Kamis, 07 Juni 2012

PENCAPAIAN PEMBANGUNAN POLITIK INDONESIA SETELAH EMPAT BELAS TAHUN REFORMASI


(by: Muthi Fatihah, disusun untuk tugas mata kuliah Teori Pembangunan)

1.                  Pendahuluan
Pembangunan pada dasarnya selalu menyentuh berbagai aspek kehidupan karena tidak dapat dilepaskan dari faktor ekonomi, sosial, politik, dan budaya masyarakat yang ada. Namun selama ini kita hanya menganggap program-program pembangunan yang ada atau sedang dilaksanakan hanya memprioritaskan pada pembangunan ekonomi saja, padahal sebenarnya kemajuan pada bidang ekonomi juga ditunjang dengan perkembangan bidang-bidang lain, salah satunya adalah pembangunan bidang politik.
            Pembangunan pada bidang politik adalah berupa transformasi dari suatu sistem kekuasaan ke sistem kekuasaan lain yang lebih modern. Hal tersebut dapat berupa perubahan kekuasaan yang bersifat otoriter menjadi demokratis, munculnya sistem mulitpartai, ataupun pemilihan umum secara langsung. Kesejahteraan sebagai hasil dari pembangunan tidak selalu karena kemajuan dalam sektor ekonomi namun juga karena perubahan persepsi tentang peranan pemerintah dan hak kewajiban masyarakat sebagai warga negara.
            Memang keberhasilan pembangunan ekonomi diharapkan dapat mendorong perkembangan bidang-bidang lainnya ke tahap yang lebih tinggi. Namun kemajuan dalam bidang ekonomi tidak dapat dipisahkan dengan keadaan sosial politik dalam suatu negara. Untuk menjaga agar proses pembangunan ekonomi suatu negara agar dapat berjalan dengan lancar dibutuhkan kestabilan politik, sedangkan untuk membentuk kestabilan politik di dalam suatu negara dibutuhkan juga kestabilan ekonomi dalam negara itu. Adanya kestabilan pada bidang politik dan ekonomi diharapkan dapat memberikan kondisi sosial yang baik di dalam suatu negara juga. Karena itulah aspek-aspek tersebut merupakan suatu kesatuan penting yang tidak dapat dipisahkan satu sama lain, utamanya pembangunan politik yang memegang peranan penting dalam kemajuan suatu bangsa.
            Dalam sejarah perjalanan bangsa Indonesia, kehidupan politik di Indonesia tidak selalu stabil. Sistem politik Indonesia selalu mengalami perkembangan dari masa ke masa, sejak awal kemerdekaan, pemerintahan orde lama, pemerintahan orde baru yang kemudian runtuh dan digantikan oleh era reformasi hingga sekarang ini.
            Begitupun dengan kondisi pembangunan di Indonesia yang juga mengalami pasang surut seiring dengan dinamika politik di Indonesia. Indonesia pernah hampir memasuki fase tinggal landas (take off) pada era orde baru yang kemudian runtuh pada tahun 1998 karena isu korupsi, kolusi, dan nepotisme, dan pada saat itu Indonesia mengalami krisis moneter. Peristiwa ini menjadi awal kejatuhan bangsa Indonesia. Akibat krisis tersebut, Indonesia seakan harus memulai perjuangannya dari awal lagi.
            Tulisan ini dibuat untuk memberikan evaluasi bagaimana perkembangan pembangunan politik nasional Indonesia selama empat belas tahun berjalannya era reformasi. Selain itu juga untuk mengetahui bagaimana cara menciptakan suatu kestabilan politik sehingga dapat menunjang pembangunan pada bidang-bidang lain, juga meningkatkan daya saing Indonesia sehingga mampu menjadi negara yang kompetitif.  

2.                  Pembahasan
Pembangunan di Indonesia sudah berlangsung sejak bangsa ini mulai terbentuk pada era kemerdekaan, Orde Lama, Orde Baru, hingga era reformasi saat ini. Bisa dibilang kemajuan pembangunan di Indonesia mulai pesat saat Orde Baru berkuasa. Saat itu pemerintah mencanangkan Repelita yang sukses mengantarkan Indonesia menjadi salah satu macan asia. Namun keberadaan Orde Baru tetap tidak bisa kita lepaskan dari praktek korupsi, kolusi, dan nepotisme yang menggerogoti negara hingga ke akar. Tahun 1998 Orde Baru runtuh, dan julukan bagi mantan Presiden Soeharto sebagai ‘Bapak Pembangunan’ seakan runtuh pula.
            Era reformasi dimulai sejak pengunduran diri Soeharto pada 21 Mei 1998 dan digantikan oleh wakilnya, BJ Habibie. Hal ini berawal dari krisis moneter yang mengakibatkan melemahnya ekonomi Indonesia dan memunculkan ketidakpuasan masyarakat Indonesia terhadap pemerintahan saat itu dan muncul aksi demonstrasi besar-besaran oleh para mahasiswa.
            Pasca reformasi itu pun dinamika perpolitikan di Indonesia terus berjalan dengan beberapa kali berganti kepala pemerintahan, yaitu setelah BJ Habibie, lalu digantikan oleh Abdurrahman Wahid setelah diadakan pemilu legislatif yang diikuti oleh 48 partai politik. Namun pada 23 Juli 2001 MPR memakzulkan presiden  Abdurrahman Wahid dan digantikan oleh Megawati Soekarnoputri. Pada era Presiden Megawati inilah kemudian diselenggarakan pemilihan umum secara langsung yang diikuti 24 partai politik. Pemilihan umum pertama yang dilakukan secara langsung ini kemudian memunculkan Susilo Bambang Yudhoyono sebagai Presiden RI dan Jusuf Kalla sebagai Wakil Presiden RI, dan akhirnya Susilo Bambang Yudhoyono terpilih lagi sebagai Presiden dalam dua periode masa pemerintahan pada pemilu tahun 2009 dengan Boediono sebagai Wakil Presiden RI.   
            Kini tepat setelah perayaan empat belas tahun berjalannya reformasi di Indonesia, mulai timbul pertanyaan apakah era reformasi ini telah berjalan dengan baik dan apakah telah memberikan perubahan bagi rakyat Indonesia? Karena selama empat belas tahun Reformasi berjalan dinilai masih banyak persoalan yang sama dengan masa Orde Baru yang terus terjadi.
            Memang banyak hal yang belum terselesaikan selama empat belas tahun ini,  namun tetap saja sudah ada beberapa pencapaian yang berhasil dilakukan oleh pemerintah dari awal reformasi hingga sekarang ini dengan berbagai kekurangannya. Beberapa pencapaian pembangunan politik era reformasi[1] adalah sebagai berikut:
1.      Penghapusan peran militer dalam kekuasaan sipil
a.       Kelembagaan TNI dan Polri dipisahkan (2000)
b.      Kursi di fraksi DPR/MPR untuk TNI Polri dikurangi, kemudian dihilangkan (2004)
c.       Terbitnya UU No 34 tahun 2004 yang mengatur larangan prajurit aktif menjadi anggota parpol, kegiatan bisnis, dan kegiatan untuk dipilih menjadi anggota legislatif dalam pemilu dan jabatan politis lainnya (2004)
2.      Pemberantasan KKN
a.    Komisi Pemberantasan Korupsi dibentuk (2002)
b.   Indeks Persepsi Korupsi membaik dari 2,0 pada tahun 2004 menjadi 3,0 pada 2011
c.    Indonesia menjadi negara di peringkat keempat negara yang paling banyak melakukan suap dalam transaksi bisnis di luar negeri (Survey Payers Index 2011)
3.      Reformasi dan kebebasan berpolitik
a.    UUD 1945 telah empat kali diubah sejak 1999 hingga 2002
b.   MPR tidak lagi menjadi lembaga tertinggi negara karena lembaga itu menjadi bikameral yang terdiri atas DPR dan DPD (2002)
c.    Otonomi daerah sejak 2001
d.   Pemilihan presiden secara langsung sejak 2004
e.    Pemilu dengan multipartai sejak 1999
f.    Pemilihan kepala daerah secara langsung sejak 2005
4.      Kebebasan berekspresi
a.    Permenpen No 01/84 yang mengatur hal ihwal tentang Surat Izin Usaha Penerbitan Pers dicabut (1998)
b.   Terbit UU No 9/Tahun 1998 tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat di Muka Umum (1998)
c.   Terbit UU No 40/Tahun 1999 tentang Pers, yang menjamin kebebasan pers dan perlindungan terhadap pers (1999)  
5.      Pengusutan kasus penculikan aktivis tahun 1998
a.   Rapat paripurna DPR memutuskan penembakan Trisakti, Semanggi I dan II bukan merupakan pelanggaran HAM berat (Juli 2001)
b.  Badan Musyawarah DPR menolak pembentukan Pengadilan HAM ad hoc  (Maret 2007)
c.    Kejaksaan menyatakan perkara itu telah ditangani di Pengadilan Militer (April 2008)
Perjalanan reformasi telah dinilai melenceng dari semangat perubahan yang sebenarnya. Beberapa tuntuntan reformasi yang masih terhambat di antaranya adalah pemberantasan KKN dan penegakan HAM.
Runtuhnya Orde Baru juga tidak lepas dari tuduhan korupsi yang merugikan rakyat, dan reformasi muncul dengan semangat pemberantasan KKN. Namun kenyataannya selama empat belas tahun ini masalah KKN tetap terjadi dan sangat disayangkan bahwa yang melakukan KKN adalah orang-orang yang dulu meneriakkan reformasi. Walau KKN tetap marak, berdasarkan data angka Indeks Persepsi Korupsi di Indonesia justru membaik dari 2,0 pada tahun 2004 menjadi 3,0 pada 2011. Kenaikan tersebut merupakan kenaikan tertinggi diantara sepuluh negara Asia Tenggara dan di Asia kenaikan tersebut merupakan kenaikan tertinggi kelima, lebih baik dibandingkan China.
Hal ini terjadi karena proses reformasi dinilai telah telah memberikan fondasi sistem antikorupsi yang semakin baik. Yang menjadi tantangan terberat adalah orang-orang dalam sistem yang ingin menghancurkan sistem itu. Menurut Wakil Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Denny Indrayana, ada lima aspek pendukung antikorupsi yang membaik[2]. Pertama, sistem bernegara lebih demokratis, yang membuat kecenderungan praktik antikorupsi lebih besar daripada sistem kenegaraan yang otoritarian saat Orde Baru. Kedua, regulasi antikorupsi membaik, seperti dengan adanya UU Tipikor, UU KPK, UU Pencucian Uang, dan Peraturan Presiden yang melarang TNI berbisnis. Ketiga, institusi antikrupsi membaik, dengan adanya Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK), dan MK yang giat menjaga UU antikorupsi. Keempat, kebebasan pers yang berguna untuk mengontrol sistem politik. Kelima, partisipasi publik meningkat ditandai dengan adanya LSM antikorupsi seperti Indonesia Corruption Watch.
Jadi sebenarnya sistem dan regulasi antikorupsi di Indonesia sudah banyak diperbaiki, terbukti dengan adanya UU Tipikor dan lembaga-lembaga terkait yang menangani tipikor. Hanya saja bagaimana dengan  orang-orang yang bergerak dalam pemerintahan dan yang bertugas menegakkan keadilan untuk serius melaksanakan UU yang telah ada. Indonesia saat ini membutuhkan reformasi di bidang kebudayaan, yaitu untuk menghilangkan krisis karakter yang selama ini terjadi dan menghilangkan mental korupsi para elitenya.
Masalah lainnya yang menanti untuk diselesaikan adalah penegakan hukum dan HAM. Hal yang menjadi hambatan adalah pengadilan HAM tersebut hanya mengadili pelaku lapangan dan para aktor intelektual pengambil keputusan belum tersentuh hukum, seperti aktor intelektual pelanggaran HAM DOM Aceh, kasus Talangsari, Tanjung Priok, Papua, Timor-Timur, dan kerusuhan Mei 1998 yang belum diadili. Sedangkan Komnas HAM hanya memiliki wewenang melakukan pengusutan pelanggaran HAM secara formal dan keputusan akhir temuan Komnas HAM hanya menjadi rujukan/rekomendasi bagi instansi terkait. Misalnya persoalan HAM yang muncul sejak zaman Orde Baru hingga awal reformasi tidak jelas  pengusutannya dan cenderung tidak diproses[3].  Kasus pembunuhan Munir juga sampai saat ini masih menggantung dan pelakunya masih bebas bahkan kabarnya ia menduduki jabatan dalam instansi negara.      
            Lain lagi dengan hak kebebasan. Indonesia telah mencapai suatu era di mana kebebasan berserikat, mengeluarkan pendapat dan berekspresi telah didapat. Setiap orang bebas berpolitik, bebas mengeluarkan aspirasinya, dan pers di Indonesia juga semakin bebas dalam pemberitaannya. Hal ini tentu berbeda pada saat Orde Baru masih berkuasa yang melakukan beberapa pembatasan.
Kebebasan ini juga memberikan dampak positif maupun negatif. Kini setiap orang merasa memiliki kebebasan itu sebebas-bebasnya hingga muncul kesan bahwa kebebesan di Indonesia ini jauh dari kebebasan yang bertanggung jawab sesuai Undang-Undang juga norma-norma yang berlaku.
Sangat disayangkan, pemerintah Indonesia saat ini belum menjamin kebebasan dalam beragama dan berkeyakinan. Akhir-akhir ini seringkali muncul konflik dan kekerasan yang menyerang agama, konflik sering terjadi antara agama mayoritas yang menyerang penganut agama minoritas. 
Apakah dari semua permasalahan di atas, era reformasi telah gagal dalam melakukan pembangunan politik? Lalu apakah yang harus diperbaiki pada era reformasi ini?
Selama empat belas tahun ini Indonesia seperti telah kehilangan arah dan tujuannya. Reformasi yang ada hanya sebagai pergantian kekuasaan, namun tidak banyak memperbaiki sistem dan mental elite negeri ini tetap saja buruk. Bahkan reformasi ini malah menjadikan Indonesia sebagai negara yang liberal dan kapitalis, hanya menguntungkan orang-orang tertentu saja, yang bermodal besar tentunya, sehingga yang kaya semakin kaya, yang miskin semakin miskin.
Kondisi Indonesia saat ini juga seperti telah kehilangan otoritas, pemerintah cenderung lemah dan tidak tegas, ini terlihat dari banyaknya konflik sosial antar kelompok masyarakat, kekerasan atas nama agama, penegakan hukum yang lemah, dan masih banyak kekacauan yang terjadi dan seolah-olah pemerintah selalu absen saat muncul masalah-masalah itu, ataupun terkadang cenderung lambat dan tidak tegas dalam menanganinya.
Sepertinya tata ulang sistem demokrasi sangat dibutuhkan bangsa ini. Pelu evaluasi menyeluruh agar dapat menata demokrasi agar dapat mencapai tujuan negara yang diharapkan bersama. Menata ulang di sini dapat berupa mengurangi lembaga negara yang tumpang tindih dan tidak efektif, dan perbaikan sistem partai politik. Partai politik yang ada saat ini cenderung tidak mengemban aspirasi rakyat, hanya demi uang dan kepentingan segelintir orang semata. Partai politik harus lebih bertanggung jawab serta perlu adanya aturan untuk memantau keuangan partai yang tidak pernah jauh dari kasus korupsi. Pemberantasam korupsi harus tetap digalakkan dengan memperkuat lembaga-lembaga yang berwenang menangani kasus tipikor.
Selain memperbaiki sistem demokrasi dan regulasi, kita perlu juga melakukan preformasi budaya. Kenyataannya, Indonesia saat ini mengalami kemerosotan karakter, para pejabat bermental buruk dan korup, dan masyarakat Indonesia yang masih mengalami keterbelakangan, seperti menggunakan cara-cara kekerasan yang kini mulai marak lagi untuk menyelesaikan masalah, mudah terprovokasi, suka merusak saat melakukan aksi protes, padahal kelakuannya itu tidak memberikan peubahan berarti terhadap apa yang diperjuangkan, malah merugikan diri sendiri dan masyarakat yang katanya mereka wakili. Banyak orang-orang di Indonesia yang kurang memiliki rasa toleransi atau rasa primordialisme mereka yang masih tinggi. Mereka menganggap kelompoknyalah yang paling benar dan merasa punya otoritas untuk menghukum yang lain. Selain itu misalnya, kurangnya kepatuhan masayarakat terhadap hukum tetapi selalu menuntut kehidupan yang lebih baik. Sebagian dari kita sepetinya belum punya kesadaran untuk berubah menjadi lebih baik.
Untuk membangun Indonesia menjadi lebih baik diperlukan perbaikan dari bebagai pihak, dari pemerintah juga rakyatnya. Masing-masing harus memiliki kesadaran untuk berubah, bukan hanya menuntut pemerintah untuk melakukan perbaikan tetapi masyarakat juga harus berubah demi membangun Indonesia ke arah yang lebih baik.

3.                  Kesimpulan
Apa yang telah dicapai bangsa Indonesia pasca Reformasi 1998 memang belum sepenuhnya berhasil, masih banyak pekerjaan rumah yang menanti untuk diselesaikan. Untuk membangun daya saing yang pertama harus dilakukan adalah melakukan perbaikan masalah-masalah di dalam negeri dahulu, seperti masalah korupsi, penegakan hukum, kesenjangan antara pusat dan daerah, konflik, dan lain sebagainya. Selain itu peningkatan mutu pendidikan juga sangat penting. Dan yang paling esensial dari semua itu adalah perlunya figur pemimpin yang dapat mengarahkan Indonesia ke arah yang lebih baik. Selain itu perlunya reformasi budaya juga sangat penting dalam rangka membangun Indonesia menjadi lebih baik. Para elite masih banyak yang bermental buruk, begitupun masyarakatnya. Untuk itu sangat perlu partisipasi dan kerja keras antara dua belah pihak, yaitu pemerintah dan rakyat agar tercapai kesejahteraan, kemakmuran, dan kemajuan bagi bangsa Indonesia.   


DAFTAR PUSTAKA


Alfian. 1990. Masalah dan Prospek Pembangunan Politik Indonesia. Jakarta: PT Gramedia

MacAndrews, Colin. Amal, Ichsanul. (Ed.). 1995. Hubungan Pusat dan Daerah Dalam Pembangunan. Jakarta: PT Raja Grafindo

Pangestu, Mari. Setiati, Ira. (Ed.). 1997. Mencari Paradigma Baru Pembangunan Indonesia. Jakarta: Centre for Strategic and International Studies (CSIS) 

Kompas, 21 Mei 2012. “Agenda Reformasi 1998 Dikhianati: Praktik Korupsi, Kolusi Nepotisme Tetap Marak”. Hal 1

Kompas, 22 Mei 2012. “Tata Ulang Demokrasi Modal Indonesia Jadi Bangsa Besar Tersedia”. Hal. 5

Kompas, 22 Mei 2012. “Kekuatan Lama Bercokol, Tidak Ada Pemimpin Kredibel yang Mengawal Reformasi”. Hal 1

Kompas, 22 Mei 2012. “Politikus dan Aparat Korup yang Kita Dapati”. Hal 5

Kompas, 23 Mei 2012. “Agenda Antikorupsi Terbangun: Transisi Demokratis Terlalu Lama”. Hal 1

Kompas, 23 Mei 2012. “14 Tahun Reformasi: Kebebasan Tanpa Saling Mendengarkan”. Hal 4

Kompas, 23 Mei 2012. “Pemenuhan HAM Diujung Tanduk.” Hal 4.  




[1] Kompas, 21 Mei 2012. “Agenda Reformasi 1998 Dikhianati: Praktik Korupsi, Kolusi Nepotisme Tetap Marak”. Hal 1

[2] Kompas, 23 Mei 2012. “Agenda Antikorupsi Terbangun: Transisi Demokratis Terlalu Lama”. Hal 1


[3] Kompas, 22 Mei 2012. “Kekuatan Lama Bercokol, Tidak Ada Pemimpin Kredibel yang Mengawal Reformasi”. Hal 1

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Share on :