Oleh:
Muhammad Naqib 100910101069
Mega Shandy 100910101071
Ahmad Mas’udi 100910101076
Deta Malatasya Andani 110910101001
Rizal Tantowi 110910101002
Amanah Dirasah I 110910101004
Muthi Fatihah 110910101005
Yayan Alfattah 110910101006
Inka Sumarlis 110910101007
BAB
I. PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Suatu negara yang terbentuk merupakan
perkumpulan dari beberapa kelompok masyarakat atau kelompok etnis yang hidup
bersama ke dalam suatu komunitas kelompok yang terintegrasi menjadi satu. Mayoritas negara yang terbentuk di dunia saat ini terdiri dari lebih
dari satu kelompok masyarakat atau kelompok etnis di dalamnya. Sebagai contohnya Indonesia, Amerika Serikat, Malaysia, dan Rusia
merupakan negara-negara yang memiliki banyak kelompok masyarakat dan kelompok
etnis di dalam negaranya.
Berbagai kelompok masyarakat yang
membentuk negara-negara ini bisa jadi merupakan penduduk asli dari teritori
yang pada nantinya akan menjadi negara tersebut, seperti suku Dayak, suku Jawa,
suku Bali dan berbagai suku lainnya yang memang telah mendiami Indonesia jauh
sebelum negara Indonesia terbentuk. Selain itu juga dapat dkarenakan banyaknya
migran yang datang dan menetap pada wilayah tertentu yang akan menjadi negara,
sebagai contohnya para migran yang menetap di tanah Amerika Serikat pada era
pasca revolusi industri.
Pada negara yang memiliki banyak kelompok
masyarakat atau kelompok etnis, kecenderungan terjadinya konflik antar kelompok
atau antar etnis menjadi mudah terjadi. Hal itu karena
terdapat banyak identitas kelompok atau etnis yang dimiliki oleh masyarakat di
dalam negara itu sehingga menghasilkan banyak kepentingan yang berbeda. Konflik
akan menjadi mudah terjadi terutama apabila telah terjadi pengistimewaan
terhadap salah satu kelompok tertentu dan menghasilkan diskriminasi terhadap
kelompok yang lain. Kelompok-kelompok yang diistimewakan akan cenderung untuk
melakukan berbagai upaya agar tetap mempertahankan status kesuperiorannya
sedangkan kelompok-kelompok minoritas yang merasa didiskriminasi akan cenderung
melakuakn upaya-upaya untuk mendapatkan hak-hak mereka atas berbagai akses pada
negara itu.
Seperti yang terjadi di Indonesia, banyak
terjadi konflik antar kelompok tau antar etnis yang dikarenakan oleh tindakan
pemerintah yang dinilai tidak adil terhadap semua kelompok yang ada di dalam
Indonesia.Apabila konflik yang terjadi di dalam suatu negara terus terjadi,
maka kemungkinan yang paling besar pada negara itu adalah antara negara itu
menjadi negara lemah atau menjadi engara gagal dan tidak bisa menjadi negara maju
seperti yang dicita-citakan oleh setiap negara ketika pada awal terbentuk.
Akan tetapi, banyaknya kelompok masyarakat
atau kelompok etnis yang terapat di dalam negara itu tidak menghalangi Swiss
untuk menajdi neagra yang maju. Swiss meruapkan negara yang
berada di kawasan Eropa Tengah yang memliki banyak kelompok masyarakat atau
kelompok etnis. Letaknya yang berada persis di jantung
Eropa dan berbatasan langsung dengan negara-negara besar seperti Jerman,
Perancis, dan Italia menjadikan negara Swiss memiliki penduduk yang juga
berasal dari berbagai negara tersebut. Meskipun demikian,
kemajemukan di Swiss tidak mengalangi Swiss menjadi salah satu welfare state paling sejahtera di dunia.
Bahkan dua kota besar yang ada di Swiss yaitu Zurich dan Genewa tercatat
sebagai dua kota yang memiliki kualitas kehidupan apling baik di dunia.
Meskipun masing-masing kelompok masyarakat
atau kelompok etnis yang tinggal di Swiss juga memiliki kecenderungan primodial
seperti kelompok-kelompok masyarakat atau kelompok etnis yang ada di Indonesia,
tetapi kelompok-kelompok masyarakat atau kelompok etnis yang ada di Swiss mampu
membentuk suatu negara yang stabil dan kuat. Selain itu Swiss merupakan
negara yang unik karena menerapkan sistem demokrasi langsung. Adanya demokrasi
langsung yang diterapkan Swiss ini memungkinkan adanya kesempatan bagi tiap
kelompok etnis di sana dalam memperjuangkan kepentingannya secara politik.
1.2
Rumusan Masalah
Bagaimana demokrasi
langsung dalam sistem pemerintahan Swiss dapat menciptakan integrasi kelompok
etnis yang ada di Swiss?
1.3
Kerangka Konsep dan Teori
Kerangka
konsep dan teori adalah suatu kumpulan konsep dan teori yang penulis gunakan
sebagai dasar dalam menjawab rumusan masalah. Untuk menganalisa pengaruh
demokrasi langsung terhadap integrasi etnis di Swiss penulis menggunakan
beberapa konsep dan pendekatan sebagai berikut:
a.
Etnis
Konsep etnis selalu berkaitan
dengan kebudayaan, berbeda dengan konsep ras yang didasarkan pada persamaan
ciri fisik.Menurut Francis kelompok etnik adalah suatu bentuk gemeinschaft yang ditandai dengan adanya
persamaan warisan kebudayaan dan ikatan batin di antara anggotanya.Kelompok
etnis merupakan sejenis komunitas yang menampilkan persamaan bahasa, adat
kebiasaan, wilayah, sejarah, sikap, dan sistem politik.[1]
Menurut
Anthony Smith, komunitas etnis adalah suatu konsep yang digunakan untuk
menggambarkan sekumpulan manusia yang memiliki nenek moyang yang sama, ingatan
sosial yang sama, dan beberapa elemen kultural. Elemen-elemen kultural itu
adalah keterkaitan dengan tempat tertentu, dan memiliki sejarah yang kurang
lebih sama. Dari pengertian tersebut bisa disimpulkan bahwa etnis adalah
sekumpulan manusia yang memiliki kesamaan ras, adat, agama, bahasa, keturunan
dan memiliki sejarah yang sama sehingga mereka memiliki keterikatan sosial
sehingga mampu menciptakan sebuah sistem budaya dan mereka terikat di dalamnya.[2]
b.
Politik
Terdapat berbagai macam
definisi tentang politik. Salah satunya menurut Miriam Budiarjo, politik (politics) adalah bermacam-macam kegiatan
dalam suatu sistem politik (atau negara) yang menyangkut proses menetukan
tujuan-tujuan dari sistem itu dan
melaksanakan tujuan-tujuan itu. [3]
Secara
garis besar, politik berkenaan dengan gejala kekuasaan, kewenangan pengaturan,
ketaatan, dan ketertiban.Dengan demikian secara umum politik berkaitan dengan
tiga hal utama: kekuasaan (power),
kewenangan (authority), dan
ketaatan/ketertiban (order).[4]
c.
Etnopolitik
Etnopolitik
atau
politik etnis dapat diasumsikan sebagai politik yang memfokuskan pembedaan
sebagai kategori utamanya yang menjanjikan kebebasan dan toleransi walaupun
memunculkan pola-pola intoleransi, kekerasan dan pertentangan etnis. Sedangkan
munculnya politik etnis diawali tumbuhnya kesadaran orang yang mengidentikan
diri mereka ke dalam salah satu kelompok etnis tertentu, yang kesadaran itu
memunculkan solidaritas kelompok.
d.
Demokrasi
Demokrasi berasal dari bahasa
Yunani, yaitu demos, artinya rakyat,
dan kratos/kratein, artinya
kekuasaan/berkuasa. Demokrasi berarti rakyat berkuasa atau government or rule by the people.[5]Demokrasi
juga dapat diartikan sebagai pemerintahan dari rakyat, untuk rakyat, dan oleh
rakyat.
Terdapat
berbagai tipe demokrasi, salah satunya yang akan dibahas di sini adalah sistem
demokrasi langsung (direct democracy).
