Jumat, 16 Maret 2012

SYARI’AH (IBADAH DAN MUAMALAH)



1.1 Pengertian Syariah
            Pengertian syariah secara etimologi (asal kata) berarti sumber air atau jalan yang lurus. Sedangkan secara terminologi, syariah adalah kumpulan norma Illahi yang mengatur hubungan antara manusia dengan Tuhan, hubungan manusia dengan sesama manusia, juga hubungan manusia dengan alam, dan norma-norma ini sudah pasti benar dan lurus[1].
            Dari dua pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa pengertian syariah Islam adalah tata cara pengaturan tentang perilaku hidup manusia untuk mencapai keridhaan Allah SWT[2]. Hal ini sesuai dengan firman Allah dalam QS. Al Jatsiyah ayat 18:
Artinya : “Kemudian Kami jadikan kamu berada di atas suatu syariat untuk urusan (agama yang benar). Maka ikutilah syariat itu dan janganlah kamu ikuti hawa nafsu orang-orang yang tidak mengetahui.”  
            Secara umum syariah terbagi menjadi dua hal yaitu ibadah khusus atau ibadah mahdlah, dan ibadah dalam arti umum atau muamalah. Ibadah khusus atau ibadah mahdlah adalah ibadah yang telah dicontohkan secara langsung oleh Nabi Muhammad SAW, seperti shalat, puasa, dan haji. Maka dari itu umat muslim harus mengikuti ketentuan-ketentuan yang telah diperintahkan Allah dan diajarkan oleh Nabi Muhammad tanpa boleh melakukan perubahan-perubahan terhadap ketentuan tersebut. Hal-hal di luar ketentuan tersebut tidak sah atau batal dan lebih dikenal dengan istilah bid’ah.
            Sedangkan Ibadah umum atau muamalah adalah ibadah yang pelaksanaannya tidak seluruhnya dicontohkan oleh Nabi Muhammad SAW namun hanya berupa prinsip-prinsip dasar dan pengembangannya diserahkan pada kemampuan dan daya jangkau pikiran umat Islam sendiri. Contoh dari muamalah misalnya, aturan-aturan keperdataan seperti hal-hal yang menyangkut perdagangan, ekonomi, perbankan, pernikahan, hutang piutang, atau pun juga aturan-aturan dalam bidang pidana dan tata negara.

      Secara harfiah dalam bahasa Arab, fiqih adalah pemahaman yang mendalam tentang suatu hal. Sedangkan arti fiqih secara istilah adalah suatu ilmu yang mendalami hukum Islam yang diperoleh melalui Al-Quran dan hukum sunnah. Fiqih juga merupakan ilmu yang membahas hukum syari’ah dan hubungannya dengan kehidupan manusia sehari-hari.     
      Dari pengertian tadi dapat dipahami bahwa ilmu fiqih merupakan salah satu bidang ilmu dalam syari’ah Islam yang secara khusus membahas berbagai permasalahan hukum dalam kehidupan manusia, baik hubungan antara manusia dengan sesama manusia, juga hubungan manusia dengan Allah. Ilmu fiqih juga dapat disebut qanun atau undang-undang.
      Hal ini dijelaskan pada QS At-Taubah ayat 123:
Artinya: “Maka apakah tidak lebih baik dari tiap-tiap kelompok segolongan manusia untuk ber “tafaqquh” (memahami fiqih) dalam urusan agama dan untuk memberi peringatan kaumnya bila mereka kembali; mudah-mudahan kaumnya dapat berhati-hati (menjaga batas perintah dan larangan Allah).”

                        Syari'ah memiliki pengertian yang amat luas. Tetapi dalam konteks hukum Islam, makna syari'ah adalah aturan yang bersumber dari nash yang qat'i sedangkan fiqih adalah aturan hukum Islam yang bersumber dari nash yang zanni[3]. Penjelasan singkat ini membawa kita harus memahami apa yang disebut qat'i dan apa pula yang disebut zanni.
2.1 Nash Qat'i
                        Qat'i itu terbagi dua: dari sudut datangnya atau keberadaannya dan dari sudut lafaznya. Semua ayat al-Qur'an itu merupakan qat'i al-tsubut. Artinya, dari segi "datangnya" ayat Qur'an itu bersifat pasti dan tidak mengalami perubahan. Tetapi, tidak semua ayat Qur'an itu mengandung qat'i al-dilalah. Qat'i al-dilalah adalah ayat yang lafaznya tidak mengandung kemungkinan untuk dilakukan penafsiran lain. Jadi, pada ayat yang berdimensi qat'i al-dilalah tidaklah mungkin diberlakukan penafsiran dan ijtihad, sehingga pada titik ini tidak mungkin ada perbedaan pendapat ulama.
            Sebagai contoh: Kewajiban shalat tidaklah dapat disangkal lagi. Dalilnya bersifat Qat'i, yaitu "aqimush shalat". Tidak ada ijtihad dalam kasus ini sehingga semua ulama dari semua mazhab sepakat akan kewajiban shalat.
                        Begitu pula halnya dengan hadis. Hadis mutawatir mengandung sifat qat'i al-wurud (qat'i dari segi keberadaannya). Tetapi, tidak semua hadis itu qat'i al-wurud (hanya yang mutawatir saja) dan juga tidak semua hadis mutawatir itu bersifat qat'i al-dilalah. Jadi, kalau dibuat bagan sbb:
·                     Qat'i al-tsubut atau qat'i al-wurud: semua ayat Al-Qur'an dan Hadis mutawatir
·                     Qat'i al-dilalah: tidak semua ayat al-Qur'an dan tidak semua hadis mutawatir
2.2 Nash Zanni
                        Zanni juga terbagi dua: dari sudut datangnya dan dari sudut lafaznya. Ayat Qur'an mengandung sejumlah ayat yang lafaznya membuka peluang adanya beragam penafsiran. Ini yang dinamakan zanni al-dilalah.
                        Selain hadis mutawatir, hadis lainnya bersifat zanni al-wurud. Ini menunjukkan boleh jadi ada satu ulama yang memandang shahih satu hadis, tetapi ulama lain tidak memandang hadis itu shahih. Ini wajar saja terjadi, karena sifatnya adalah zanni al-wurud. Hadis yang zanni al-wurud itu juga ternyata banyak yang mengandung lafaz zanni al-dilalah. Jadi, sudah terbuka diperselisihkan dari sudut keberadaannya, juga terbuka peluang untuk beragam pendapat dalam menafsirkan lafaz hadis itu.

·                     zanni al-wurud : selain hadis mutawatir
·                     zanni al-dilalah : lafaz dalam hadis mutawatir dan lafaz hadis yang lain (masyhur, ahad)
            Sebagai contoh perbedaan syariah dengan fiqih misalnya kewajiban puasa Ramadhan. Puasa Ramadhan merupakan syari’ah dan nashnya qat'i, sedangkan waktu kapan mulai puasa dan kapan akhir Ramadhan  adalah fiqih dan nashnya zanni.
            Tujuan utama yang hendak dicapai dari mempelajari syari’ah adalah untuk mengetahui hukum syara’ (syariah) berkaitan dengan perbuatan manusia yang mukallaf (yang dibebani hukum) sehingga akan diperoleh ketentuan apakah suatu perbuatan itu dikehendaki, dibolehkan, atau dilarang, atau bagaimana suatu perbuatan itu dianggap sah atau tidak [4]. Setelah memahami tentang hukum syariah diharapkan nantinya umat Islam akan mengamalkan syariah Islam dalam kehidupan sehari-harinya dengan baik sehingga memperoleh kesejahteraan, kedamaian, ketenangan, dan kebahagiaan hidup baik di dunia maupun di akhirat kelak.

            Tujuan syariah erat kaitannya dengan tujuan agama Islam itu sendiri yang ingin mewujudkan kedamaian, kesejahteraan, dan kebahagiaan bagi manusia, baik di dunia maupun di akhirat. Secara khusus, setidaknya ada lima tujuan dari syariah[5], yaitu sebagai berikut:
1.      Memelihara agama (hifzhud din)
      Salah satu bentuk tanda syukur yang harus kita lakukan adalah berusaha semaksimal mungkin untuk menjadi muslim sejati dengan mamahami dan mengamalkan syariah Islam. Dalam konteks memelihara agama, para Rasul diutus oleh Allah swt  dan kita sekarang berkewajiban melanjutkan tugas Rasul itu dengan cara mengamalkan syariah Islam, apapun kendala dan tantangan yang akan kita hadapi
2.      Memelihara jiwa (hifzhun nafsi)
      Memperoleh kesempatan hidup merupakan karunia yang besar bagi kita, karenanya kesempatan yang amat berharga ini harus kita gunakan untuk selalu mengabdi kepada Allah swt. Dalam  konteks inilah, hak hidup seseorang menjadi hak yang paling asasi sehinga harus dijaga dan dipelihara. Disinilah sebabnya mengapa Islam amat melarang kita untuk menghilangkan nyawa orang lain tanpa alasan yang bisa dibenarkan sehingga biloa ini dilakukan dosanya amat besar seperti dosa membunuh semua manusia.
3.      Memelihara akal (hifzhul aqli)
      Memiliki akal yang sehat dan cerdas merupakan sesuatu yang amat penting, karena dari akal yang sehat itulah akan lahir pemikiran yang cemerlang dan manusia bisa bersikap dan berprilaku yang baik. Karena itu akal harus dipelihara dan jangan dirusak dengan hal-hal yang memabukkan hingga hilang daya pikirnya serta dengan hal-hal yang tidak rasional, semua ini menjadi perkara yang menjauhkan kita dari keberuntungan di dunia dan akhirat.
4.      Memelihara kehormatan (hifzhud ardh)
      Manusia dicipta oleh Allah swt sebagai makhluk yang mulia dan terhormat, karenanya syariat Islam amat menekankan kepada manusia untuk menjaga kehormatannya agar tidak jatuh dan amat rendah melebihi rendahnya martabat binatang. Salah satu yang membuat martabat manusia bisa amat rendah adalah dalam kaitan hubungan lelaki dan wanita, karenanya Islam  mensyariatkanlah kepada manusia untuk menikah agar hubungan seksual yang dilakukannya membuatnya menjadi mulia, bukan malah menjadi hina.
5.      Memelihara harta (hifzhul mal)  
      Setiap orang pasti memiliki banyak kebutuhan mulai dari makan, minum, berpakaian, bertempat tinggal, pengembangan diri, kendaraan dan sebagainya. Berbagai kebutuhan itu harus dapat dipenuhi dengan harta yang dimiliki, karenanya kebutuhan terhadap harta ada pada setiap orang sehingga mencarinya dengan cara yang halal menjadi suatu keharusan. Sesudah harta diperoleh, maka menjadi hak seseorang untuk memilikinya sehingga syariat Islam menekankan pemeliharaan terhadap harta dan amat tidak dibenarkan bagi orang lain untuk mencurinya. Pemeliharaan terhadap harta juga harus ditunjukkan dalam bentuk membelanjakan atau menggunakannya untuk segala kebaikan, sebab bila tidak hal itu termasuk dalam kategori tabzir atau boros, yakni menggunakan harta untuk sesuatu yang tidak benar menurut Allah SWT dan Rasul-Nya, karena pemborosan merupakan kebiasaan syaitan yang sangat merugikan manusia, harta akan cepat habis sementara kebiasaan berlebihan menjadi sangat sulit untuk ditinggalkan meskipun dia tidak memiliki harta yang cukup, karenanya sikap ini harus dijauhi.

Terdapat empat hal yang menjadi dasar penetapan hukum syariah[6], yaitu :
1.      Tidak Memberatkan dan Tidak Banyaknya Beban
      Dalam menetapkan syariah, selalu diusahakan aturan-aturan tersebut tidak memberatkan manusia dalam menjalankannya dan mudah untuk dilaksanakan. Contohnya adalah perintah wajib berpuasa. Allah hanya mewajibkan kita berpuasa tiga puluh hari dalam setahun karena apabila lebih dari itu pasti akan memberatkan. Selain itu bagi mereka yang tidak sanggup berpuasa karena suatu hal seperti sakit atau bepergian jauh dapat membatalkan puasanya dan menggantinya di hari lain. Contoh lainnya adalah bagi orang yang tidak sanggup shalat dengan berdiri diperbolehkan shalat dengan duduk. Ini merupakan bukti bahwa syariah tidak semakin memberatkan umat Muslim.
2.      Berangsur-angsur dalam Penentuan Hukum
      Tiap masyarakat pasti memiliki adat istiadat yang berlaku di daerahnya, baik yang bersifat positif maupun negatif. Pada awal mula turunnya Islam masyarakat Arab juga memiliki berbagai kebiasaan yang sukar dihilangkan, apabila dihilangkan sekaligus tentu akan mengalami banyak kendala.
      Karena faktor kebiasaan yang sudah berlangsung lama dan sulit diubah tersebut Al-Quran tidak diturunkan sekaligus, melainkan ayat demi ayat dan surat demi surat, terkadang ayat turun sesuai peristiwa yang terjadi saat itu. Cara seperti ini dilakukan agar mereka dapat bersiap-siap meninggalkan ketentuan lama dan menerima hukum baru.
      Contohnya adalah kebiasaan minum minuman keras dan berjudi yang banyak dilakukan oleh masyarakat Arab pada masa itu. Kemudian turunlah ayat untuk memperingatkan keburukan dari minuman keras dan judi sebagai berikut:
Artinya: Mereka bertanya kepadamu tentang khamar  dan judi. Katakanlah: "Pada keduanya terdapat dosa yang besar dan beberapa manfaat bagi manusia, tetapi dosa keduanya lebih besar dari manfa'atnya". Dan mereka bertanya kepadamu apa yang mereka nafkahkan. Katakanlah: " Yang lebih dari keperluan." Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu supaya kamu berfikir.”
      Kemudian setelah mereka bisa menerima pertimbangan untung rugi minuman keras dan judi, turun lagi firman Allah untuk melarang minuman keras dan judi dalam QS Al Maidah ayat 90:
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya (meminum) khamar, berjudi, (berkorban untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah], adalah termasuk perbuatan syaitan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan.”
3.      Sejalan dengan Kebaikan Orang Banyak
      Ketentuan-ketentuan dalam hukum Islam diusahakan agar sesuai dengan kepentingan-kepentingan yang baik bagi pemeluknya. Oleh karena itu tidak mengherankan jika pada suatu waktu aturan-aturan hukum yang ada dibatalkan apabila keadaan menghendaki. Selama kepentingan orang banyak menjadi pedoman dalam pembatalan hukum tersebut maka boleh jadi hukum yang baru menjadi lebih berat atau lebih ringan dari sebelumnya. Namun pembatalan hukum ini hanya dilakukan pada masa Rasul. Sesudah Rasul wafat dan ketentuan hukum Islam sudah lengkap tidak ada lagi pembatalan hukum.
      Contoh untuk kasus ini adalah ketika ketika qiblat shalat masih mengarah pada Baitul Maqdis di Palestina kemudian dibatalkan dengan mengarah pada Ka’bah di Mekkah, seperti dalam firman Allah QS. Al Baqarah ayat 144 :
Artinya: “Kami kadang-kadang melihat pulang baliknya muka engkau ke arah langit. Maka benar-benar kami akan memberikan kepadamu suatu qiblat yang engkau sukai. Maka arahkan muka engkau ke arah Masjidil Haram.”
4.      Dasar Persamaan dan Keadilan
      Bagi syariah Islam semua orang dipandang sama dengan tidak ada kelebihan di antara mereka satu sama lain. Semua berkedudukan sama di mata Allah SWT. Kedudukan yang sama tersebut diperintahkan Al-Quran dalam QS Al-Maidah ayat 8.
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman hendaklah kamu jadi orang-orang yang selalu menegakkan (kebenaran) karena Allah, menjadi saksi dengan adil. Dan janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap sesuatu kaum, mendorong kamu untuk berlaku tidak adil. Berlaku adillah, karena adil itu lebih dekat kepada takwa. Dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan”
Ibadah berasal dari kata ‘abd yang artinya abdi, hamba, budak, atau pelayan. Jadi ibadah berarti, pengabdian, penghambaan, pembudakan, ketaatan, atau merendahkan diri. Ibadah secara bahasa (etimologi) berarti merendahkan diri serta tunduk. Ibadah dapat juga diartikan sebagai peraturan-peraturan yang mengatur hubungan langsung (ritual) antara manusia dengan Allah Swt. Selain itu juga terdapat berbagai definisi ibadah lainnya, yaitu:
(1)   Ibadah adalah taat kepada Allah dengan melaksanakan perintah-Nya melalui tutunan atau contoh dari para Rasul-Nya.
(2)   Ibadah adalah merendahkan diri kepada Allah Swt, yaitu rasa tunduk dan patuh yang paling tinggi disertai dengan rasa mahabbah (kecintaan) yang paling tinggi.
6.2 Pembagian Ibadah
Ada begitu banyak buku, artikel, dan karya yang membahas tentang pembagian ibadah. Yaitu:
(1)   Ibadah Hati
Ibadah ini ibadah qalbiyah (yang berkaitan dengan hati) berupa rasa khauf (takut), raja’ (mengharap), mahabbah (cinta), tawakkal (ketergantungan), raghbah (senang), dan rahbah (takut).
(2)   Ibadah Lisan dan Hati
Ibadah ini adalah ibadah lisaniyah qalbiyah (lisan dan hati) berupa tasbih, tahlil, takbir, tahmid dan syukur.
(3)   Ibadah Badan (Fisik) dan Hati
Ibadah ini adalah ibadah badaniyah qalbiyah (fisik dan hati) berupa shalat, zakat, haji, dan jihad adalah ibadah badaniyah qalbiyah (fisik dan hati).

            Ada juga yang membagi ibadah menjadi:[8]
1)      Ibadah Mahdlah. Semua perbuatan ibadah yang pelaksanaannya diatur dengan ketentuan yang telah ditetapkan dalam Al-Quran dan sunnah. Contoh, salat harus mengikuti petunjuk Rasulullah saw dan tidak dibenarkan untuk menambah atau menguranginya, begitu juga puasa, haji dan yang lainnya. Ibadah mahdlah ini dilakukan hanya berhubungan dengan Allah  saja (hubungan ke atas/ Hablum Minallah), dan bertujuan untuk mendekatkan diri (taqarrub) kepada Allah Swt. Ibadah ini hanya dilaksanakan dengan jasmani dan rohani saja, karenanya disebut ‘ibadah badaniyah ruhiyah.
2)      Ibadah Ghairu Mahdlah, yaitu ibadah yang tidak hanya sekedar menyangkut hubungan dengan Allah, tetapi juga menyangkut hubungan sesama makhluk (Hablum Minallah Wa Hablum Minannas), atau di samping hubungan ke atas, juga ada hubungan sesama makhluk. Hubungan sesama makhluk ini tidak hanya sebatas pada hubungan sesama manusia, tetapi juga hubungan manusia dengan lingkungan alamnya (hewan dan tumbuhan).
3)      Ibadah Dzil-Wajhain, yaitu ibadah yang memiliki dua sifat sekaligus, yaitu ibadah mahdlah dan ibadah ghairu mahdlah, seperti nikah.
Dalam melakukan ibadah tidak ada suatu bentuk ibadah yang disyari’atkan kecuali berdasarkan Al-Qur-an dan As-Sunnah. Agar dapat diterima, ibadah disyaratkan harus benar. Dan ibadah itu tidak bisa dikatakan benar kecuali dengan adanya dua syarat:
(1)   Ikhlas karena Allah semata
Syarat yang pertama merupakan konsekuensi dari syahadat laa ilaaha illallaah, karena ia mengharuskan ikhlas beribadah hanya kepada Allah dan jauh dari syirik kepada-Nya. Melakukan ibadah dengan ikhlas dan menjalankannya dengan sepenuh hati, bukan karena / untuk dilihat orang atau dipuji orang
(2)   Ittiba’, sesuai dengan tuntunan Rasulullah Saw.
Syarat kedua adalah konsekuensi dari syahadat Muhammad Rasulullah, karena ia menuntut wajib-nya taat kepada Rasul, mengikuti syari’atnya dan meninggal-kan bid’ah atau ibadah-ibadah yang diada-adakan. Rasulullah merupakan utusan-Nya yang menyampaikan ajaran-Nya. Maka kita wajib membenarkan dan mempercayai beritanya serta mentaati perintahnya.
7.2     Rukun Ibadah Dalam Islam[10]
Rukun-rukun ibadah menurut manhaj (jalan) Ahlus Sunnah wal Jama’ah terdiri dari  tiga hal. Yaitu:
1.      Cinta ( Al-Hubb )
Cinta adalah rukun ibadah yang terpenting, karena cinta adalah pokok ibadah. Arti cinta disini tidak  hanya terbatas hanya pada hubungan kasih antara dua insan semata, akan tetapi lebih luas dan dalam. Kecintaan yang paling tinggi dan mulia di dalam kehidupan kita ini adalah rasa kecintaan kita kepada Allah Swt. Dimana jika seorang umat mencintai Allah (tuhannya), maka dia akan melakukan dan menjalankan semua yang diperintahkan-Nya dan menjauhi semua yang dilarang oleh-Nya.
2.      Takut ( Al-Khouf )
Rukun ibadah berikutnya adalah Rasa Takut. Dimana dengan adanya rasa takut, seorang hamba (umat) akan termotivasi untuk mencari ilmu dan beribadah kepada Allah Swt agar bebas dari murka dan adzab-Nya. Selain itu, rasa takut inilah yang juga dapat mencegah keinginan seseorang untuk berbuat maksiat dan perbuatan buruk lainnya.
Yang dimaksud Rasa Takut seorang muslim disini memang terdiri dari banyak hal. Namun yang utama ada dalam hati seorang muslim adalah rasa takut akan pedihnya sakaratul maut, rasa takut akan adzab kubur, rasa takut terhadap siksa neraka, rasa takut akan mati dalam keadaan yang buruk, rasa takut akan hilangnya iman dan lain sebagainya.
3.      Harap ( Ar-Roja’ )
Rukun Ibadah yang berikutnya adalah Harap. Yang dimaksud dari harap disini adalah (rasa) Harapan yang kuat atas rahmat dan balasan berupa pahala dari Allah Swt.



Mustafa Ahmad al-Zarqa, seorang ahli ilmu fikih menyebutkan beberapa sifat yang menjadi ciri-ciri ‘ibadah yang benar adalah:
1.        Bebas dari perantara. Dalam beribadah kepada Allah Swt, seorang muslim tidak memerlukan perantara, akan tetapi harus langsung kepada Allah.
2.        Tidak terikat kepada tempat-tempat khusus. Secara umum ajaran Islam tidak mengharuskan penganutnya untuk melakukan ‘ibadah pada tempat-tempat khusus, kecuali ‘ibadah haji. Islam memandang setiap tempat cukup suci sebagai tempat ‘ibadah.
3.        Tidak memberatkan dan tidak menyulitkan, sebab Allah Subhanahu wa ta’ala senantiasa menghendaki kemudahan bagi hamba-Nya dan tidak menghendaki kesulitan.

PERTANYAAN DAN JAWABAN DISKUSI

1.      Winda Arta Rina (110910101009)
Pertanyaan      : Dalam konteks apakah fiqih bisa berubah?
Jawaban          :  Yang bisa berubah adalah tata cara peribadatannya. Hal ini terjadi karena sumber fiqih adalah nash yang zanni, atau ayat Al-Quran dan hadist yang multitafsir sehingga penerapannya bisa berbeda-beda. Contohnya dalam penetapan awal dan akhir puasa bisa berbeda-beda.
2.      Saqira Yunda I. (110910101011)
Pertanyaan      : Bagaimanakah hubungan syariah dengan fiqih?
Jawaban          : Syariah dan fiqih mempunyai hubungan yang sangat erat. Syariah memuat berbagai macam hukum mengenai perbuatan yang diperintahkan dan dilarang, sedangkan fiqih merupakan ilmu yang mempelajari lebih dalam hukum-hukum tersebut dengan hubungannya dengan kehidupan manusia.
3.      Putri Larasati (110910101041)
Pertanyaan      : Fiqih disebut juga sebagai ‘qanun’, apakah fiqih dapat disebut sebagai undang-undang dasar?
Jawaban          : Fiqih merupakan hukum-hukum yang mengatur dan menjelaskan tata cara ibadah secara detil. Kalau diibaratkan, syariah merupakan undang-undang dasar, sedangkan fiqih merupakan undang-undang yang mengatur secara lebih terperinci.
4.      Ivan Dwiki R (110910101020)
Pertanyaan      : Kenapa mazhab dalam fiqih itu bisa berbeda-beda?
Jawaban          : Hal ini terjadi karena sumber hukum yang digunakan fiqih adalah nash yang zanni, atau ayat Al-Quran dan hadist yang memiliki berbagai macam penafsiran dalam pengaplikasiannya dalam kehidupan.
5.      M. Dedy Cahyo S. (110910101031)
Pertanyaan      : Hukum pada masa Arab jahiliyah itu secara tertulis atau lisan?
Jawaban          :  Pada masa Arab jahiliyah itu perbuatan berjudi dan minum-minuman keras merupakan tradisi sehingga tidak ada hukum yang mengatur tentang itu. Kemudian sejak datangnya Islam muncul larangan berjudi dan minum-minuman keras yang termuat di dalam Al-Quran, berarti hukum tersebut tertulis.
6.      Robi Kristanto (081710101065)
Pertanyaan      : Ruang lingkup syariah itu seperti apa?
Jawaban          : Ruang lingkup syariah adalah segala aspek kehidupan manusia, yaitu hubungan manusia dengan Allah, sesama manusia, dan lingkungannya.
7.      Citra Dyah Kumala Y. (110910101024)
Pertanyaan      : Salah satu dasar penetapan syariah adalah berdasarkan keadilan, tapi kenapa ada orang yang melaksanakan sholat dan ada yang tidak?
Jawaban          : Perintah sholat tetap berlaku pada setiap muslim, namun pilihan untuk menjalankan perintah tersebut tetap kembali pada setiap individu yang melakukan dan tetap ada sanksinya di dunia maupun akhirat.
8.      Dewi Shinta W. (110910101030)
Pertanyaan      : Kenapa sholat jumat itu hanya wajib bagi laki-laki, tapi sunnah bagi perempuan?
Jawaban          : Menurut kelompok kami, syariah memang berlaku untuk seluruh umat muslim tanpa memandang perbedaan. Namun, ibadah yang dilakukan antara pria dan wanita memiliki aturan-aturan tersendiri yang tidak bisa disamakan dan hak dan kewajibannya antara pria dan wanita memang berbeda.
9.      Deta Malatasya A. (110910101001)
Pertanyaan      : Dalam ibadah hati disebutkan terdapat ibadah berupa rasa takut. Rasa takut seperti apa yang dimaksud?
Jawaban          : Rasa takut yang dimaksud di sini adalah rasa takut kepada Allah karena mengingat akan siksa dari Allah apabila melakukan hal-hal yang dilarang, sehingga orang tersebut mau meninggalkan perbuatan yang dilarang tadi.
10.  Enggar Devita A. (110910101038)
Pertanyaan      : apakah perbedaan antara al-khouf dengan rahbah?
Jawaban          : Al-khouf artinya takut kepada Allah, sedangkan rahbah artinya ancaman dari Allah agar tidak melakukan perbuatan yang dilarang.
11.  Gita Mandala Putri Susilo (110910101021)
Pertanyaan      : Dalam pembagian ibadah, terdapat ibadah dengan menggunakan badan dan hati. Contohnya adalah sholat, zakatt, dan jihad. Jihad seperti apakah yang dimaksud? Bagaimanakah dengan aksi terorisme yang mengatasnamakan jihad?
Jawaban          : Jihad itu artinya melakukan suatu perbuatan secara sungguh-sungguh dan memiliki ketetapan hati yang kuat. Para teroris itu memang sudah memiliki ketetapan hati yang kuat dan merasa bahwa yang mereka lakukan itu benar, walaupun sebenarnya Islam tidak membenarkan hal tersebut. Namun pemikiran mereka itu yang mereka lakukan benar dan sulit untuk dirubah. Salah satu contoh jihad yang benar adalah dalam hal menuntut ilmu. Dengan ketetapan hati yang kuat, pasti kita dapat melalui semua cobaan dalam proses menuntut ilmu itu,  dan jalan kita akan dimudahkan oleh Allah.
12.  Naomi Raisa KD (110910101025)
Pertanyaan      : Dalam ibadah mahdlah dikatakan ibadah itu harus mengikuti tata cara yang ditentukan oleh Nabi Muhammad SAW. Namun kenapa ada gerakan yang berbeda-beda saat sholat? Lalu yang manakah yang benar?
Jawaban          : Gerakan-gerakan sholat yang bermacam-macam itu benar, karena merupakan bagian dari fiqih yang boleh berbeda-beda.
13.  Ekananda Novianta N (110910301041)
Pertanyaan      : Bagaimanakah sholat bisa menghindarkan kita dari perbuatan mungkar?
Jawaban          : Salah satu rukun beribadah yaitu adanya rasa takut terhadap Allah. Jadi ketika kita sudah menjalankan sholat secara benar, pasti dengan sendirinya hati kita akan merasa tunduk dan takut kepada ancaman dari Allah sehingga menghindari perbuatan yang dilarang itu.
14.  Rofi Ramadhani (091710201040)
Pertanyaan      : salah satu syarat ibadah terdapat ittiba’ yaitu mengikuti tata cara yang dicontohkan oleh Rasulullah. Namun di masyarakat terdapat tradisi tahlilan untuk orang meninggal yang menurut sebagian orang adalah bid’ah. Bagaimana hukum tahlilan sebenarnya?
Jawaban          : Tradisi tahlilan merupakan kebudayaan yang ada di Jawa pada masa lampau dan kemudian Islam datang dan terjadilah akulturasi budaya antara Jawa dan Islam. Tradisi tahlilan tidak merupakan bid’ah karena tahlilan sendiri mempunyai tujuan yang baik, yaitu mendoakan orang yang sudah meninggal dan hal itu tidak menyimpang dari ajaran Islam.
15.  Arif Yanto (0971021037)
Pertanyaan      : Syarat ibadah adalah ikhlas kepada Allah, namun ibadah juga dilakukan dengan rasa takut. Bagaimana kita bisa beribadah dengan ikhlas bila ada rasa takut ?
Jawaban          : Menurut kelompok kami, rasa takut dan ikhlas merupakan satu kesatuan dalam menjalankan agama yang tidak dapat dipisahkan. Rasa takut erat hubungannya dengan mencegah perbuatan keji dan mungkar karena takut akan siksa Allah, sedangkan dalam beribadah kita tetap harus ikhlas menjalankan karena Allah semata. 
16.  Siti Rozalia A. (110910101017)
Pertanyaan      : Salah satu ciri dan sifat dari ibadah adalah bebas dari perantara. Namun dalam ibadah haji seseorang bisa dihajikan/ diwakili oleh orang lain. Bagaimana menurut anda?
Jawaban          : Menurut kelompok kami, ibadah haji memang boleh diwakilkan apabila orang tersebut sudah meninggal, hal ini diperbolehkan karena  Islam  selalu memberikan kemudahan bagi umatnya untuk menjalankan ibadah. Namun orang yang mewakilkan ibadah haji tersebut sudah harus melaksanakan haji bagi dirinya sendiri, kemudian ia boleh berhaji lagi dan mendedikasikan pahala ibadahnya itu untuk orang lain yang sudah berniat melaksanakan ibadah haji namun ternyata meninggal dunia dan ibadahnya tidak sempat terlaksana.
17.  Diapermata Singgih (110910101016)
Pertanyaan      : Ada sebuah kasus seseorang yang harus bekerja dari pagi sampai malam sehingga terpaksa meninggalkan sholat. Jika ia melakukan sholat ia bisa dipecat oleh perusahaannya. Bagaimana menurut anda, jika orang itu sholat ia bisa dipecat, sedangkan ia juga harus beribadah?
Jawaban          : Menurut kelompok kami, ancaman dari perusahaan tersebut merupakan cobaan bagi manusia yang menjalankan ibadah. Sebaiknya orang tersebut tetap menjalani ibadahnya karena Allah pasti akan memberikan kemudahan untuk melalui cobaan tersebut.

KESIMPULAN :
Syariah adalah hukum yang mengatur seluruh aspek kehidupan manusia, sedangkan fiqih merupakan ilmu yang memperdalam tentang hukum syariah, yaitu tentang tata cara ibadah secara lebih detil. Karena itulah syariah dan fiqih memiliki hubungan yang sangat erat. Dalam menjalani ibadah haruslah dilandasi oleh perasaan ikhlas, cinta, takut, dan harap pada Allah semata dan sesuai tuntunan Rasullullah. Dengan begitu diharapkan kita dapat memperoleh kesejahteraan, kedamaian, ketentraman, dan kebahagiaan, baik di dunia maupun diakhirat kelak.  



Abu Ahmadi, N. S. (2008). Dasar-Dasar Pendidikan Agama Islam Untuk Perguruan Tinggi. Jakarta: Bumi Aksara.
Hanafi, A. (1970). Pengantar dan Sejarah Hukum Islam . Jakarta: Bulan Bintang.
Ibrahim, M. (1996). Pendidikan Agama Islam Untuk Mahasiswa . Jakarta: Gramedia.







[1] Ibrahim, Muslim. 1996. Pendidikan Agama Islam Untuk Mahasiswa. Hlm 15
[2] Abu Ahmadi. Noor Salimi. 2008. Dasar-Dasar Pendidikan Agama Islam Untuk Perguruan Tinggi. Hlm 237
[3] Mukni’ah. 2011. Materi Pendidikan Agama Islam Untuk Perguruan Tinggi Umum. Hal. 96-98
[4] Ibid. Hal. 98
[5] Ahmad Yani. 2011. Tujuan Syariat. www.nuansaislam.com
[6] Ahmad Hanafi. 1970. Pengantar dan Sejarah Hukum Islam. Hlm 26-35
[8] http://dedykusnaedi.wordpress.com/2009/12/05/ibadah/
[10] http://muslim.or.id/aqidah/cinta-takut-harap-kepada-allah.html
[11] http://dedykusnaedi.wordpress.com/2009/12/05/ibadah/

7 komentar:


  1. Saya hanya mau tanya

    Hal ini dijelaskan pada QS At-Taubah ayat 123:

    Maka apakah tidak lebih baik dari tiap-tiap kelompok segolongan manusia untuk ber “tafaqquh” (memahami fiqih) dalam urusan agama dan untuk memberi peringatan kaumnya bila mereka kembali; mudah-mudahan kaumnya dapat berhati-hati (menjaga batas perintah dan larangan Allah).”


    Apakah artinya spt dalam artikel diatas ?

    BalasHapus
    Balasan
    1. @anonim: sebenarnya ilmu agama saya tentang syariah dan fiqih blm terlalu dalam, namun saya mencoba menjawab dan mohon koreksinya. menurut saya bertafaqquh dapat dipahami seperti artikel yg telah saya buat karena sesuai dengan definisi fiqih yaitu pemahaman yang mendalam tentang suatu hal. Sedangkan arti fiqih secara istilah adalah suatu ilmu yang mendalami hukum Islam yang diperoleh melalui Al-Quran dan hukum sunnah. Fiqih juga merupakan ilmu yang membahas hukum syari’ah dan hubungannya dengan kehidupan manusia sehari-hari. Dari pengertian tadi dapat dipahami bahwa ilmu fiqih merupakan salah satu bidang ilmu dalam syari’ah Islam yang secara khusus membahas berbagai permasalahan hukum dalam kehidupan manusia, baik hubungan antara manusia dengan sesama manusia, juga hubungan manusia dengan Allah. dengan demikian sebagai umat muslim kita wajib memahami fiqih (bertafaqquh)

      Hapus
  2. assalamulaikum wr. wb. Terima kasih tulisan ini sangat membantu saya dalam penyelsain tugas, mengenai syariah. Namun saya ingin bertanya, bagaimana menurut penulis tentang wisata syariah? Apa yang dimaksud dengan wisata syariah tersebut? Terimakasih wassalam

    BalasHapus
    Balasan
    1. walaikumsalam... senang bisa membantu anda dengan artikel ini. setau saya wisata syariah merupakan suatu konsep layanan pariwisata dengan berbasis pada syariah islam, misalnya wisata religi, wisata kuliner halal, dll. jd layanan tersebut harus sesuai dengan syariah. hal ini tentu sangat menguntungkan bagi Indonesia karena bisa menjadi daerah tujuan wiata para turis asing yang muslim dan pemerintah indonesia mulai mengembangkan hal ini..

      Hapus
  3. arikelnya bagus , mohon ijin untk bahan referensi ya . moga Allah senantiasa memberikan rahmat serta keberkahan untuk bapak

    BalasHapus
  4. Apa perbedaan dari ibadah, syariah, dan muamalah

    BalasHapus
  5. assalamualaikum wr wb
    saya ingin bertanya, Syariáh Islam meliputi aspek ibadah, muámalat, Munakahat, jinayat dan siyasah. dan Coba deskripsikan gambaran pengamalan Umat Islam di Indonesia pada ke lima aspek syariáh di atas, Kemukakan pulan mana yang belum nampak dalam kehidupan umat Islam di Indonesia dan jelaskan alasannya.

    BalasHapus

Share on :