa, pasal-pasal dari persetujuan ini mungkin dapat dimodifikasi melalui
perubahan-perubahan yang disepakati bersama secara tertulis oleh para pihak.
Artikel kelimabelas mengatur tentang penyimpanan
persetujuan. Untuk negara-negara pihak ASEAN, persetujuan
ini harus di simpan Sekjen ASEAN (Secretary-General of ASEAN)
Artikel keenambelas mengatur tentang waktu mulai
berlakunya persetujuan ini, yaitu harus dimulai sejak tanggal 1 Juli 2003, dan
para pihak berjanji akan menyelesaikan prosedur internalnya sebelum tanggal 1
Juli 2003.
Setelah
menganalisa setiap pasal kerangka kerjasama ekonomi ASEAN-China tadi, dapat
diketahui bahwa terdapat 13 artikel dengan obligasi tinggi (high), dan 2
artikel dengan obligasi moderate. Obligasi persetujuan ini dilemahkan,
salah satunya dengan adanya artikel 10 yang memberikan pengecualian apabila
terdapat keadaan yang menimbulkan
ketidakadilan antara para pihak, dan diperbolehkan untuk tidak mematuhi
persetujuan apabila harus melindungi keamanan
nasionalnya atau melindungi hal yang berkaitan dengan kesenian, sejarah dan
nilai arkeologi, atau langkah lain yang diperlukan untuk perlindungan moral
masyarakat, atau perlindungan manusia, binatang atau tanaman hidup dan
kesehatan. Dari
hasil analisa tadi, dapat disimpulkan bahwa persetujuan ini memiliki tingkat
obligasi yang moderat.
b. Presisi
b. Presisi
Presisi
adalah jelas atau tidaknya suatu aturan, dan tidak adanya multitafsir bagi
aturan tersebut sehingga dapat menjadi acuan bagi pihak-pihak yang terlibat di
dalamnya. Berikut adalah analisa tentang tingkat presisi Framework
Agreement on Comprehensive Economic Co-operation Between ASEAN and The People’s
Republic of China.
Pada artikel pertama secara jelas
disebutkan tentang tujuan – tujuan dibuatnya perjanjian ini. Namun, tujuan
tersebut dijelaskan secara detail dan lebih lanjut dalam artikel – artikel
selanjutnya
Mengenai langkah-langkah kerjasama
ekonomi menyeluruh, di artikel kedua telah menjelaskan apa saja yang harus
dilakukan dalam rangka pendirian ACFTA sepuluh tahun mendatang, yaitu (a) penghapusan secara progresif terhadap hambatan-hambatan dalam semua
perdagangan barang, (b) liberalisasi
perdagangan barang dan jasa dengan mencakup
beberapa sektor, (c) pendirian rezim investasi yang terbuka dan yang berdaya saing sehingga
disini dapat secara jelas untuk mendorong investasi dalam perdagangan tersebut, (d) memberi
perlakuan khusus dan berbeda serta fleksibilitas untuk negara anggota ASEAN
yang baru, (e) adanya ketentuan
fleksibilitas dalam menanggulangi bidang sensitif dalam sektor barang, jasa,
dan investasi yang akan dinegosiasikan lagi dan akan disepakati bersama dengan
prinsip timbal balik, (f) pembentukan langkah fasilitasi perdagangan dan investasi yang efektif, termasuk,
tetapi tidak terbatas pada
penyederhanaan prosedur kepabeanan dan pengembangan pengaturan pengakuan yang saling menguntungkan, (g)
perluasan kerjasama ekonomi dalam bidang bidang yang mungkin disepakati
bersama diantara para pihak yang akan melengkapi pendalaman hubungan
perdagangan dan investasi antara para pihak dan perumusan rencana- aksi dan
program dalam rangka mengimplementasikan kerjasama dari sektor yang telah
disepakati.
Beberapa
poin dalam artikel 2 ini memiliki presisi yang tinggi, namun ternyata
dilemahkan oleh poin (d) yang menjelaskan tentang adanya ketentuan perlakuan
khusus dan berbeda serta fleksibilitas untuk negara–negara anggota ASEAN yang
baru. Poin ini tergolong presisi rendah, hal ini dapat dilihat dari tidak
adanya keterangan spesifik dan lebih lanjut akan bagaimana perlakuan perlakuan
khusus, berbeda dan fleksibel itu serta tidak adanya batasan–batasan yang
jelas, sehingga dapat memunculkan pemahaman yang berbeda–beda tentang bentuk
perlakuan khusus tersebut.
Begitu
juga pada poin (f) dijelaskan bahwa pembentukan langkah – langkah fasilitasi perdagangan dan investasi yang
efektif, termasuk, tetapi tidak terbatas pada penyederhanaan prosedur kepabeanan dan pengembangan pengaturan pengakuan yang saling menguntungkan.
Kata – kata ‘including, but not limited
to’ dalam pernyataan ini tidak detail / spesifik, sehingga tidak jelas
prosedur kepabeanan sederhana seperti apa. Dapat disimpulkan tingkat presisi
untuk artikel 2 adalah moderate.
Artikel
ketiga terdiri dari delapan pasal yang mengatur
tentang perdagangan barang. Pasal pertama menyatakan bahwa para pihak telah
sepakat untuk mengadakan negosiasi dimana pajak dan peraturan perdagangan
lainnya (kecuali, apabila diperlukan, semua yang diizinkan dibawah pasal XXIV
(8) (b) dari persetujuan umum mengenai tarif dan perdagangan (GATT)) harus
dihapuskan secara substansial untuk semua perdagangan antara pihak. Penggunaan
kata “shall” dalam pasal ini menunjukkan ketegasan yang kuat, namun
dengan penggunaan kata “Except, where necessary” dapat menimbulkan
tafsir yang luas dan menunjukkan bahwa presisinya moderat. Kata “necessary”
yang digunakan sifatnya sangat relatif, tidak terdapat keterangan yang cukup
spesifik tentang kondisi yang ‘diperlukan’ itu.
Pada
pasal kedua dijelaskan secara detail tentang ketentuan penetapan tarif. Untuk
kasus negara – negara anggota ASEAN (yang menjadi anggota WTO sejak tanggal 1
Juli 2003) dan China, merujuk kepada penetapan tarif mereka masing – masing
sejak 1 Juli 2003; dan dalam kasus negara – negara anggota ASEAN (yang bukan
anggota WTO sejak 1 Juli 2003) merujuk kepada tingkat tarif seperti yang
diterapkan pada China sejak tanggal 1 Juli 2003.
Pasal
ketiga menyebutkan secara spesifik tentang program pengurangan atau penghapusan
tarif dari para pihak, harus mensyaratkan bahwa tarif – tarif pada produk yang
didaftarkan yang secara bertahap harus diturunkan tersebut, dapat diterapkan
maupun dihapuskan dalam kaitannya dengan pasal ini.
Pasal keempat menjelaskan lebih jauh
dan secara detail tentang produk dari pengurangan atau penghapusan tarif dalam
artikel ini, harus memasukkan semua produk yang tidak dicakup dalam Early Harvest Programme, dan produk –
produk tersebut harus dikategorikan menjadi dua jalur yaitu jalur normal dan
jalur sensitif seperti yang tertera pada 4 (a) dan (b).
Pada
pasal kelima dengan tegas diatur bahwa jumlah produk yang terdaftar dalam jalur
sensitif harus berdasarkan pada suatu nilai maksimum teratas yang disepakati
bersama diantara para pihak. Pasal keenam dengan jelas ditegaskan bahwa
komitmen yang diambil oleh para pihak dibawah Pasal ini dan Pasal 6 dari
Persetujuan ini harus memenuhi persyaratan WTO untuk menghapuskan
tarif pada semua perdagangan secara subtansial (signifikan) diantara para
pihak. Pasal ketujuh secara jelas mengatur bahwa tingkat tarif khusus yang akan disepakati secara bersama
diantara para pihak sesuai dengan pasal ini harus hanya menetapkan batas
tingkat tarif yang dapat diterapkan atau selang tahun tertentu untuk
implementasinya oleh para pihak dan tidak boleh menghalangi setiap Pihak untuk
melakukan percepatan penurunan atau penghapusan tarifnya jika hal tersebut
diharapkan.
Pada
pasal kedelapan terutama poin kelima (e) menyebutkan bahwa tindakan non tarif
yang dikenakan pada setiap produk yang tercakup di dalam pasal ini dan Pasal 6
dari persetujuan ini termasuk, tapi tidak terbatas pada pembatasan kuantitatif
atau pelarangan impor dari setiap produk atau ekspor atau penjualan untuk
ekspor dari setiap produk, juga tindakan sanitary dan phytosanitary
yang tidak dapat dijustifikasi secara keilmuan dan hambatan teknis perdagangan.
Dalam pasal kedelapan diatas, terdapat kata - kata “including, but not
limited” yang kurang spesifik dan dapat memunculkan banyak kemungkinan –
kemungkinan yang lain. Kata – kata tersebut
terlalu umum, sehingga mungkin akan memunculkan interpetasi lain. Sehingga
tingkat presisi untuk artikel 3 ini adalah moderate.
Artikel keempat menjelaskan
secara detail tentang arah dari negosiasi yang disepakati para pihak untuk
memperlancar / mempercepat perluasan perdagangan jasa.
Artikel
kelima dijelaskan tentang beberapa persyaratan
yang disepakati para pihak dalam peningkatan investasi dan untuk menciptakan
suatu rezim investasi yang bebas, mudah, transparan dan bersaing, antara lain:
a.
bernegosiasi dalam rangka untuk meliberalisasikan secara progresif rezim
investasi;
b. memperkuat kerjasama investasi,
mempermudah investasi dan meningkatkan transparansi dari peraturan dan regulasi
investasi
memberikan perlindungan terhadap
investasi
Artikel keenam
terdiri dari 5 pasal yang menjelaskan tentang pengimplementasian Early
Harvest Program. Pasal pertama menyatakan bahwa para pihak telah sepakat
untuk melaksanakan Early Harvet Programm dengan cakupan produk seperti yang
tertera pada pasal 3(a). Pasal kedua menjelaskan tentang ketentuan penetapan
tarif. Untuk kasus negara-negara Pihak ASEAN (yang merupakan pihak WTO sejak
tanggal 1 Juli 2003)dan China, merujuk kepada penerapan tarif mereka
masing-masing sejak 1 Juli 2003; dan dalam kasus negara-negara pihak ASEAN
(yang bukan merupakan Pihak WTO sejak tanggal 1 Juli 2003) merujuk
kepada tingkat tarif seperti yang diterapkan pada China sejak tanggal 1 Juli
2003.
Pasal 3(a) mengatur secara spesifik
tentang cakupan produk, pengurangan dan penghapusan tarif, penerapan kerangka
kerja, peraturan asal barang, tindakan-tindakan darurat dan ganti rugi dalam
perdagangan yang dapat diterapkan terhadap Early Harvest Program. Semua
produk yang tercantum dan pada tingkat digit 8/9 (HS code) harus dicakup
oleh Early Harvest Program, kecuali termasuk dalam Daftar Pengecualian (Exclusion
List) seperti yang tercantum dalam lampiran 1 persetujuan.
Pada pasal 3(b) diatur tentang
tentang pengurangan dan penghapusan tarif, yaitu semua produk-produk
yang termasuk Early Harvest Program harus dibagi ke dalam
3 kategori produk untuk pengurangan dan penghapusan tarif seperti yang
telah ditentukan dan diimplementasikan sesuai dengan kerangka waktu yang ditetapkan
dalam lampiran 3 dari persetujuan. Pasal ini tidak boleh menghalangi pihak
untuk mempercepat pengurangan atau penghapusan tarifnya jika itu yang
diharapkan.
Pasal 3(c) mengatur peraturan asal
barang sementara (Interim Rules of Origin) yang dapat diterapkan
terhadap produk-produk yang dicakup dalam Early Harvest Program harus
dinegosiasikan dan diselesaikan pada bulan Juli 2003. Peraturan Asal
Barang Sementara tersebut harus diperbaharui dan diganti dengan Peraturan Asal
Barang yang akan dinegosiasikan dan diimplementasikan oleh para pihak
berdasarkan Pasal 3(8)(b).
Pasal 3(d) mengatur secara rinci tentang
penerapan pasal-pasal WTO yang mengatur modifikasi dari komitmen,
tindakan-tindakan pengamanan (safeguard actions) dan langkah-langkah
darurat (emergency measures) dan ganti rugi perdagangan lainnya,
termasuk tindakan-tindakan anti-dumping, subsidi dan countervailing measures,
dalam bentuk sementara, harus dapat diterapkan terhadap produk-produk yang
dicakup dibawah Early Harvest Program dan harus diperbaharui dan
digantikan dengan peraturan yang relevan yang telah dinegosiasikan dan
disetujui oleh para pihak berdasarkan artikel 3(8) persetujuan ini.
Pasal 4 membahas tambahan untuk Early
Harvest Program untuk perdagangan dalam barang, para pihak akan mencari
kemungkinan Early Harvest Program tersebut untuk perdagangan jasa pada
awal tahun 2003.
Pasal 5 menyatakan bahwa
kegiatan-kegiatan yang telah ditetapkan dalam lampiran 4 dari persetujuan harus
dilaksanakan atau dimplementasikan secepat mungkin. Dari semua pasal-pasal pada
artikel 6 ini, dapat disimpulkan bahwa artikel 6 memiliki presisi yang tinggi.
Artikel ketujuh terdiri dari empat pasal yang menjelaskan bidang-bidang kerjasama
ekonomi selain perdagangan. Pasal 1 menjelaskan secara rinci tentang
persetujuan untuk memperkuat kerjasama mereka dalam sektor utama yaitu pertanian,
teknologi informasi dan komunikasi, pengembangan sumberdaya manusia, Investasi,
dan pengembangan sungai Mekong. Berikutnya pada pasal 2 secara rinci
menjelaskan bahwa kerjasama harus diperluas ke bidang lainnya secara tidak terbatas pada perbankan,
keuangan, pariwisata, kerjasama industri, transportasi, telekomunikasi, HKI,
UKM, lingkungan, bio-teknologi, perikanan, kehutanan dan produk-produk hutan,
pertambangan, energi dan pengembangan sub-regional. Pasal 3 menjelaskan secara
rinci bahwa langkah-langkah untuk memperkuat
kerjasama mereka tidak terbatas pada promosi dan
fasilitasi perdagangan barang dan jasa, dan investasi, peningkatan daya saing
UKM, promosi e-commerce, peningkatan kemampuan dan transfer teknologi. Terakhir
pada pasal 4 menjelaskan tentang adanya persetujuan untuk mengimplementasikan program dalam rangka menyesuaikan
struktur ekonomi mereka dan memperluas perdagangan dan investasi mereka dengan
China. Dengan demikian presisi untuk artikel 7 adalah
tinggi.
Dalam artikel kedelapan terdapat empat pasal yang memuat tentang kerangka waktu pelaksanaan
persetujuan. Pada pasal 1 secara tegas memuat tentang negoisasi mengenai persetujuan
terhadap penghapusan tarif dan hal-hal lainnya harus dimulai pada awal tahun
2003 dan akan berlaku pada tanggal 30 Juni 2004 dalam rangka mendirikan ASEAN-China FTA yang mencakup perdagangan
barang pada tahun 2010. Pada pasal 2 dikatakan secara tegas memuat tentang persetujuan negoisasi
mengenai peraturan asal barang yang harus diselesaikan paling lambat bulan Desember 2003. Pada pasal 3 dikatakan secara tegas
pula mengenai persetujuan negoisasi untuk perdagangan jasa dan investasi harus
dimulai pada tahun 2003 dan diakhiri secepat mungkin untuk implementasinya
sesuai dengan kerangka waktu yang disepakati bersama. Pada pasal 4 secara tegas
menjelaskan tentang persetujuan untuk bidang kerjasama ekonomi lainnya, para
pihak harus terus membangun pada program-program yang ada dan melaksanakan
secepatnya untuk implementasi awal dengan suatu keadaan dan pada suatu
kecepatan yang dapat diterima oleh seluruh pihak yang terkait. Dari analisa dari pasal-pasal
yang telah disebutkan dalam artikel 8 presisinya bersifat tinggi.
Pada artikel kesembilan secara tegas menjelaskan tentang Most Favoured Nation
Treatment bahwa China harus menyetujui perlakuan MFN yang konsisten
terhadap peraturan dan persetujuan WTO terhadap seluruh pihak ASEAN pada
tanggal persetujuan ini ditandatangani. Dapat disimpulkan
presisi artikel 10 tinggi
Artikel kesepuluh telah menjelaskan bahwa terdapat pengecualian
umum yang dapat dilakukan. Pengecualian umum tidak diberlakukan dalam keadaan
yang akan menimbulkan suatu ketidakadilan.
Persetujuan ini juga tidak menghalangi setiap pihak untuk mengambil dan
menentukan langkah-langkah untuk melindungi keamanan nasionalnya atau
melindungi hal-hal yang berkaitan dengan kesenian, sejarah dan nilai arkeologi,
atau langkah-langkah lain yang diperlukan untuk perlindungan moral masyarakat,
atau perlindungan manusia, binatang atau tanaman hidup dan kesehatan. Jadi,
apabila terdapat sesuatu dalam persetujuan yang membahayakan hal-hal yang telah
disebutkan tadi, diberikan pengecualian bagi para pihak. Ini artinya presisi
pada artikel 10 bersifat moderat.
Berikutnya pada artikel 11, dikatakan secara tegas
pada pasal 1 bahwa pihak harus dalam dalam jangka waktu satu tahun setelah
tanggal berlakunya persetujuan ini, membuat prosedur dan mekanisme secara
formal untuk mencapai persetujuan ini. Pasal 2 secara tegas menjelaskan setiap sengketa
mengenai interprestasi,implementasi harus diselesaikan secara baik dengan
konsultasi dan mediasi. Dapat disimpulkan presisi
artikel 11 tinggi
Pada artikel 12 terdapat 4
pasal yang menjelaskan tentang kelembagaan untuk negoisasi. Pada pasal 1 secara tegas dikatakan Komite Negoisasi Perdagangan
ASEAN-China yang telah didirikan ‘harus’ terus
dilaksankan program negoisasi yang telah ditetapkan dalam persetujuan. Pada pasal 2
telah dijelaskan para pihak diberi wewenang untuk mendirikan badan lainnya yang
kemungkinan membantu untuk mengkoordinasi dan mengimplementasikan setiap
kegiatan kerjasama dalam persetujuan ini. Pada pasal 3 dijelaskan secara tegas bahwa ASEAN-China TNC dan setiap badan
yang tersebut diatas harus melaporkan secara rutin kepada para menteri Ekonomi
ASEAN dan menteri dari Departemen Luar Negeri dan kerjasama Ekonomi China melalui
pertemuan-pertemuan SEOM dan MOFTEC, mengenai kemajuan dan hasil dari negoisasinya. Pada pasal 4 menegaskan sekretariat ASEAN dan MOFTEC harus bersama-sama
menyediakan dukungan sekretariat yang diperlukan ASEAN China TNC. Dapat
disimpulkan dari 4 pasal yang ada dalam artikel 12 presisinya tinggi.
Berikutnya,
artikel 13 secara tegas pada pasal 1 dikatakan bahwa persetujuan ini harus
memasukkan lampiran-lampiran, semua instrumen resmi di masa datang yang
disepakati persetujuan ini. Pada pasal
berikutnya secara tegas dikatakan harus tidak mempengaruhi atau menghilangkan
hak-hak dan kewajiban suatu pihak. Dan pada pasal ketiga para pihak diharuskan
mencegah pembatasan yang akan mempengaruhi persetujuan ini. Dapat disimpulkan
presisi pada artikel 13 ini tinggi.
Artikel keempat belas mengatur
tentang dapat dilakukannya perubahan terhadap isi persetujuan (amandemen). Adanya
perubahan atau modifikasi yang dapat dilakukan terhadap persetujuan ini
menunjukkan bahwa artikel ini memiliki presisi yang moderat.
Artikel kelimabelas mengatur tentang
cara penyimpanan persetujuan. Artikel ini memiliki presisi yang tinggi karena
secara tegas terdapat ada kata ‘harus’ bagi negara pihak ASEAN agar persetujuan
ini disimpan oleh sekretariat ASEAN.
Artikel keenam belas dikatakan dengan tegas bahwa harus mulai berlaku
pada persetujuan ini adalah 1 Juli 2003, seperti yang tertuang pasal 1,”Persetujuan
ini harus mulai berlaku pada tanggal 1 Juli 2003” Di dalam kalimat
tersebut terdapat kata ‘harus’ yang artinya wajib dilakukan pada tanggal 1 Juli
2003. Ini juga terlihat dalam
pasal berikutnya yaitu, “Para pihak berjanji untuk menyelesaikan prosedur dalam
negerinya untuk berlakunya persetujuan ini sebelum tanggal 1 Juli 2003.” Berikutnya pasal 3 secara tegas diberikan pengecualian bagi
negara yang tidak sanggup menyelesaikan prosedur internal, sehingga hak kewajiban
negara tersebut mulai berlaku pada tanggal diselesaikannya prosedur internal dengan memberikan pemberitahuan tertulis bagi
negara ASEAN yang lain. Dapat dikatakan artikel 16 memiliki presisi yang
tinggi.
Setelah
menganalisa setiap pasal kerangka kerjasama ekonomi ASEAN-China tadi, dapat
dilihat bahwa terdapat 12 artikel memiliki presisi tinggi (high), dan 4 artikel
moderate. Tingkat presisi persetujuan ini dilemahkan oleh salah satunya
pada artikel 14, dikatakan bahwa pasal-pasal dalam
persetujuan ini dapat dimodifikasi sesuai dengan perubahan yang telah
disepakati. Ini artinya persetujuan ini tidak mutlak, sehingga masih bisa
diubah lagi apabila terdapat kepentingan tertentu. Maka dapat disimpulkan
persetujuan ini memiliki presisi yang moderat.
c. Delegasi
c.
Delegasi
adalah pihak ketiga yang ditunjuk untuk mengimplementasikan,
menginterpretasikan, mengaplikasikan suatu perjanjian, dan menyelesaikan
perselisihan. Delegasi menjadi bagian terpenting dalam hukum internasional
karena ia merupakan pihak yang berwenang dalam penyelesaian konflik dan
memberikan sanksi sehingga hukum internasional itu bisa berjalan efektif.
Berhubungan dengan penyelesaian sengketa,
ASEAN China telah melakukan perjanjian tentang mekanisme penyelesaian sengketa
dalam artikel 11. Di dalam artikel 11 disebutkan bahwa para pihak harus dalam 1
tahun setelah tanggal berlakunya persetujuan, membentuk prosedur dan mekanisme
formal untuk penyelesaian sengketa. Apabila terjadi penundaan penetapan
prosedur dan mekanisme formal penyelesaian sengketa, maka setiap sengketa
mengenai interpretasi, implementasi atau aplikasi dari persetujuan harus
diselesaikan secara baik dengan konsultasi dan atau mediasi.
Dalam artikel 11 tidak dijelaskan
apakah ada lembaga khusus yang ditunjuk sebagai penengah dalam mediasi atau
memberikan konsultasi. Persetujuan ini hanya menjelaskan tentang dibentuknya
lembaga negosiasi perdagangan pada artikel selanjutnya.
Pada artikel 12 dijelaskan mengenai
pembentukan kelembagaan negosiasi yaitu Komite Negosiasi Perdagangan
ASEAN-China (The ASEAN China Trade Negotiation Committee /ASEAN-China TNC).
Lembaga ini dibentuk untuk melaksanakan program negosiasi yang ditetapkan. Pada
pasal 2 dikatakan para pihak boleh mendirikan badan lain yang mungkin
diperlukan untuk mengkoordinasi dan mengimplementasikan setiap kegiatan
kerjasama ekonomi yang diterima dalam persetujuan. ASEAN-China TNC dan setiap
badan yang dibentuk harus melaporkan secara rutin kepada Para Menteri Ekonomi
ASEAN (the ASEAN Economic Ministers-AEM) dan Menteri dari Departemen
Perdagangan Luar Negeri dan Kerjasama Ekonomi China (the Minister of the
Ministry of Foreign Trade and Economic Co-operation–MOFTEC), melalui
pertemuan-pertemuan SEOM (Senior Economic Official Meeting) dan MOFTEC
tentang kemajuan dan hasil negosiasi.
Selain itu, hal yang melemahkan
persetujuan ini adalah tidak memuat hukuman yang akan diberikan apabila ada
pihak-pihak yang melakukan pelanggaran. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa
delegasi persetujuan ini tergolong moderat.
d.
Kesimpulan
Legalisasi
dari Framework Agreement on Comprehensive Economic
Co-operation Between ASEAN and The People’s Republic of China ditentukan
oleh tingkat obligasi, presisi, dan delegasinya. Setelah dilakukan analisa,
ternyata secara legalisasi persetujuan ini memiliki tingkat obligasi, presisi, dan
delegasi yang moderat, dan itu artinya persetujuan memiliki bentuk hukum yang
tergolong moderate law.
Bentuk legalisasi dari persetujuan
ini tergolong moderate karena terdapat aturan-aturan yang memberikan
pengecualian bagi pihak-pihak terkait untuk tidak melaksanakan kesepakatan
apabila terjadi keadaan yang mengancam kepentingan nasional dan hal lain sesuai
dengan yang diatur dalam persetujuan, selain itu juga masih diberikannya
kesempatan membuat perubahan dalam pasal-pasal persetujuan ini. Ini artinya
tiap pihak terkait bisa saja mengusulkan perubahan demi memperjuangkan
kepentingan nasional masing-masing.
Kerangka kerjasama ekonomi
menyeluruh antara ASEAN dengan China ini dibuat secara moderate untuk
mempertimbangkan keadaan dari beberapa negara anggota ASEAN yang baru agar
dapat menyesuaikan diri dan mempersiapkan keadaan ekonomi dalam negerinya dalam
rangka pendirian ASEAN-China Free Trade Area.
DAFTAR
PUSTAKA
Internet
Alfian, H. 8 November 2009. Teori Legalisasi Bentuk Legalisasi dan Efektifitas Hukum
Internasional Studi Kasus Legalisasi Common Effective Prefental Tarif. Diakses 7 Juni 2012, dari http://alfianheri.blogspot.com
Anonim. 20 September 2011. Kawasan Perdagangan Bebas ASEAN-China . Diakses 7 Juni 2012, dari Wikipedia Bahasa Indonesia, Ensiklopedia Bebas: http://id.wikipedia.org
The Official Website of the
Association of Southeast Asian Nations. 2003. Framework Agreement on Comprehensive
Economic Co-operation Between ASEAN and The People’s Republic of China. Diakses 7
Juni 2012: http://www.aseansec.org
Tidak ada komentar:
Posting Komentar