Demokrasi langsung adalah suatu kondisi ketika keseluruhan warga negara dengan
nyata ikut serta dalam permusyawaratan, untuk menentukan kebijaksanaan umum
atau undang-undang. Demokrasi langsung ditandai dengan fakta pembuatan UU, dan
juga fungsi eksekutif dan yudikatif yang utama, dijalankan oleh rakyat dalam
pertemuan akbar atau rapat umum. Bentuk semacam ini hanya mungkin dijalankan
pada kelompok yang relative kecil .[6]
Sistem
demokrasi langsung awalnya dilaksanakan di Yunani Kuno yang masih berbentuk
negara kota (city state) pada abad ke
6 sampai abad ke 3 SM. Pelaksanaan demokrasi langsung saat itu adalah dalam hal
membuat keputusan politik dijalankan secara langsung oleh warga negara dengan
prosedur mayoritas. Sistem ini berjalan dengan efektif karena kondisi yang
masih sederhana, wilayah terbatas, dan jumlah penduduk sedikit.[7]
e.
Integrasi sosial
Integrasi sosial merupakan proses
penyesuaian di antara unsur-unsur yang saling berbeda dalam kehidupan
masyarakat sehingga menghasilkan pola kehidupan masyarakat yang memilki
keserasian fungsi.Definisi lain mengenai integrasi adalah suatu keadaan di mana
kelompok-kelompok etnik beradaptasi dan bersikap komformitas terhadap
kebudayaan mayoritas masyarakat, namun masih tetap mempertahankan kebudayaan
mereka masing-masing. Terdapat dua bentuk
integrasi sosialyaitu asimilasi dan akulturasi. Asimilasi adalah pembauran
kebudayaan yang disertai ciri khas kebudayaan asli. Akulturasi adalah
penerimaan unsur-unsur asing tanpa menghilangkan kebudayaan asli.[8]
f.
Konsep multikulturalisme
Multikulturalisme
adalah sebuah ideologi yang mengakui dan mengagungkan perbedaan dalam kesetaraan
baik secara individu maupun secara budaya.Inti
multikulturalisme adalah kesediaan menerima kelompok lain sebagaikesatuan,
tanpa mempedulikan perbedaan budaya, etnis, gender, bahasa, ataupun
agama.[9]
g.
Masyarakat multikultural
Masyarakat
multikultural adalah masyarakat yang terdiri atas berbagai macam suku yang
masing-masing mempunyai struktur budayayang berbeda-beda.[10] Penyebab terjadinya masyarakat multikultural adalah adanya
keanekaragaman. Namun adanya keragaman tersebut berpotensi
menimbulkan konflik sosial.
BAB
II. PEMBAHASAN
2.1 Gambaran Umum Negara Swiss
Swiss merupakan negara yang berbentuk konfederasi dengan masih
menggunakan sistem demokrasi langsung. Secara geografis, Swiss terkurung
oleh daratan. Wilayah
negaranya terletak di antara pengunungan Alpen, dataran tinggi Swiss, dan
pegunungan Jura.
Letaknya yang demikian pula menjadikan Swiss sulit untuk melakukan
hubungan dengan negara lain selain negara-negara yang berada di garis
perbatasannya yaitu Jerman, Perancis, dan Italia. Swiss yang berbatasan langsung dengan
tiga negara besar Eropa tersebut menjadikan sebagian besar penduduk Swiss
berasal dari tiga etnis negara tersebut. Bahkan dua per tiga dari total
penduduknya yang berjumlah 8 juta orang merupakan orang keturunan dari tiga
negara perbatasannya tersebut.
Keberadaan tiga etnis ini menyebabkan beragamnya kebudayaan yang ada di
Swiss. Meskipun
mayoritas penduduk Swiss berbicara menggunakan bahasa Jerman, tetapi hingga
saat ini Swiss tidak memiliki budaya atau bahasa nasional.Selain Jerman,
kebudayaan dan bahasa Perancis dan Italia juga tumbuh di Swiss. Bahkan
kebudayaan Romawi juga masih hidup dalam masyarakat Swiss sebagai akibat dari
pendudukan Roma akan wilayah Swiss pada masa lalu.
