1.1
Pengertian Syariah
Pengertian syariah secara etimologi
(asal kata) berarti sumber air atau jalan yang lurus. Sedangkan secara
terminologi, syariah adalah kumpulan norma Illahi yang mengatur hubungan antara
manusia dengan Tuhan, hubungan manusia dengan sesama manusia, juga hubungan
manusia dengan alam, dan norma-norma ini sudah pasti benar dan lurus[1].
Dari dua pengertian di atas, dapat
disimpulkan bahwa pengertian syariah Islam adalah tata cara pengaturan tentang
perilaku hidup manusia untuk mencapai keridhaan Allah SWT[2].
Hal ini sesuai dengan firman Allah dalam QS. Al Jatsiyah ayat 18:
Artinya
: “Kemudian Kami jadikan kamu
berada di atas suatu syariat untuk urusan (agama yang benar). Maka ikutilah
syariat itu dan janganlah kamu ikuti hawa nafsu orang-orang yang tidak
mengetahui.”
Secara umum syariah terbagi menjadi
dua hal yaitu ibadah khusus atau ibadah mahdlah, dan ibadah dalam arti
umum atau muamalah. Ibadah khusus atau ibadah mahdlah adalah
ibadah yang telah dicontohkan secara langsung oleh Nabi Muhammad SAW, seperti
shalat, puasa, dan haji. Maka dari itu umat muslim harus mengikuti ketentuan-ketentuan
yang telah diperintahkan Allah dan diajarkan oleh Nabi Muhammad tanpa boleh
melakukan perubahan-perubahan terhadap ketentuan tersebut. Hal-hal di luar
ketentuan tersebut tidak sah atau batal dan lebih dikenal dengan istilah bid’ah.
Sedangkan Ibadah umum atau muamalah
adalah ibadah yang pelaksanaannya tidak seluruhnya dicontohkan oleh Nabi
Muhammad SAW namun hanya berupa prinsip-prinsip dasar dan pengembangannya
diserahkan pada kemampuan dan daya jangkau pikiran umat Islam sendiri. Contoh dari
muamalah misalnya, aturan-aturan keperdataan seperti hal-hal yang menyangkut
perdagangan, ekonomi, perbankan, pernikahan, hutang piutang, atau pun juga
aturan-aturan dalam bidang pidana dan tata negara.
Secara
harfiah dalam bahasa Arab, fiqih adalah pemahaman yang mendalam tentang suatu
hal. Sedangkan arti fiqih secara istilah adalah suatu ilmu yang mendalami hukum
Islam yang diperoleh melalui Al-Quran dan hukum sunnah. Fiqih juga merupakan
ilmu yang membahas hukum syari’ah dan hubungannya dengan kehidupan manusia
sehari-hari.
Dari pengertian tadi dapat dipahami bahwa
ilmu fiqih merupakan salah satu bidang ilmu dalam syari’ah Islam yang secara
khusus membahas berbagai permasalahan hukum dalam kehidupan manusia, baik
hubungan antara manusia dengan sesama manusia, juga hubungan manusia dengan
Allah. Ilmu fiqih juga dapat disebut qanun atau undang-undang.
Hal ini dijelaskan pada QS At-Taubah ayat
123:
Artinya: “Maka apakah
tidak lebih baik dari tiap-tiap kelompok segolongan manusia untuk ber “tafaqquh”
(memahami fiqih) dalam urusan agama dan untuk memberi peringatan kaumnya bila
mereka kembali; mudah-mudahan kaumnya dapat berhati-hati (menjaga batas
perintah dan larangan Allah).”
Syari'ah memiliki
pengertian yang amat luas. Tetapi dalam konteks hukum Islam, makna syari'ah
adalah aturan yang bersumber dari nash yang qat'i sedangkan fiqih adalah
aturan hukum Islam yang bersumber dari nash yang zanni[3].
Penjelasan singkat ini membawa kita harus memahami apa yang disebut qat'i
dan apa pula yang disebut zanni.
2.1 Nash Qat'i
Qat'i
itu terbagi dua: dari sudut datangnya atau keberadaannya dan dari sudut
lafaznya. Semua ayat al-Qur'an itu merupakan qat'i al-tsubut. Artinya,
dari segi "datangnya" ayat Qur'an itu bersifat pasti dan tidak
mengalami perubahan. Tetapi, tidak semua ayat Qur'an itu mengandung qat'i
al-dilalah. Qat'i al-dilalah adalah ayat yang lafaznya tidak
mengandung kemungkinan untuk dilakukan penafsiran lain. Jadi, pada ayat yang
berdimensi qat'i al-dilalah tidaklah mungkin diberlakukan penafsiran dan
ijtihad, sehingga pada titik ini tidak mungkin ada perbedaan pendapat ulama.
Sebagai contoh: Kewajiban shalat
tidaklah dapat disangkal lagi. Dalilnya bersifat Qat'i, yaitu "aqimush
shalat". Tidak ada ijtihad dalam kasus ini sehingga semua ulama dari
semua mazhab sepakat akan kewajiban shalat.
Begitu
pula halnya dengan hadis. Hadis mutawatir mengandung sifat qat'i
al-wurud (qat'i dari segi keberadaannya). Tetapi, tidak semua hadis
itu qat'i al-wurud (hanya yang mutawatir saja) dan juga tidak
semua hadis mutawatir itu bersifat qat'i al-dilalah. Jadi, kalau dibuat
bagan sbb:
·
Qat'i al-tsubut atau qat'i
al-wurud: semua ayat Al-Qur'an dan Hadis mutawatir
·
Qat'i al-dilalah: tidak
semua ayat al-Qur'an dan tidak semua hadis mutawatir
2.2 Nash Zanni
Zanni
juga terbagi dua: dari sudut datangnya dan dari sudut lafaznya. Ayat Qur'an
mengandung sejumlah ayat yang lafaznya membuka peluang adanya beragam
penafsiran. Ini yang dinamakan zanni al-dilalah.
Selain hadis mutawatir,
hadis lainnya bersifat zanni al-wurud. Ini menunjukkan boleh jadi ada
satu ulama yang memandang shahih satu hadis, tetapi ulama lain tidak memandang
hadis itu shahih. Ini wajar saja terjadi, karena sifatnya adalah zanni
al-wurud. Hadis yang zanni al-wurud itu juga ternyata banyak yang
mengandung lafaz zanni al-dilalah. Jadi, sudah terbuka diperselisihkan
dari sudut keberadaannya, juga terbuka peluang untuk beragam pendapat dalam
menafsirkan lafaz hadis itu.
·
zanni al-wurud : selain
hadis mutawatir
·
zanni al-dilalah : lafaz
dalam hadis mutawatir dan lafaz hadis yang lain (masyhur, ahad)
Sebagai
contoh perbedaan syariah dengan fiqih misalnya kewajiban puasa Ramadhan. Puasa
Ramadhan merupakan syari’ah dan nashnya qat'i, sedangkan waktu kapan
mulai puasa dan kapan akhir Ramadhan
adalah fiqih dan nashnya zanni.
Tujuan utama yang hendak dicapai
dari mempelajari syari’ah adalah untuk mengetahui hukum syara’ (syariah)
berkaitan dengan perbuatan manusia yang mukallaf (yang dibebani hukum)
sehingga akan diperoleh ketentuan apakah suatu perbuatan itu dikehendaki,
dibolehkan, atau dilarang, atau bagaimana suatu perbuatan itu dianggap sah atau
tidak [4].
Setelah memahami tentang hukum syariah diharapkan nantinya umat Islam akan
mengamalkan syariah Islam dalam kehidupan sehari-harinya dengan baik sehingga
memperoleh kesejahteraan, kedamaian, ketenangan, dan kebahagiaan hidup baik di
dunia maupun di akhirat kelak.
Tujuan syariah erat kaitannya dengan
tujuan agama Islam itu sendiri yang ingin mewujudkan kedamaian, kesejahteraan,
dan kebahagiaan bagi manusia, baik di dunia maupun di akhirat. Secara khusus, setidaknya
ada lima tujuan dari syariah[5],
yaitu sebagai berikut:
1.
Memelihara agama (hifzhud din)
Salah satu bentuk tanda syukur
yang harus kita lakukan adalah berusaha semaksimal mungkin untuk menjadi muslim
sejati dengan mamahami dan mengamalkan syariah Islam. Dalam konteks memelihara
agama, para Rasul diutus oleh Allah swt dan kita sekarang berkewajiban
melanjutkan tugas Rasul itu dengan cara mengamalkan syariah Islam, apapun
kendala dan tantangan yang akan kita hadapi
2.
Memelihara jiwa (hifzhun nafsi)
Memperoleh kesempatan hidup merupakan
karunia yang besar bagi kita, karenanya kesempatan yang amat berharga ini harus
kita gunakan untuk selalu mengabdi kepada Allah swt. Dalam konteks
inilah, hak hidup seseorang menjadi hak yang paling asasi sehinga harus dijaga
dan dipelihara. Disinilah sebabnya mengapa Islam amat melarang kita untuk
menghilangkan nyawa orang lain tanpa alasan yang bisa dibenarkan sehingga biloa
ini dilakukan dosanya amat besar seperti dosa membunuh semua manusia.
3.
Memelihara akal (hifzhul aqli)
Memiliki akal yang sehat dan cerdas
merupakan sesuatu yang amat penting, karena dari akal yang sehat itulah akan
lahir pemikiran yang cemerlang dan manusia bisa bersikap dan berprilaku yang
baik. Karena itu akal harus dipelihara dan jangan dirusak dengan hal-hal yang
memabukkan hingga hilang daya pikirnya serta dengan hal-hal yang tidak
rasional, semua ini menjadi perkara yang menjauhkan kita dari keberuntungan di
dunia dan akhirat.
4.
Memelihara kehormatan (hifzhud ardh)
Manusia dicipta oleh Allah swt
sebagai makhluk yang mulia dan terhormat, karenanya syariat Islam amat
menekankan kepada manusia untuk menjaga kehormatannya agar tidak jatuh dan amat
rendah melebihi rendahnya martabat binatang. Salah satu yang membuat martabat
manusia bisa amat rendah adalah dalam kaitan hubungan lelaki dan wanita,
karenanya Islam mensyariatkanlah kepada
manusia untuk menikah agar hubungan seksual yang dilakukannya membuatnya
menjadi mulia, bukan malah menjadi hina.
5.
Memelihara harta (hifzhul mal)
Setiap orang pasti memiliki banyak
kebutuhan mulai dari makan, minum, berpakaian, bertempat tinggal, pengembangan
diri, kendaraan dan sebagainya. Berbagai kebutuhan itu harus dapat dipenuhi
dengan harta yang dimiliki, karenanya kebutuhan terhadap harta ada pada setiap
orang sehingga mencarinya dengan cara yang halal menjadi suatu keharusan.
Sesudah harta diperoleh, maka menjadi hak seseorang untuk memilikinya sehingga
syariat Islam menekankan pemeliharaan terhadap harta dan amat tidak dibenarkan
bagi orang lain untuk mencurinya. Pemeliharaan terhadap harta juga harus
ditunjukkan dalam bentuk membelanjakan atau menggunakannya untuk segala
kebaikan, sebab bila tidak hal itu termasuk dalam kategori tabzir atau boros,
yakni menggunakan harta untuk sesuatu yang tidak benar menurut Allah SWT dan
Rasul-Nya, karena pemborosan merupakan kebiasaan syaitan yang sangat merugikan
manusia, harta akan cepat habis sementara kebiasaan berlebihan menjadi sangat
sulit untuk ditinggalkan meskipun dia tidak memiliki harta yang cukup,
karenanya sikap ini harus dijauhi.
Terdapat
empat hal yang menjadi dasar penetapan hukum syariah[6],
yaitu :
1.
Tidak Memberatkan dan Tidak Banyaknya Beban
Dalam menetapkan syariah, selalu
diusahakan aturan-aturan tersebut tidak memberatkan manusia dalam
menjalankannya dan mudah untuk dilaksanakan. Contohnya adalah perintah wajib
berpuasa. Allah hanya mewajibkan kita berpuasa tiga puluh hari dalam setahun
karena apabila lebih dari itu pasti akan memberatkan. Selain itu bagi mereka
yang tidak sanggup berpuasa karena suatu hal seperti sakit atau bepergian jauh
dapat membatalkan puasanya dan menggantinya di hari lain. Contoh lainnya adalah
bagi orang yang tidak sanggup shalat dengan berdiri diperbolehkan shalat dengan
duduk. Ini merupakan bukti bahwa syariah tidak semakin memberatkan umat Muslim.
2.
Berangsur-angsur dalam Penentuan Hukum
Tiap
masyarakat pasti memiliki adat istiadat yang berlaku di daerahnya, baik yang
bersifat positif maupun negatif. Pada awal mula turunnya Islam masyarakat Arab
juga memiliki berbagai kebiasaan yang sukar dihilangkan, apabila dihilangkan
sekaligus tentu akan mengalami banyak kendala.
Karena faktor kebiasaan yang sudah
berlangsung lama dan sulit diubah tersebut Al-Quran tidak diturunkan sekaligus,
melainkan ayat demi ayat dan surat demi surat, terkadang ayat turun sesuai peristiwa
yang terjadi saat itu. Cara seperti ini dilakukan agar mereka dapat
bersiap-siap meninggalkan ketentuan lama dan menerima hukum baru.
Contohnya adalah kebiasaan minum minuman
keras dan berjudi yang banyak dilakukan oleh masyarakat Arab pada masa itu.
Kemudian turunlah ayat untuk memperingatkan keburukan dari minuman keras dan
judi sebagai berikut:
Artinya: “Mereka bertanya kepadamu tentang khamar dan judi. Katakanlah: "Pada keduanya
terdapat dosa yang besar dan beberapa manfaat bagi manusia, tetapi dosa
keduanya lebih besar dari manfa'atnya". Dan mereka bertanya kepadamu apa
yang mereka nafkahkan. Katakanlah: " Yang lebih dari keperluan."
Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu supaya kamu berfikir.”
Kemudian
setelah mereka bisa menerima pertimbangan untung rugi minuman keras dan judi,
turun lagi firman Allah untuk melarang minuman keras dan judi dalam QS Al
Maidah ayat 90:
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman,
sesungguhnya (meminum) khamar, berjudi, (berkorban untuk) berhala, mengundi
nasib dengan panah], adalah termasuk perbuatan syaitan. Maka jauhilah
perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan.”
3.
Sejalan dengan Kebaikan Orang Banyak
Ketentuan-ketentuan dalam hukum Islam
diusahakan agar sesuai dengan kepentingan-kepentingan yang baik bagi
pemeluknya. Oleh karena itu tidak mengherankan jika pada suatu waktu
aturan-aturan hukum yang ada dibatalkan apabila keadaan menghendaki. Selama
kepentingan orang banyak menjadi pedoman dalam pembatalan hukum tersebut maka boleh
jadi hukum yang baru menjadi lebih berat atau lebih ringan dari sebelumnya.
Namun pembatalan hukum ini hanya dilakukan pada masa Rasul. Sesudah Rasul wafat
dan ketentuan hukum Islam sudah lengkap tidak ada lagi pembatalan hukum.
Contoh untuk kasus ini adalah ketika
ketika qiblat shalat masih mengarah pada Baitul Maqdis di Palestina kemudian
dibatalkan dengan mengarah pada Ka’bah di Mekkah, seperti dalam firman Allah
QS. Al Baqarah ayat 144 :
Artinya: “Kami
kadang-kadang melihat pulang baliknya muka engkau ke arah langit. Maka
benar-benar kami akan memberikan kepadamu suatu qiblat yang engkau sukai. Maka
arahkan muka engkau ke arah Masjidil Haram.”
4.
Dasar Persamaan dan Keadilan
Bagi syariah Islam semua orang dipandang sama
dengan tidak ada kelebihan di antara mereka satu sama lain. Semua berkedudukan
sama di mata Allah SWT. Kedudukan yang sama tersebut diperintahkan Al-Quran
dalam QS Al-Maidah ayat 8.
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman hendaklah kamu
jadi orang-orang yang selalu menegakkan (kebenaran) karena Allah, menjadi saksi
dengan adil. Dan janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap sesuatu kaum,
mendorong kamu untuk berlaku tidak adil. Berlaku adillah, karena adil itu lebih
dekat kepada takwa. Dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha
Mengetahui apa yang kamu kerjakan”
Ibadah berasal dari kata ‘abd yang artinya abdi,
hamba, budak, atau pelayan. Jadi ibadah berarti,
pengabdian, penghambaan, pembudakan, ketaatan, atau merendahkan diri. Ibadah secara bahasa
(etimologi) berarti merendahkan diri serta tunduk. Ibadah dapat juga diartikan sebagai
peraturan-peraturan yang mengatur
hubungan langsung (ritual) antara manusia dengan Allah Swt. Selain itu juga terdapat berbagai definisi
ibadah lainnya, yaitu:
(1) Ibadah adalah taat kepada Allah dengan melaksanakan perintah-Nya
melalui tutunan atau contoh
dari para Rasul-Nya.
(2) Ibadah adalah merendahkan diri kepada Allah Swt, yaitu rasa tunduk dan patuh yang paling tinggi disertai dengan
rasa mahabbah (kecintaan) yang paling tinggi.
6.2 Pembagian
Ibadah
Ada begitu banyak buku,
artikel, dan karya yang membahas tentang pembagian ibadah. Yaitu:
(1)
Ibadah Hati
Ibadah ini ibadah
qalbiyah (yang berkaitan dengan hati) berupa rasa khauf (takut), raja’ (mengharap), mahabbah (cinta), tawakkal
(ketergantungan), raghbah (senang), dan rahbah (takut).
(2)
Ibadah Lisan dan Hati
Ibadah ini adalah
ibadah lisaniyah qalbiyah (lisan dan hati) berupa tasbih, tahlil, takbir, tahmid dan syukur.
(3)
Ibadah Badan (Fisik) dan
Hati
Ibadah ini adalah ibadah badaniyah qalbiyah (fisik dan hati) berupa shalat, zakat, haji, dan jihad adalah ibadah
badaniyah qalbiyah (fisik dan hati).
Ada
juga yang membagi ibadah menjadi:[8]
1)
Ibadah
Mahdlah. Semua perbuatan ibadah yang pelaksanaannya diatur dengan
ketentuan yang telah ditetapkan dalam Al-Quran dan sunnah. Contoh, salat harus
mengikuti petunjuk Rasulullah saw dan tidak
dibenarkan untuk menambah atau menguranginya, begitu juga puasa, haji dan yang
lainnya. Ibadah mahdlah ini dilakukan hanya berhubungan dengan Allah saja
(hubungan ke atas/ Hablum Minallah), dan bertujuan untuk mendekatkan
diri (taqarrub) kepada Allah Swt. Ibadah ini hanya dilaksanakan dengan jasmani dan rohani
saja, karenanya disebut ‘ibadah badaniyah ruhiyah.
2)
Ibadah
Ghairu Mahdlah, yaitu ibadah yang
tidak hanya sekedar menyangkut hubungan dengan Allah, tetapi juga menyangkut
hubungan sesama makhluk (Hablum Minallah Wa Hablum Minannas), atau di
samping hubungan ke atas, juga ada hubungan sesama makhluk. Hubungan sesama
makhluk ini tidak hanya sebatas pada hubungan sesama manusia, tetapi juga
hubungan manusia dengan lingkungan alamnya (hewan dan tumbuhan).
3)
Ibadah
Dzil-Wajhain, yaitu ibadah yang
memiliki dua sifat sekaligus, yaitu ibadah mahdlah dan ibadah ghairu mahdlah,
seperti nikah.
Dalam
melakukan ibadah tidak ada suatu bentuk ibadah yang disyari’atkan
kecuali berdasarkan Al-Qur-an dan As-Sunnah. Agar dapat diterima, ibadah disyaratkan harus benar. Dan ibadah
itu tidak bisa dikatakan benar kecuali dengan adanya dua syarat:
(1) Ikhlas karena Allah semata
Syarat
yang pertama merupakan konsekuensi dari syahadat laa ilaaha illallaah, karena
ia mengharuskan ikhlas beribadah hanya kepada Allah dan jauh dari syirik
kepada-Nya. Melakukan ibadah
dengan ikhlas dan menjalankannya dengan sepenuh hati, bukan karena / untuk
dilihat orang atau dipuji orang
(2) Ittiba’, sesuai dengan tuntunan Rasulullah Saw.
Syarat kedua adalah konsekuensi dari
syahadat Muhammad Rasulullah, karena ia menuntut wajib-nya taat kepada Rasul,
mengikuti syari’atnya dan meninggal-kan bid’ah atau ibadah-ibadah yang
diada-adakan. Rasulullah merupakan utusan-Nya yang menyampaikan ajaran-Nya. Maka kita
wajib membenarkan dan mempercayai beritanya serta mentaati perintahnya.
7.2 Rukun Ibadah Dalam Islam[10]
Rukun-rukun ibadah menurut manhaj (jalan) Ahlus Sunnah wal Jama’ah
terdiri dari tiga hal. Yaitu:
1. Cinta ( Al-Hubb
)
Cinta adalah rukun
ibadah yang terpenting, karena cinta adalah pokok ibadah.
Arti cinta disini
tidak hanya terbatas hanya pada hubungan
kasih antara dua insan semata, akan tetapi lebih luas dan dalam. Kecintaan yang paling tinggi
dan mulia di dalam
kehidupan kita ini adalah rasa kecintaan
kita kepada Allah
Swt. Dimana jika
seorang umat
mencintai Allah
(tuhannya), maka dia
akan melakukan dan menjalankan
semua
yang diperintahkan-Nya
dan menjauhi semua
yang dilarang oleh-Nya.
2. Takut ( Al-Khouf
)
Rukun ibadah berikutnya adalah Rasa Takut. Dimana dengan adanya rasa takut,
seorang hamba (umat)
akan termotivasi untuk mencari ilmu dan beribadah kepada Allah Swt agar bebas dari murka dan
adzab-Nya. Selain itu, rasa takut inilah yang juga dapat mencegah keinginan
seseorang untuk berbuat maksiat dan perbuatan buruk lainnya.
Yang dimaksud Rasa Takut seorang muslim disini memang terdiri dari
banyak hal. Namun yang utama ada dalam hati seorang muslim adalah rasa takut
akan pedihnya
sakaratul maut, rasa takut akan adzab kubur, rasa takut terhadap siksa neraka,
rasa takut akan mati dalam keadaan yang buruk, rasa takut akan hilangnya iman
dan lain sebagainya.
3. Harap ( Ar-Roja’
)
Rukun Ibadah yang berikutnya adalah Harap.
Yang dimaksud dari harap disini adalah (rasa) Harapan yang kuat atas rahmat dan
balasan berupa pahala dari Allah Swt.
Mustafa Ahmad al-Zarqa,
seorang ahli ilmu fikih menyebutkan beberapa sifat yang menjadi ciri-ciri
‘ibadah yang benar adalah:
1.
Bebas dari perantara. Dalam
beribadah kepada Allah Swt, seorang
muslim tidak memerlukan perantara, akan tetapi harus langsung kepada Allah.
2.
Tidak terikat kepada tempat-tempat khusus. Secara umum ajaran Islam tidak mengharuskan penganutnya
untuk melakukan ‘ibadah pada tempat-tempat khusus, kecuali ‘ibadah haji. Islam
memandang setiap tempat cukup suci sebagai tempat ‘ibadah.
3.
Tidak memberatkan dan tidak menyulitkan, sebab Allah Subhanahu wa ta’ala senantiasa
menghendaki kemudahan bagi hamba-Nya dan tidak menghendaki kesulitan.
PERTANYAAN DAN JAWABAN DISKUSI
1.
Winda Arta Rina (110910101009)
Pertanyaan : Dalam konteks apakah fiqih bisa berubah?
Jawaban :
Yang bisa berubah adalah tata cara peribadatannya. Hal ini terjadi
karena sumber fiqih adalah nash yang zanni, atau ayat Al-Quran dan hadist yang
multitafsir sehingga penerapannya bisa berbeda-beda. Contohnya dalam penetapan
awal dan akhir puasa bisa berbeda-beda.
2.
Saqira Yunda I. (110910101011)
Pertanyaan
: Bagaimanakah hubungan syariah
dengan fiqih?
Jawaban : Syariah dan fiqih mempunyai hubungan
yang sangat erat. Syariah memuat berbagai macam hukum mengenai perbuatan yang
diperintahkan dan dilarang, sedangkan fiqih merupakan ilmu yang mempelajari
lebih dalam hukum-hukum tersebut dengan hubungannya dengan kehidupan manusia.
3.
Putri Larasati (110910101041)
Pertanyaan : Fiqih disebut juga sebagai ‘qanun’,
apakah fiqih dapat disebut sebagai undang-undang dasar?
Jawaban : Fiqih merupakan hukum-hukum yang
mengatur dan menjelaskan tata cara ibadah secara detil. Kalau diibaratkan,
syariah merupakan undang-undang dasar, sedangkan fiqih merupakan undang-undang
yang mengatur secara lebih terperinci.
4.
Ivan Dwiki R (110910101020)
Pertanyaan : Kenapa mazhab dalam fiqih itu bisa
berbeda-beda?
Jawaban : Hal ini terjadi karena sumber hukum
yang digunakan fiqih adalah nash yang zanni, atau ayat Al-Quran dan hadist yang
memiliki berbagai macam penafsiran dalam pengaplikasiannya dalam kehidupan.
5.
M. Dedy Cahyo S. (110910101031)
Pertanyaan : Hukum pada masa Arab jahiliyah itu
secara tertulis atau lisan?
Jawaban :
Pada masa Arab jahiliyah itu perbuatan berjudi dan minum-minuman keras
merupakan tradisi sehingga tidak ada hukum yang mengatur tentang itu. Kemudian
sejak datangnya Islam muncul larangan berjudi dan minum-minuman keras yang
termuat di dalam Al-Quran, berarti hukum tersebut tertulis.
6.
Robi Kristanto (081710101065)
Pertanyaan : Ruang lingkup syariah itu seperti apa?
Jawaban : Ruang lingkup syariah adalah segala
aspek kehidupan manusia, yaitu hubungan manusia dengan Allah, sesama manusia,
dan lingkungannya.
7.
Citra Dyah Kumala Y.
(110910101024)
Pertanyaan : Salah satu dasar penetapan syariah
adalah berdasarkan keadilan, tapi kenapa ada orang yang melaksanakan sholat dan
ada yang tidak?
Jawaban : Perintah sholat tetap berlaku pada
setiap muslim, namun pilihan untuk menjalankan perintah tersebut tetap kembali
pada setiap individu yang melakukan dan tetap ada sanksinya di dunia maupun
akhirat.
8.
Dewi Shinta W. (110910101030)
Pertanyaan : Kenapa sholat jumat itu hanya wajib bagi
laki-laki, tapi sunnah bagi perempuan?
Jawaban : Menurut kelompok kami, syariah
memang berlaku untuk seluruh umat muslim tanpa memandang perbedaan. Namun,
ibadah yang dilakukan antara pria dan wanita memiliki aturan-aturan tersendiri
yang tidak bisa disamakan dan hak dan kewajibannya antara pria dan wanita
memang berbeda.
9.
Deta Malatasya A. (110910101001)
Pertanyaan : Dalam ibadah hati disebutkan terdapat
ibadah berupa rasa takut. Rasa takut seperti apa yang dimaksud?
Jawaban : Rasa takut yang dimaksud di sini
adalah rasa takut kepada Allah karena mengingat akan siksa dari Allah apabila
melakukan hal-hal yang dilarang, sehingga orang tersebut mau meninggalkan
perbuatan yang dilarang tadi.
10. Enggar
Devita A. (110910101038)
Pertanyaan : apakah perbedaan antara al-khouf dengan
rahbah?
Jawaban : Al-khouf artinya takut kepada
Allah, sedangkan rahbah artinya ancaman dari Allah agar tidak melakukan
perbuatan yang dilarang.
11. Gita
Mandala Putri Susilo (110910101021)
Pertanyaan : Dalam pembagian ibadah, terdapat ibadah
dengan menggunakan badan dan hati. Contohnya adalah sholat, zakatt, dan jihad.
Jihad seperti apakah yang dimaksud? Bagaimanakah dengan aksi terorisme yang
mengatasnamakan jihad?
Jawaban : Jihad itu artinya melakukan suatu
perbuatan secara sungguh-sungguh dan memiliki ketetapan hati yang kuat. Para
teroris itu memang sudah memiliki ketetapan hati yang kuat dan merasa bahwa
yang mereka lakukan itu benar, walaupun sebenarnya Islam tidak membenarkan hal
tersebut. Namun pemikiran mereka itu yang mereka lakukan benar dan sulit untuk
dirubah. Salah satu contoh jihad yang benar adalah dalam hal menuntut ilmu.
Dengan ketetapan hati yang kuat, pasti kita dapat melalui semua cobaan dalam
proses menuntut ilmu itu, dan jalan kita
akan dimudahkan oleh Allah.
12. Naomi
Raisa KD (110910101025)
Pertanyaan : Dalam ibadah mahdlah dikatakan ibadah
itu harus mengikuti tata cara yang ditentukan oleh Nabi Muhammad SAW. Namun
kenapa ada gerakan yang berbeda-beda saat sholat? Lalu yang manakah yang benar?
Jawaban : Gerakan-gerakan sholat yang
bermacam-macam itu benar, karena merupakan bagian dari fiqih yang boleh
berbeda-beda.
13. Ekananda
Novianta N (110910301041)
Pertanyaan : Bagaimanakah sholat bisa menghindarkan
kita dari perbuatan mungkar?
Jawaban : Salah satu rukun beribadah yaitu
adanya rasa takut terhadap Allah. Jadi ketika kita sudah menjalankan sholat
secara benar, pasti dengan sendirinya hati kita akan merasa tunduk dan takut
kepada ancaman dari Allah sehingga menghindari perbuatan yang dilarang itu.
14. Rofi
Ramadhani (091710201040)
Pertanyaan : salah satu syarat ibadah terdapat
ittiba’ yaitu mengikuti tata cara yang dicontohkan oleh Rasulullah. Namun di
masyarakat terdapat tradisi tahlilan untuk orang meninggal yang menurut
sebagian orang adalah bid’ah. Bagaimana hukum tahlilan sebenarnya?
Jawaban : Tradisi tahlilan merupakan
kebudayaan yang ada di Jawa pada masa lampau dan kemudian Islam datang dan
terjadilah akulturasi budaya antara Jawa dan Islam. Tradisi tahlilan tidak
merupakan bid’ah karena tahlilan sendiri mempunyai tujuan yang baik, yaitu mendoakan
orang yang sudah meninggal dan hal itu tidak menyimpang dari ajaran Islam.
15. Arif
Yanto (0971021037)
Pertanyaan : Syarat ibadah adalah ikhlas kepada
Allah, namun ibadah juga dilakukan dengan rasa takut. Bagaimana kita bisa
beribadah dengan ikhlas bila ada rasa takut ?
Jawaban : Menurut kelompok kami, rasa takut
dan ikhlas merupakan satu kesatuan dalam menjalankan agama yang tidak dapat
dipisahkan. Rasa takut erat hubungannya dengan mencegah perbuatan keji dan
mungkar karena takut akan siksa Allah, sedangkan dalam beribadah kita tetap
harus ikhlas menjalankan karena Allah semata.
16. Siti
Rozalia A. (110910101017)
Pertanyaan : Salah satu ciri dan sifat dari ibadah
adalah bebas dari perantara. Namun dalam ibadah haji seseorang bisa dihajikan/
diwakili oleh orang lain. Bagaimana menurut anda?
Jawaban : Menurut kelompok kami, ibadah haji
memang boleh diwakilkan apabila orang tersebut sudah meninggal, hal ini
diperbolehkan karena Islam selalu memberikan kemudahan bagi umatnya
untuk menjalankan ibadah. Namun orang yang mewakilkan ibadah haji tersebut
sudah harus melaksanakan haji bagi dirinya sendiri, kemudian ia boleh berhaji
lagi dan mendedikasikan pahala ibadahnya itu untuk orang lain yang sudah
berniat melaksanakan ibadah haji namun ternyata meninggal dunia dan ibadahnya
tidak sempat terlaksana.
17. Diapermata
Singgih (110910101016)
Pertanyaan : Ada sebuah kasus seseorang yang harus
bekerja dari pagi sampai malam sehingga terpaksa meninggalkan sholat. Jika ia
melakukan sholat ia bisa dipecat oleh perusahaannya. Bagaimana menurut anda,
jika orang itu sholat ia bisa dipecat, sedangkan ia juga harus beribadah?
Jawaban : Menurut kelompok kami, ancaman dari
perusahaan tersebut merupakan cobaan bagi manusia yang menjalankan ibadah.
Sebaiknya orang tersebut tetap menjalani ibadahnya karena Allah pasti akan
memberikan kemudahan untuk melalui cobaan tersebut.
KESIMPULAN
:
Syariah
adalah hukum yang mengatur seluruh aspek kehidupan manusia, sedangkan fiqih
merupakan ilmu yang memperdalam tentang hukum syariah, yaitu tentang tata cara
ibadah secara lebih detil. Karena itulah syariah dan fiqih memiliki hubungan
yang sangat erat. Dalam menjalani ibadah haruslah dilandasi oleh perasaan
ikhlas, cinta, takut, dan harap pada Allah semata dan sesuai tuntunan
Rasullullah. Dengan begitu diharapkan kita dapat memperoleh kesejahteraan,
kedamaian, ketentraman, dan kebahagiaan, baik di dunia maupun diakhirat
kelak.
Abu Ahmadi, N.
S. (2008). Dasar-Dasar Pendidikan Agama Islam Untuk Perguruan Tinggi.
Jakarta: Bumi Aksara.
Hanafi, A.
(1970). Pengantar dan Sejarah Hukum Islam . Jakarta: Bulan Bintang.
Ibrahim, M.
(1996). Pendidikan Agama Islam Untuk Mahasiswa . Jakarta: Gramedia.
[1]
Ibrahim,
Muslim. 1996. Pendidikan Agama Islam Untuk Mahasiswa. Hlm 15
[2]
Abu Ahmadi. Noor Salimi. 2008.
Dasar-Dasar Pendidikan Agama Islam Untuk Perguruan Tinggi. Hlm 237
[3]
Mukni’ah. 2011. Materi
Pendidikan Agama Islam Untuk Perguruan Tinggi Umum. Hal. 96-98
[6]
Ahmad Hanafi. 1970. Pengantar
dan Sejarah Hukum Islam. Hlm 26-35
[8]
http://dedykusnaedi.wordpress.com/2009/12/05/ibadah/
[10]
http://muslim.or.id/aqidah/cinta-takut-harap-kepada-allah.html
[11]
http://dedykusnaedi.wordpress.com/2009/12/05/ibadah/
BalasHapusSaya hanya mau tanya
Hal ini dijelaskan pada QS At-Taubah ayat 123:
Maka apakah tidak lebih baik dari tiap-tiap kelompok segolongan manusia untuk ber “tafaqquh” (memahami fiqih) dalam urusan agama dan untuk memberi peringatan kaumnya bila mereka kembali; mudah-mudahan kaumnya dapat berhati-hati (menjaga batas perintah dan larangan Allah).”
Apakah artinya spt dalam artikel diatas ?
@anonim: sebenarnya ilmu agama saya tentang syariah dan fiqih blm terlalu dalam, namun saya mencoba menjawab dan mohon koreksinya. menurut saya bertafaqquh dapat dipahami seperti artikel yg telah saya buat karena sesuai dengan definisi fiqih yaitu pemahaman yang mendalam tentang suatu hal. Sedangkan arti fiqih secara istilah adalah suatu ilmu yang mendalami hukum Islam yang diperoleh melalui Al-Quran dan hukum sunnah. Fiqih juga merupakan ilmu yang membahas hukum syari’ah dan hubungannya dengan kehidupan manusia sehari-hari. Dari pengertian tadi dapat dipahami bahwa ilmu fiqih merupakan salah satu bidang ilmu dalam syari’ah Islam yang secara khusus membahas berbagai permasalahan hukum dalam kehidupan manusia, baik hubungan antara manusia dengan sesama manusia, juga hubungan manusia dengan Allah. dengan demikian sebagai umat muslim kita wajib memahami fiqih (bertafaqquh)
Hapusassalamulaikum wr. wb. Terima kasih tulisan ini sangat membantu saya dalam penyelsain tugas, mengenai syariah. Namun saya ingin bertanya, bagaimana menurut penulis tentang wisata syariah? Apa yang dimaksud dengan wisata syariah tersebut? Terimakasih wassalam
BalasHapuswalaikumsalam... senang bisa membantu anda dengan artikel ini. setau saya wisata syariah merupakan suatu konsep layanan pariwisata dengan berbasis pada syariah islam, misalnya wisata religi, wisata kuliner halal, dll. jd layanan tersebut harus sesuai dengan syariah. hal ini tentu sangat menguntungkan bagi Indonesia karena bisa menjadi daerah tujuan wiata para turis asing yang muslim dan pemerintah indonesia mulai mengembangkan hal ini..
Hapusarikelnya bagus , mohon ijin untk bahan referensi ya . moga Allah senantiasa memberikan rahmat serta keberkahan untuk bapak
BalasHapusApa perbedaan dari ibadah, syariah, dan muamalah
BalasHapusassalamualaikum wr wb
BalasHapussaya ingin bertanya, Syariáh Islam meliputi aspek ibadah, muámalat, Munakahat, jinayat dan siyasah. dan Coba deskripsikan gambaran pengamalan Umat Islam di Indonesia pada ke lima aspek syariáh di atas, Kemukakan pulan mana yang belum nampak dalam kehidupan umat Islam di Indonesia dan jelaskan alasannya.