Kamis, 25 Oktober 2012

PERAN GREENPEACE DALAM MENANGGAPI RENCANA PEMBANGUNAN PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA NUKLIR (PLTN) DI ASIA TENGGARA


1.      Pendahuluan
Saat ini sumber energi listrik yang berasal dari energi fosil berupa minyak bumi dan batu bara dikhawatirkan akan semakin langka dan mahal karena jumlahnya yang terbatas, sedangkan kebutuhan listrik terus meningkat pesat. Oleh karena itu dibutuhkan sumber energi alternatif baru yang murah dan dapat memenuhi kebutuhan listrik secara maksimal. Salah satu sumber energi alternatif yang akan dikembangkan adalah tenaga nuklir.
            Di kawasan Asia Tenggara juga telah muncul wacana untuk membangun PLTN, seperti Indonesia yang berencana membangun PLTN pada 2016, Thailand pada tahun 2012, dan Vietnam pada tahun 2018. Malaysia sudah mulai memikirkan untuk membangun PLTN namun masih memprioritaskan menggunakan sumber energi lain. Filipina sudah mempunyai rencana membangun PLTN sejak tahun 1950-an, namun gagal karena alasan politik dan kekhawatiran akan dampaknya. Sementara itu Singapura tidak memiliki rencana membangun PLTN karena negaranya yang kecil dan belum terlalu membutuhkan PLTN.
            Rencana pembangunan PLTN ini menimbulkan pro dan kontra di masyarakat.  Beberapa pihak khawatir akan resiko yang dapat ditimbulkan dari nuklir tersebut terhadap lingkungan, walau begitu pemerintah negara-negara ASEAN tersebut merasa mampu untuk membangun PLTN dan juga telah memikirkan keselamatannya. Mereka akan menggunakan nuklir semata-mata untuk kepentingan energi.
            Dibalik pernyataan pemerintah bahwa nuklir merupakan sumber energi alternatif yang murah dan mampu memasok banyak listrik, ternyata banyak dampak buruk yang dikhawatirkan. Energi nuklir tidak semurah yang dibayangkan, tidak efektif dalam mengurangi emisi, dan mengancam keamanan global. Nuklir menghasilkan radioaktif yang paparannya berbahaya bagi manusia karena mengakibatkan mutasi genetik, kelainan lahir, kanker, leukemia dan kelainan reproduksi, imunitas, kardiovaskuler dan sistem endokrin[1]. Selain itu limbah radioaktif sampai saat ini belum bisa di daur ulang sehingga akan mencemari lingkungan selama ratusan ribu tahun.
            Belum lagi jika terjadi kecelakaan seperti yang pernah terjadi di Chernobyl pada tahun 1986, yang dikenal sebagai bencana nuklir terburuk di dunia dengan 56 orang meninggal dan 600.000 lainnya terpapar radiasi. Dan yang terbaru adalah pada tahun 2007 di Fukushima, Jepang, setelah terjadi gempa bumi dan tsunami yang melanda Jepang, terjadi kebakaran di PLTN Kashiwazaki-Kariwa dan setahun kemudian tujuh reaktor di sana tidak bisa dioperasikan.
            Energi nuklir ini juga dikhawatirkan akan mengancam keamanan global karena dapat meningkatkan resiko menyebarnya kemampuan senjata nuklir ke berbagai negara, adanya resiko diperolehnya materi pembuat bom nuklir ke tangan teroris dan kemungkinan serangan teroris pada fasilitas dan transpor nuklir juga akan sangat berbahaya[2].
            Dalam isu nuklir ini terdapat satu organisasi yang aktif mengkampanyekan bahaya nuklir, yaitu Greenpeace. Greenpeace merupakan organisasi internasional non-pemerintah (INGO) yang didirikan pada 15 September 1971 di Vancouver, Kanada[3].
            Organisasi ini awalnya dibentuk oleh sekelompok aktivis lingkungan yang menentang uji coba nuklir bawah tanah AS di Amchitka, di pulau lepas pantai Alaska, karena dikhawatirkan uji coba tersebut dapat menyebabkan gempa bumi dan mengancam berbagai spesies di sana. Kemudian dalam perkembangannya, Greenpeace juga terus mengkampanyekan isu-isu lingkungan lainnya seperti perubahan iklim, rekayasa genetika, penggunaan pukat ikan, penangkapan ikan paus, ilegal logging, limbah kimia beracun, dan lain sebagainya.
            Greenpeace internasional yang berpusat di Amsterdarm, Belanda, itu kini telah berkembang dan memiliki 41 kantor cabang di berbagai negara di dunia, seperti di Argentina, AS, Austria, Belanda, dan negara-negara lainnya termasuk Indonesia[4].   Greenpeace merupakan organisasi independen, ia tidak menerima dana dari pemerintah atau korporasi, sehingga pendanaan Greenpeace bersumber dari para donatur yang berasal dari masyarakat yang peduli. Selain itu Greenpeace juga merekrut para volunteer (sukarelawan) dalam melaksanakan misinya.
            Greenpeace hadir di Asia Tenggara pada 1 Maret 2000, setelah sebelumnya telah sukses mengkampanyekan isu-isu lingkungan di negara-negara industri. Asia Tenggara menjadi menarik karena kawasan ini memeliki banyak potensi sumber daya alam dan lingkungan yang penting untuk dilestarikan, seperti hutan dan laut. Namun seiring dengan kemajuan ekonomi dan industri yang semakin berkembang di Asia Tenggara semakin memunculkan masalah berupa kerusakan lingkungan, terutama disebabkan oleh kurangnya kesadaran masyarakat dan ketidakpedulian pemerintah dalam menangani hal ini.

2.      Pendekatan
Terdapat dua pendekatan yang dapat digunakan untuk menganalisa kasus ini, yaitu pendekatan institusional dan pendekatan regimes. Pendekatan institusional adalah sebuah pendekatan yang melihat suatu organisasi internasional secara internal atau apa yang terjadi di dalam organisasi tersebut.  
            Selain pendekatan institusional terdapat pendekatan rezim yang mulai populer sekitar tahun 1990-an. Berbeda dengan pendekatan institusional, pendekatan rezime melihat organisasi secara eksternal, atau apa yang dihasilkan oleh organisasi internasional itu. Menurut buku J. Samuel Barkin dalam bukunya International Organization, Theories and Institution, regime dapat didefinisikan sebagai  sekumpulan prinsip, norma, aturan, dan prosedur pengambilan keputusan yang dilakukan oleh aktor-aktor dalam mengatasi isu-isu tertentu[5]. Lalu yang menjadi obyek analisis dari pendekatan rezim ini adalah behaviour effects of IO to other actors, atau pengaruh tingkah laku suatu organisasi internasional pada aktor-aktor lainnya. Hal ini dapat dilihat dari efektivitas kebijakan atau aturan-aturan yang dibuat oleh organisasi itu, dengan kata lain pendekatan ini mencoba menganalisis seberapa efektif keberadaan suatu organisasi internasional itu dalam menyelesaikan masalah yang menjadi bidangnya.   
            Dari dua pendekatan tadi, penulis menggunakan pendekatan rezim untuk mengetahui apa saja hal-hal yang dihasilkan suatu organisasi internasional dan bagaimana pengaruhnya dalam mengatasi suatu masalah. Dalam kasus ini, pendekatan rezim digunakan untuk mengetahui apa saja yang dilakukan oleh Greenpeace dalam menyikapi adanya rencana penggunaan energi nuklir di Asia Tenggara dan bagaimana dampaknya bagi negara bersangkutan dan rencana pembangunan PLTN tersebut.

3.      Analisa
Seperti yang telah dijelaskan pada pendahuluan di atas, terdapat beberapa negara di Asia Tenggara yang berencana untuk membangun PLTN untuk memasok kebutuhan energinya, yaitu Malaysia, Vietnam, Thailand, juga Indonesia. Namun rencana tersebut menimbulkan pro kontra karena tenaga nuklir yang digunakan dikhawatirkan akan membawa dampak serius bagi lingkungan hidup, manusia, dan juga mengancam keamanan global.
            Greenpeace sebagai organisasi internasional non pemerintah yang bergerak di bidang lingkungan dan secara aktif telah banyak berperan untuk menentang penggunaan nuklir juga turut mencermati rencana tersebut.
            Dalam melaksanakan aksinya Greenpeace selalu menggunakan aksi-aksi damai, seperti yang termuat dalam beberapa prinsip utamanya[6], yaitu :
·         menjadi saksi atas  kerusakan lingkungan dengan cara yang damai tanpa kekerasan;
·         menggunakan konfrontasi tanpa-kekerasan untuk meningkatkan perhatian dan debat publik mengenai isu lingkungan;
·         dalam mengekspos ancaman terhadap lingkungan dan mencari solusi, Greenpeace tidak memiliki sekutu permanen ataupun lawan;
·         menjamin independensi sumber keuangan dari kepentingan politik atau komersial;
·         mencari solusi untuk mempromosikan secara luas dan menginformasikan perkembangan dari pilihan untuk lingkungan di sekitar masyarakat;
·         dalam mengembangkan strategi kampanye dan kebijakan, Greenpeace menaruh perhatian besar untuk menghormati prinsip-prinsip demokratis dan untuk mencari solusi dalam meningkatkan keadilan sosial secara global.
Sesuai dengan prinsip utama yang dianut oleh Greenpeace, dalam menyikapi rencana pembangunan PLTN tersebut Greenpeace tidak menggunakan cara-cara kekerasan dalam menentang rencana itu. Sebagaimana diketahui Greenpeace memang selalu menentang proyek-proyek nuklir sejak awal kemunculannya. Meski tidak menggunakan cara-cara kekerasan, Greenpeace tetap bisa menekan pemerintah untuk memikirkan kembali rencananya untuk membangun PLTN. Salah satu hal yang dilakukan Greenpeace adalah melakukan kampanye yang berisi edukasi pada masyarakat tentang bahaya nuklir secara terus menerus. Kampanye yang dilakukan misalnya dalam rangka memperingati 20 tahun tragedi Chernobyl, tanggal 9 hingga 14 Mei 2006, di Jakarta, Greenpeace berkerjasama dengan Galeri Foto Jurnalistik Antara menggelar pameran foto karya Robert Knoth, fotografer dunia asal Belanda, yang sudah berkerja di berbagai negara. Pameran ini menampilkan potret para penduduk desa di sekitar wilayah Chernobyl yang terkena penyakit seperti kanker dan leukimia, akibat efek radiasi dan pencemaran nuklir tragedi Chernobyl[7].
Pada akhir Mei 2009 Greenpeace mengadakan aksi di Thailand untuk mendesak para pemimpin ASEAN untuk segera meninggalkan ambisi nuklir mereka. ASEAN harus memberi contoh dengan meninggalkan rencana pembangunan pembangkit listrik tenaga nuklir, dan fokus pada efisiensi energi dan pengembangan energi terbarukan yang sudah terbukti bisa menjadi solusi[8].
Pada tahun 2011 Greenpeace, bersama Walhi, ormas-ormas lingkungan lain, juga tokoh-tokoh masyarakat, telah mengirimkan surat terbuka yang ditujukan untuk Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, Presiden Filipina Benigno Aquino dan Perdana Menteri Thailand Abhisit Vejjajiva, yang berisi permintaan penghentian pembangunan rencana pembangunan reaktor PLTN dan saran untuk menggunakan sumber energi terbarukan[9].
Selain mempengaruhi opini publik tentang bahaya nuklir, melakukan aksi demonstrasi menentang pembangunan PLTN, dan lobi-lobi pada pemerintah, Greenpeace juga berupaya memberikan solusi untuk mencara sumber energi alternatif yang dapat menggantikan tenaga nuklir, yaitu dengan menggunakan energi terbarukan, yaitu sumber energi yang berasal dari sinar matahari, tenaga angin, atau pun ombak yang lebih ramah lingkungan dan sangat berpotensi untuk dikembangkan di kawasan Asia Tenggara karena merupakan daerah beriklim tropis yang sinar matahari dan angin.
Conton peran Greenpeace dalam memberi solusi energi alternatif adalah dengan melakukan kerjasama dengan UPLINK, sebuah LSM pembangunan, untuk membantu pemasangan beberapa generator energi terbarukan di sebuah desa di pesisir Aceh, salah satu wilayah terparah yang terkena dampak tsunami pada bulan Desember 2004[10].
Dengan kegigihan Greenpeace mengkampanyekan bahaya nuklir di ASEAN, telah dicapai beberapa pengaruh terhadap negara-negara ASEAN yang berencana membangun PLTN, yaitu sebagai berikut :
·         Tahun 2009, Greenpeace melakukan tekanan untuk menolak nuklir di seluruh kawasan Asia Tenggara, dan  Presiden Republik Indonesia Susilo Bambang Yudhoyono mencabut  rencana pembangunan PLTN  dan mengatakan akan mengembangkan energi terbarukan sebagai alternatif sebelum memilih nuklir.
·         Tahun 2008, Senator di Filipina akhirnya meluluskan pendanaan untuk Energi Terbarukan, dan undang-undang energi terbarukan, seperti energi  angin  dan matahari, untuk menjaga keamanan energi dan memerangi perubahan iklim.
·         Tahun 2007,  adanya peningkatan kesadaran tentang bahaya energi listrik yang bersumber dari nuklir membuat para alim-ulama di Jawa dan Madura mengeluarkan fatwa haram untuk pembangunan PLTN di Indonesia
·         Tahun 2006, terdapat seruan yang sangat masif dari kelompok anak-anak muda di Greenpeace (Solar Generation) selama pertemuan Asian Development Bank (ADB) ke-39  yang pada akhirnya ADB bersedia mengalirkan pendanaan untuk "Proyek Energi Bersih" sebesar $1 miliar di tahun 2008.
.
4.      Kesimpulan
Dari beberapa hal yang telah dilakukan Greenpeace untuk menentang rencana pembangunan PLTN di beberapa negara di Asia Tenggara, setidaknya pemerintah negara-negara tersebut mulai memikirkan ulang terhadap rencana pembangunan PLTN itu dengan lebih mengutamakan pengembangan sumber energi alternatif lain yang lebih ramah lingkungan sebelum akhirnya memikirkan penggunaan tenaga nuklir.
            Itu artinya dapat disimpulkan bahwa aksi-aksi damai sesuai prinsip utama Greenpeace tersebut telah cukup berhasil atau efektif dalam mempengaruhi kebijakan pemerintah negara-negara ASEAN dalam rencana proyek tenaga nuklirnya, juga berhasil mengedukasi masyarakat tentang bahaya penggunaan nuklir sehingga masyarakat juga ikut menolak rencana tersebut.
DAFTAR PUSTAKA


Buku
Barkin, J. S. 2006. International Organization, Theories and Institution. New York: Palgrave Macmillan.

Internet
anonim. 2008. ASEAN Setuju Indonesia, Thailand, Vietnam, Bangun PLTN. Diakses September 21, 2012, dari Forum Detik: http://forum.detik.com

Greenpeace. 2011. Batalkan Rencana Pembangunan PLTN di Asia Tenggara. Diakses 21 September 2012, dari http://id.greenpeace.org

Greenpeace. 2010. Keberhasilan Greenpeace. Retrieved 21 September 2012, dari http://id.greenpeace.org

Greenpeace. 2010. Prinsip Utama. Diakses 21 September  2012, dari http://id.greenpeace.org

International, G. 2009. Tenaga Nuklir,Pengalihan Waktu yang Berbahaya. Retrieved September 21, 2012, dari Greenpeace: http://id.greenpeace.org

Leeyonardo. 2012. Peran Greenpeace Terhadap Nuklir. Diakses 21 September 2012, dari http://leeyonardo.wordpress.com

Tiga Negara ASEAN Siap Bangun PLTN. (n.d.). Diakses 21 September 2012, dari Reffburn: http://reffburn.org

Wikipedia. 2012. wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas. Diakses 21 September 2012, dari Greenpeace: http://id.wikipedia.org


[1] Greenpeace International. 2009. Tenaga Nuklir : Pengalihan Waktu yang Berbahaya. Hal 2.
[2] Ibid., Hal 8
[3] Wikipedia. 2012. Greenpeace. (http://Id.wikipedia.org/greenpeace)
[4] Leeyonardo.2012.Peran Greenpeace Terhadap Nukilr (http://leeyonardo.wordpress.com)
[5] Barkin, J.Samuel. 2006. International Organization, Theories and Institution. Hal 27
[6] Greenpeace. 2010. Prinsip Utama. (http://id.greenpeace.org/prinsiputama)
[7] Wikipedia. 2012. Greenpeace. (http://Id.wikipedia.org/greenpeace)
[8] Leeyonardo.2012.Peran Greenpeace Terhadap Nukilr. (http://leeyonardo.wordpress.com)
[9] Greenpeace. 2011. Batalkan Rencana Pembangunan PLTN di Asia Tenggara. (http://id.greenpeace.org)
[10] Greenpeace International. 2009. Tenaga Nuklir : Pengalihan Waktu yang Berbahaya. Hal 9

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Share on :