Sebagai negara yang berbentuk konfederasi, Swiss memiliki beberapa
negara bagian di dalam negaranya. Saat ini Swiss terdiri dari 26 kanton di
dalamnya. Kanton
merupakan sebutan untuk negara bagian di Swiss, yang mana masing-masing kanton
memiliki kedaulatan atas negara bagiannya masing-masing. Tiap-tiap
kanton memiliki hak untuk mengatur kekuasaan di dalam negara bagiannya. Meskipun
demikian tiap-tiap kanton tersebut tetap harus tunduk pada peraturan yang telah
ditetapkan oleh pemerintah federal.
Pada awalnya konfederasi Swiss hanya terdiri dari 8 kanton. Pembentukan
konfederasi ini pun semata hanya untuk mengatur mengenai masalah transaksi
ekonomi yang dilakukan oleh masing-masing kanton. Pembentukan konfederasi ini
dapat mendatangkan kemakmuran pada kanton-kanton yang ada di dalamnya dan
akhirnya setelah masa pendudukan Perancis pada konfederasi Swiss di bawah
Napoleon, konfederasi Swiss modern dengan berbagai kanton yang ada di dalamnya
membentuk konstitusi federal yang menyatakan konfederasi Swiss saat ini.
Swiss
merupakan sebuah negara yang berbentuk
Republik Federal sejak 1948 dan menganut sistem pemerintahan parlementer. Swiss
memiliki sistem pemerintahan yang bagus karena dengan sistem pemerintahannya
mampu menyerap serta mencerminkan keanekaragaman masyarakatnya. Sebagai negara
yang menganut sistem pemerintahan berbentuk parlementer, di negara Swiss
terdapat sekelompok eksekutif yang berperan menjalankan pemerintahan dan
bertanggung jawab baik secara perseorangan maupun bersama-sama. kelompok
eksekutif ini dipimpin oleh perdana menteri sebagai kepala pemerintahan. Di
negara Swiss, kepala negara (presiden) hanya lah sebagai simbol pemersatu
bangsa karena sebenarnya yang menjalankan pemerintahan adalah perdana menteri
bersama kabinetnya.
Dalam
sistem pemerintahan Swiss, kabinet dibentuk sebagai suatu kesatuan dengan
tanggung jawab kolektif di bawah perdana menteri. Kabinet juga memiliki hak
konstitusional untuk membubarkan parlemen sebelum masa kerjanya selesai. Selain
itu, setiap anggota kabinet merupakan anggota parlemen yang terpilih. Di
Swiss juga terdapat pemisahan yang tegas antara batas kepala negara dan kepala
pemerintahan. Disini, badan eksekutif dan badan legislatif saling bergantung.
Kabinet yang merupakan bagian dari badan eksekutif diharapkan mampu
mencerminkan kekuatan-kekuatan politik dalam badan legislatif yang
emndukungnya. Keberlangsungan kabinet juga bergantung pada dukungan badan
legislatif sebagai asas tanggung jawab menteri kabinet.[1]
Karena
berbentuk Republik Federal, sistem pemilihan umum yang berlaku di Swiss adalah
sistem pemilihan umum yang bersifat langsung. Dimana penduduk memilih anggota
parlemen secara langsung dengan diwakili majelis federal yang dianggap telah
menyerap semua aspirasi penduduk. Ini berlainan dengan konsep dasar sebuah
sistem pemerintahan yang berbentuk parlemen dimana dalam pemerintahan parlemen
tidak dikenal hubungan langsung antara rakyat dan pemerintah. Di negara Swiss,
parlemen memegang kekuasaan tertinggi dimana sebagai pusat kekuasaan
pemerintahan, parlemen selalu mengusahakan agar tercapai dinamika hubungan
politik yang seimbang antara badan legislatif dan badan eksekutif. Hubungan
yang baik antara badan legislatif dan badan eksekutif bisa menciptakan sebuah
supremasi parlementer.
a.
Eksekutif
Kekuasaan
eksekutif di Swiss berada di tangan Bundesrat (Dewan Federal) yang
terdiri dari tujuh orang. Kelompok
ini dinominasikan untuk 4 tahun jabatan oleh Federal Assembly dan
melakukan latihan untuk kepemimpinan. Dengan cara bergilir, ketujuh orang
tersebut akan mendapatkan jabatan entah sebagai presiden ataupun wakil presiden
dengan masa jabatan setahun. Anggota-anggota dari Bundesrat ini dipilih
oleh Bundesversammlung untuk jangka waktu tiga tahun dan bisa dipilih
kembali. Seluruh partai politik utama diwakili di Bundesrat, dan tidak
ada dua anggota Bundesrat yang berasal dari kanton yang sama. Bundesrat
bertugas untuk mengesahkan undang-undang yang ada, merumuskan perundang-undangan
yang baru, melaksanakan hubungan luar negeri, dan mengesahkan mobilisasi
tentara.
b.
Legislatif
Parlementer di
Swiss disebut sebagai Federal Assembly yang dibagi jadi dua bagian,
yaitu Standerat (dewan negara) yang mempunyai dua perwakilan (senat)
dari setiap kanton dan Nationalrat (dewan nasional) yang terdiri dari
200 anggota yang dipilih berdasarkan sistem Proportional Representation.Daftar
Bebas yang bertujuan untuk menghasilkan lembaga perwakilan dimana proporsi
kursi-kursi yang dimenangkan oleh tiap-tiap partai kurang lebih
merepresentasikan jumlah suara yang didapat oleh tiap-tiap partai.Semua anggota
pada Federal Assembly memiliki masa jabatan selama empat tahun.
Badan
Legislatif memilih seorang Presiden dan Wakil Presiden dari anggota-anggota
dewan untuk masa satu tahun saja.Presiden mengontrol rapat-rapat Bundesrat,
tetapi juga memiliki posisi yang sangat simbolis.Setiap tujuh anggota dewan
mengepalai satu kementerian Federal. Kementerian tersebut adalah; Kementerian
Ekonomi, Kementerian keuangan, Kementerian Luar negeri, Kementerian pertahanan,
Kementerian Transportasi & energi, Kementerian dalam negeri, Kementerian
keadilan & keamanan.
c.
Yudikatif
Lembaga Yudikatif terdiri atas konstitusi federal.
Lembaga ini merupakan Federal Tribunal yang bertempat di Lausanne, adalah
Majelis Agung. Lembaga ini memiliki Yurisdiksi final dalam mengatasi persoalan
antara pemerintahan federal dan kanton, perusahaan dan individu, dan antar
kanton. Mahkamah ini terdiri dari 30 orang hakim yang ditunjuk selama 6 (enam)
tahun oleh Majelis Federal. Tidak ada pengadilan yang lebih rendah. Vonis mati
bagi warga sipil duhapuskan pada tahun 1942, dan selanjutnya juga dihapuskan
bagi kejahatan perang pada tahun 1991. Setiap kanton memiliki sistem pengadilan
otonomi sendiri, termasuk pengadilan kriminal dan sipil dan naik banding.
Pengadilan kanton bertangung jawab menginterpretasikan UU Federal jika terkait
dengan masalah lokal. Biasanya, masalah di kanton diselesaikan di kantonnya
sendiri dengan negosiasi. Masalah hukum kanton terdiri atas dua atau tiga level
pengadilan, tergantung pada luas kanton. Kitab hukum perdata, pidana, dan
dagang diperkenalkan pada tahun 1942.[2]
2.2 Keanekaragaman di
Swiss
Negara Swiss dikenal memiliki
keanekaragaman dalam masyarakatnya akibat banyak imigran asing yang masuk ke
Swiss. Sebanyak 85.1% dari penduduk asing yang menetap di Swiss berasal dari eropa.
Kelompok terbesar adalah penduduk yang berasal dari Italia (15,9%), Jerman
(15,2%), Portugal (12,3%) dan Serbia (6,0%).[3]
Banyaknya penduduk yang berasal dari berbagai negara tersebut menyebabkan
adanya perbedaan dalam bahasa dan agama yang dianut masyarakat Swiss. Berikut merupakan data populasi Swiss berdasarkan bahasa dan agama.[4]
Tabel 2.1 Populasi
penduduk Swiss berdasarkan penggunaan bahasa (dalam ribuan)
Bahasa
|
2000
|
German
|
4640,4
|
French
|
1485.1
|
Italian
|
471.0
|
Romansh
|
35.1
|
Spanish
|
77.5
|
Serbo-Croatian
|
111.4
|
Other
Slavic languages
|
23.3
|
Portuguese
|
89.5
|
Turkish
|
44.5
|
English
|
73.4
|
Albanian
|
94.9
|
Other
languages
|
142.0
|
Total
|
7288.0
|
Tabel 2.2 Populasi Penduduk
Swiss berdasarkan Agama (dalam ribuan)
Agama
|
2000
|
Protestant
Church
|
2569.1
|
Roman
Catholic
|
3047.9
|
Christ
Catholic
|
13.3
|
Orthodox
Christian
|
131.9
|
Other
Christian communities
|
14.4
|
Jewish
religious community
|
17.9
|
Islamic
religious communities
|
310.8
|
Other
churches and religious communities
|
57.1
|
No
religious affiliation
|
809.8
|
Total
|
7288.0
|
2.2 Sistem Demokrasi
Langsung Swiss
Sistem
demokrasi di Swiss bisa dibilang sangat unik karena berbeda dengan banyak
negara di dunia. Swiss menerapkan sistem demokrasi langsung meski tetap
menerapkan demokrasi perwakilan.
Perbedaan mendasar
dalam sistem demokrasi di Swiss adalah setiap warga negara berhak meminta UU
yang ditetapkan oleh parlemen untuk diputuskan secara langsung oleh rakyat
melalui referendum. Untuk itu, individu atau sekelompok orang harus
mengumpulkan tandatangan sebanyak minimum 50.000 orang (atau 1% dari jumlah
penduduk yang mempunyai hak politik) dalam waktu 100 hari sejak ditetapkannya
UU yang akan direferendum.[5]
Rakyat Swiss juga mempunyai hak untuk mengusulkan amandemen terhadap UUD dan tentunya tidak boleh bertentangan dengan hukum internasional dan HAM. Untuk melakukan amandemen diperlukan tandatangan minimum dari 100.000 orang dalam waktu 18 bulan. Dengan adanya hak seperti ini rakyat Swiss mengontrol kehidupan bernegara dan bermasyarakat agar berjalan dengan baik.
Intinya sistem demokrasi langsung di Swiss adalah setiap kekuatan dan kelompok di sana mempunyai peluang yang sama untuk mengambil peran aktif dalam menetapkan agenda politik negara dan masyarakat.
Pemerintah Swiss tidak menjalankan pemerintahan untuk rakyat, tetapi menjalankan pemerintahan bersama rakyat. Sistem ini terbukti membawa manfaat yang positif bagi kehidupan sosial dan ekonomi, misalnya warga yang ikut terlibat dalam politik mendapatkan layanan publik dan kesejahteraan ekonomi yang lebih baik.
Rakyat Swiss juga mempunyai hak untuk mengusulkan amandemen terhadap UUD dan tentunya tidak boleh bertentangan dengan hukum internasional dan HAM. Untuk melakukan amandemen diperlukan tandatangan minimum dari 100.000 orang dalam waktu 18 bulan. Dengan adanya hak seperti ini rakyat Swiss mengontrol kehidupan bernegara dan bermasyarakat agar berjalan dengan baik.
Intinya sistem demokrasi langsung di Swiss adalah setiap kekuatan dan kelompok di sana mempunyai peluang yang sama untuk mengambil peran aktif dalam menetapkan agenda politik negara dan masyarakat.
Pemerintah Swiss tidak menjalankan pemerintahan untuk rakyat, tetapi menjalankan pemerintahan bersama rakyat. Sistem ini terbukti membawa manfaat yang positif bagi kehidupan sosial dan ekonomi, misalnya warga yang ikut terlibat dalam politik mendapatkan layanan publik dan kesejahteraan ekonomi yang lebih baik.
2.3 Hubungan
Demokrasi Langsung terhadap Integrasi Etnis di Swiss
Sistem pemerintahan Swiss
benar–benar mewakili keanekaragaman penduduknya dengan adanya demokrasi
langsung. Walaupun Swiss dikenal sebagai negara yang makmur, namun sejarah
Swiss juga tidak lepas dari konflik berdarah. Seperti perang yang sempat
terjadi terjadi pada tahun 1839 dan 1847 dengan korban yang tidak sedikit pula.
Namun, perang tersebut justru membuat seluruh rakyat Swiss sadar akan perlunya
persatuan dan kesatuan bangsa Swiss dengan mengesampingkan perbedaan agama dan
ideologi yang dianut.
Inti
multikulturalisme seperti yang telah disinggung sebelumnya yaitu kesediaan menerima kelompok lain sebagai kesatuan,
tanpa mempedulikan perbedaan budaya, etnis, gender, bahasa, ataupun
agama.
Switzerland telah berhasil mencapai pemahaman multikultural melalui cara
politik yang utamanya berdasarkan atas dua konsep sebagai berikut.
Konsep pertama yaitu Switzerland
menolak ide untuk membangun negara homogen secara budaya. Dari permulaan
kehadiran Swiss modern, Swiss membentuk negara multikultural buatan, yang
bergantung pada keinginan politik penduduknya yang berasal dari budaya yang
berbeda – beda.
Kedua, Swiss dapat menciptakan tipe
demokrasi yang mendukung political power
sharing antara kelompok budaya yang berbeda. Hal ini berujung kepada
integrasi sosial dan politik, resolusi konflik dengan cara damai melalui
negosiasi, dan konsensus nasional antara populasi yang sebelumnya heterogen dan
terfragmentasi.
Demokrasi langsung sendiri memiliki
dua unsur. Di satu sisi, inisiatif populer memungkinkan sekelompok warga untuk
membawa ide – ide mereka sendiri dalam proses legislatif, di sisi lain,
referendum menawarkan kemungkinan mengendalikan keputusan – keputusan parlemen.
Swiss yang mampu mengatasi perpecahan agama dan menghindari konflik antara
wilayah yang memiliki bahasa yang berbeda ini dapat terjadi dengan adanya
demokrasi dengan power sharing yang
memiliki beberapa unsur sebagai berikut:
a.
Pembangunan bangsa federalis dilakukan dari bawah ke atas (Federalist nation-building bottom up). Pendirian konstitusi federal melalui voting
pada tahun 1848 menandai kemenangan kelompok mayoritas Protestan, kanton yang
terindustrialisasi melawan kelompok minoritas dari kanton Katolik konservatif.
Namun, kelompok mayoritas sangat bijak untuk tidak menguasai kelompok
minoritas. Konstitusi meninggalkan banyak kekuasaan pada kanton. Oleh karena
itu, federasi baru memiliki sedikit kompetensi, dan kekuasaan baru dapat
diserahkan ke pemerintah pusat hanya dengan persetujuan mayoritas masyarakat
dan kanton dalam suara rakyat. Berarti di bawah naungan federasi, kanton menguasai
otonomi politik mereka, di mana pada saat yang bersamaan hal ini merupakan sebuah
pelindung bagi keragaman agama dan budaya mereka.
b.
Adanya federasi multikultural
Pembangunan bangsa Swiss sejak awal
menerapkan pembangunan bangsa yang berbasis pada konsep multikultural. Konsep
yang dimiliki Swiss terhadap negara bangsa tidak berdasar pada kesamaan budaya,
bahasa maupun etnisitas masyarakatnya, tetapi berdasar pada kewarganegaraan
yang sama dari orang – orang yang berbeda dalam kanton. Dengan kata lain, Swiss
menggambarkan sebuah bangsa politik bukan bangsa budaya.
Federalisme memungkinkan
adanya perpaduan antara kesatuan politik dan keberagaman budaya. Salah satu unsur
dari kesatuan ini yaitu keberadaan empat bahasa (Jerman, Perancis, Italia dan
Roma) yang dianggap memiliki status yang sejajar dan dapat sama – sama digunakan
sebagai bahasa nasional. Sehingga keempat bahasa tersebut dapat digunakan dalam
parlemen. Pada saat yang bersamaan, keberagaman bahasa dalam kanton juga dihormati.
Kebebasan bahasa (liberty of languange)
berarti bahwa tiap unit sub-nasional memiliki hak dan jaminan dari federal
untuk tetap mempertahankan bahasa tradisionalnya.
c.
Berbagi kekuasaan (power
sharing)
Power sharing ini berkembang setahap
demi setahap dalam proses selama ratusan tahun. Perwakilan proporsional : Eksekutif
Swiss yaitu Dewan Federal, terdiri dari tujuh
anggota yang dipilih oleh Parlemen dengan masa jabatan empat tahun. Pada dekade
pertama setelah tahun 1848, ketika Protestan Radikal merupakan mayoritas dalam Parlemen,
Dewan saat itu hanya terdiri dari Protestan Radikal saja. Agar pemerintahan nasional
dapat dipercaya dan mewakili dengan lebih baik, maka Majelis Nasional memilih kandidat
yang berasal dari wilayah dengan bahasa yang berbeda. Praktek dari perwakilan proporsional
kemudian diperpanjang dalam dua dimensi. Pertama, Protestan Radikal menawarkan kepada
Katolik Konservatif kursi dalam Dewan Federal. Dalam perjanjian ini, Katolik
yang sebelumnya diasingkan dari kekuasaan, diuntungkan dengan adanya referendum legislative pada tahun 1874. Hal
ini menjadi sebuah alat yang kuat bagi oposisi politik di mana sekelompok masyarakat
dapat menyerukan suara rakyat pada hukum parlemen baru, yang dapat mengalahkan pemerintah
dan proyek yang dimilikinya. Jadi, agar dapat mengurangi resiko referendum,
Protestan Radikal menggabungkan/ mengintegrasikan Katolik ke dalam pemerintahan.
Hal ini mengarah pada sebuah pemerintahan multi partai. Kedua, ide perwakilan proporsional
menjadi bagian dari budaya dan praktek politik umum. Tidak hanya diaplikasikan pada
pemilihan eksekutif, tetapi juga pada nominasi hakim federal dan pejabat tinggi.
Perwakilan proporsional menjadi sebuah aturan informal yang digunakan pula
dalam tingkat kanton maupun komunal.
Terkait dengan proses pembuatan keputusan
politik, banyaknya hak veto seperti federalisme, perwakilan proporsional,
referendum dan sistem multipartai, membuat dominasi politik sulit diterapkan.
Partai politik mayoritas harus bekerjasama baik dalam Parlemen maupun dalam Eksekutif.
Pencarian kompromi dimulai dalam prosedur praparlemen. Ketika sebuah proyek hukum
dipersiapkan, pemerintah Federal berkonsultasi dengan kanton dan semua kelompok
kepentingan, mencoba untuk menghilangkan ancaman referendum melalui negosiasi dan
kompromi.
[3] Sumber: Migration and
integration – Data, indicators Nationality. dari http://www.bfs.admin.ch/bfs/portal/en/index/themen/01/07/blank/key/04.html (Diakses tanggal 8 april 2013 jam 15:40)
[4] Sumber: Languages
and religions – Data, indicators Languages dari http://www.bfs.admin.ch/bfs/portal/en/index/themen/01/07/blank/key/04.html (Diakses tanggal 8 april 2013 jam 15:40)
[5] Herry Darwanto.19 Maret 2013. Demokrasi Langsung Ala Swiss. Dari http://www.bappenas.go.id (diakses 6 April 2013 jam 07:52)
[1]Kamanto.Sunarto.Pengantar Sosiologi edisi
kedua. (Jakarta: Lembaga Penerbit Fakutatas Ekonomi Universitas Indonesia,
2009) Hal 149
[3]Miriam Budiardjo. Dasar-Dasar Ilmu Politik.
(Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. 2003)
Hal 8
[5]Miriam Budiardjo. Dasar-Dasar Ilmu Politik. (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. 2003).
Hal 50
[7]Miriam Budiardjo. Dasar-Dasar Ilmu Politik. (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. 2003)
.Hal 54
[9]
http://sosiologyeducation.blogspot.com/2013/01/masyarakat-multikultural-dan.html
[10] Ibid,.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar