Dapat kita amati secara nyata bahwa
banyak negara yang kaya akan sumber daya alam, seperti minyak bumi, gas alam,
juga barang-barang tambang namun negara-negara tersebut tergolong sebagai
negara yang miskin dan terbelakang. Kekayaan alam yang mereka miliki seakan
tidak sanggup membawa negaranya menuju kesejahteraan. Sebut saja Brazil, Afrika
Selatan, India, juga negara kita sendiri, Indonesia. Hal ini berbeda dengan
negara-negara yang tidak terlalu banyak mempunyai sumber daya alam seperti Jepang,
Swiss, dan Korea Selatan, namun negara-negara tersebut mampu tumbuh sebagai
negara yang maju dan sejahtera.
Hal
ini terjadi karena biasanya negara-negara yang kaya sumber daya alam tersebut
sangat kekurangan dalam hal sumber daya manusia, sehingga tidak mampu mengolah
sumber daya alam yang mereka miliki. Negara-negara berkembang tidak mampu
mengolah sumber daya alam karena keterbatasan teknologi. Sedangkan negara maju,
dengan perkembangan ilmu pengetahuan mereka mampu mengembangkan sektor industrinya
hingga menjadi negara kaya hingga saat ini. Dari fenomena tersebut, kemudian
muncul anggapan bahwa memiliki sumber daya alam merupakan ‘kutukan’ yang
kemudian mengingatkan kita pada istilah ‘Dutch Disease’.
Istilah
ini sangat populer dalam dunia perekonomian. Fenomena ‘dutch disease’
ini
berasal dari krisis yang terjadi di Belanda pada tahun 1960 yang saat itu
ditemukan sebuah deposit gas alam yang melimpah di Laut Utara. Namun dalam
perdagangan internasional justru terjadi penurunan daya saing harga sehingga
ekspor barang-barang manufaktur terkena dampaknya, juga terjadi peningkatan
ekspor yang akhirnya membuat neraca perdagangan defisit. Hal ini disebabkan
karena negara yang kaya sumber daya alam cenderung memiliki tingkat kestabilan
ekonomi dan sosial yang lebih rendah dibandingkan dengan negara yang bergerak
pada sektor industri dan jasa.
Padahal, sumber daya alam dan
tingkat perekonomian suatu negara memiliki kaitan yang erat, karena secara
teoritis kekayaan sumber daya alam yang berlimpah akan menunjang pertumbuhan
ekonomi suatu negara. Namun kenyataannya korupsi, konflik
dalam negeri, juga lemahnya pemerintahan dan demokrasi
menjadi faktor penghambat dari perkembangan perekonomian negara-negara terebut.
Untuk mengatasi ‘dutch disease’
atau ‘kutukan Belanda’ ini, diperlukan pembenahan sistem pemerintahan,
pengalihan investasi, dan penyokongan ekonomi ke bidang industri lain,
serta peningkatan transparansi dan akuntabilitas dalam pemberdayaan sumber daya
alam. Salah satu yang telah berhasil mengatasi ‘kutukan Belanda’ ini
adalah Dubai.
Dubai merupakan salah satu
anggota Uni Emirat Arab (UEA) yang terletak di pantai teluk Persia. Dubai
merupakan kota terluas kedua setelah Abu Dhabi. Dubai menarik perhatian dunia
karena proyek real estatnya yang mewah dan ambisius, seperti Burj Khalifa yang
merupakan gedung tertinggi di dunia, setinggi 828 meter. Dubai kemudian menjadi
lokasi wisata favorit para sosialita terkenal dunia.
Dulu, kota Dubai hanya menjadi pelabuhan
pedagang asing dari India dan awalnya merupakan pengekspor permata pada tahun
1930-an, namun berkurang saat Perang Dunia II pecah. Lalu sumber minyak bumi
ditemukan di Dubai pada tahun 1966 yang kemudian menjadikan Dubai sebagai
tempat tujuan para pekerja asing, utamanya India dan Pakistan. Kemudian tahun
1970-an Dubai semakin berkembang dari pendapatan minyak bumi dan
perdagangannya. Diperkirakan produksi minyak Dubai sebesar 240.000 barel per
hari, dan pengeboran lepas pantai. Penghasilan dari sektor tersebut digunakan
pemerintah Dubai untuk membangun berbagai infrastruktur secara besar-besaran
dan modern.
Konon, cadangan minyak Dubai sudah
berkurang secara drastis dan diperkirakan kosong dalam 20 tahun. Keterbatasan
cadangan minyak bumi membuat pemerintah Dubai memfokuskan kegiatan ekonominya
melalui sektor lain, yaitu perdagangan dan pariwisata. Hal ini ditunjang oleh kepemimpinan
yang transparan, infrastruktur memadai, iklim usaha kondusif bagi para
pendatang, tidak dikenakannya pajak perorangan maupun perusahaan, serta bea
masuk barang yang rendah.
Program
ini berhasil melepaskan Dubai dari ketergantungan pada migas dan mengembangkan
sektor non-migas yaitu perdagangan, industri, perbankan, pariwisata, real
estat, dan sektor jasa lainnya. Dubai berhasil menjadi pusat perdagangan,
investasi, dan pariwisata paling diminati sekaligus didukung dengan letak
geografis yang memungkinkannya menjadi hubungan perdagangan antara Asia,
Afrika, dan Eropa.
Proyek-proyek yang ada di Dubai
antara lain, proyek The Palm di wilayah Jumeirah, proyek real estat The World
serta dua pusat perbelanjaan The Dubai Mall dan Mall of Emirates. The Dubai
Mall yang diresmikan pada bulan Nopember 2008 merupakan shopping mall terbesar
di dunia berdasarkan luas total area dan merupakan ke-enam terbesar di dunia.
PDB Dubai pada tahun 2005 tercatat
sebesar US$ 37 miliar. Meskipun Dubai dibangun oleh industri minyak, pendapatan
migas hanya menyumbang 6% saja. Pendapatan emirat dari gas alam hanya 2%.
Pendapatan Dubai meliputi real estat sebesar 22,6%, perdagangan 16%, entreport
15%, keuangan 11%,.
Inovasi yang dilakukan oleh
pemerintah Dubai dalam mengatasi ketergantungan dari penghasilan sektor migas
dengan cara melakukan meningkatkan penghasilan sektor-sektor lain berupa perdagangan,
pariwisata, real estat mewah, dan berbagai fasilitas mahal lainnya. Pada
akhirnya Dubai berhasil melepaskan diri dari ‘kutukan Belanda’, yang ditunjang
juga dengan kinerja pemerintah yang baik dan transparan. Dubai berhasil
membuktikan bahwa negara yang kaya sumber daya alam juga mampu menjadi negara
yang maju dan berkembang tanpa harus selalu bergantung pada hasil bumi yang
mereka miliki dan terbatas itu.
SUMBER
BACAAN :
anonim. 2012. Dubai. Diakses 30 April 2012, dari
Wikipedia Bahasa Indonesia, Ensiklopedia Bebas: http://id.wikipedia.org/wiki/dubai
anonim. 2012. Ekonomi Dubai. Diakses 30 April
2012, dari Wikipedia Bahasa Indonesia, Ensiklopedia Bebas: http://id.wikipedia.org/wiki/ekonomidubai
anonim.
Penyakit Belanda. Diakses 30 April 2012, dari Wikipedia Bahasa
Indonesia, Ensiklopedia Bebas: http://id.wikipedia.org/wiki/PenyakitBelanda
anonim. 2012. Definition of Dutch Disease. Diakses 30 April 2012 jam
22:50,dari Investopedia: http://www.investopedia.com/terms/d/dutchdisease.asp#ixzz1tXV2BvwE
Marketeers. 2010. Belajar dari Dubai (I). Diakses 30
April 2012, dari the marketeers: http://the-marketeers.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar