Kamis, 25 Oktober 2012

VISI DALAM MENGATASI MASALAH PENGELOLAAN SAMPAH DI INDONESIA


Salah satu permasalahan lingkungan yang paling dekat dengan kehidupan kita sehari-hari adalah masalah pengelolaan sampah. Permasalahan sampah kini telah berkembang menjadi salah satu masalah publik serius dan sangat penting untuk segera diselesaikan.
            Di Indonesia, produksi sampah yang besar baik dari penduduk maupun sampah dari industri tidak diimbangi dengan pengelolaan sampah yang baik. Sampah-sampah yang dihasilkan tersebut kebanyakan tidak dikelola dengan baik sehingga akibatnya sering kita temui tumpukan sampah yang menggunung di pinggir jalan, mengotori selokan atau saluran air, dan lebih banyak lagi yang mencemari sungai, juga menimbulkan penyakit.
            Sampah-sampah itulah yang menjadi salah satu penyebab terjadinya banjir di kota-kota besar karena menghambat saluran air yang ada sehingga air hujan yang seharusnya bisa ditampung meluap hingga menggenangi jalan raya, hampir di setiap hujan deras.
            Faktor-faktor yang menyebabkan buruknya pengelolaan sampah di Indonesia antara lain karena kurangnya kesadaran masyarakat untuk membuang sampah pada tempatnya. Masyarakat sudah sangat terbiasa membuang sampah-sampahnya ke sungai tanpa peduli bahwa itu akan menimbulkan polusi. Ketidakdisiplinan masyarakat dalam membuang sampah juga seing terjadi di mana saja, seperti di tempat umum atau di jalan raya, seolah-olah masyarakat tidak peduli bahwa perilakunya membuat lingkungan menjadi tidak sedap dipandang. Hal ini sangat berbeda dengan negara-negara lain yang masyarakatnya punya kesadaran tinggi tentang menjaga lingkungannya, sehingga tempat-tempat umum di sana selalu terlihat rapi dan bersih.
            Faktor lainnya adalah kurangnya fasilitas kebersihan yang seharusnya tersedia, misalnya di tempat-tempat umum ataupun di pinggir jalan. Hal ini kemudian menjadi alasan bagi masyarakat untuk membuang sampah sesuka hatinya karena tidak menemukan tempat sampah.
            Kemudian kurangnya peran pemerintah dalam menangani masalah ini juga menjadi salah satu faktor. Sebenarnya pemerintah sudah mempunya aturan tentang pengelolaan sampah, seperti UU No. 18 Tahun 2008 tentang pengelolaan sampah dan Permendagri No 33 Tahun 2010 tentang pengelolaan persampahan. Namun realita yang terjadi aturan-aturan ini tidak banyak merubah keadaan. Pencemaran sungai dan laut akibat sampah, sampah yang berserakan di tempat-tempat umum, dan lain sebagainya sepertinya tidak berkurang.
            Kemampuan Pemerintah dalam menangani sampah masih sangat terbatas. Secara Nasional, dari tahun 2000 sampai 2005, tingkat pelayanan baru mencapai 40 % dari volume sampah yang dihasilkan. Hal ini disebabkan karena jumlah penduduk yang tinggi  menyebabkan semakin tingginya volume sampah yang harus dikelola setiap hari sehingga bertambah sulit karena semakin besar beban yang harus ditangani.
            Sebenarnya masalah sampah adalah masalah semua negara yang ada di dunia, termasuk negara-negara maju. Namun negara-negara maju tersebut telah menemukan terobosan yang tepat dalam mengelola sampah dan masyarakatnya sudah mempunya kesadaran yang tinggi.
            Namun keberhasilan negara maju dalam mengelola sampahnya tidak terjadi begitu saja. Sampai dengan abad ke-17 penduduk Belanda ternyata juga melempar sampah di mana saja sesuka hati. Di abad berikutnya saat sampah mulai menimbulkan penyakit, pemerintah Belanda lalu menyediakan tempat-tempat pembuangan sampah. Di abad ke-19, sampah masih tetap dikumpulkan di tempat tertentu dengan petugas pemerintah daerah yang datang mengambilnya dari rumah-rumah penduduk. Di abad ke-20 sampah yang terkumpul tidak lagi dibiarkan tertimbun sampai membusuk, tapi dibakar. Kondisi pengelolaan sampah di Belanda saat itu kira-kira sama seperti di Indonesia saat ini.[1]
            Begitu juga dengan yang terjadi di Jepang. Sekitar 20 tahun lalu, orang Jepang belum melakukan pemilahan sampah. Di tahun 1960 dan 1970-an, kepedulian orang Jepang pada masalah pembuangan dan pengelolaan sampah masih rendah. Saat-saat itu, Jepang baru bangkit menjadi negara industri, sehingga masalah lingkungan hidup tidak terlalu mereka pedulikan. Akibat tumbuhnya industri tersebut terjadi banyak kasus polusi, pencemaran lingkungan, dan keracunan. Baru pada pertengahan 1970-an mulai bangkit gerakan masyarakat peduli lingkungan atau “chonaikai” di berbagai kota di Jepang. Masyarakat menggalang kesadaran warga tentang cara membuang sampah, dan memilah-milah sampah, sehingga memudahkan dalam pengolahannya dengan menyosialisasikan tema 3R atau Reduce, Reuse, and Recycle.   Meski gerakan peduli lingkungan di masyarakat berkembang pesat, pemerintah Jepang belum memiliki Undang-undang yang mengatur pengolahan sampah karena saat itu urusan lingkungan belum menjadi prioritas. Baru sekitar 20 tahun kemudian, setelah melihat perkembangan yang positif dan dukungan besar dari seluruh masyarakat Jepang, Undang-undang mengenai pengolahan sampah diloloskan Parlemen Jepang Bulan Juni 2000.[2]
            Dalam membuang sampah, masyarakat Jepang selalu memilah sampahnya terlebih dahulu. Pemerintah Kota di sana telah menyiapkan dua buah kantong plastik besar dengan warna berbeda, hijau dan merah. Pada beberapa kategori lainnya, yaitu botol PET, botol beling, kaleng, baterai, barang pecah belah, sampah besar dan elektronik yang masing-masing memiliki cara pengelolaan dan jadwal pembuangan berbeda.
            Selain pengelolaan sampah di rumah, tempat umum seperti supermarket  juga menyediakan kotak-kotak sampah untuk tujuan recycle. Kotak-kotak tersebut disusun berderet berderet di dekat pintu masuk, kotak untuk botol beling, kaleng, botol PET masing-masing disendirikan. Bahkan di beberapa supermarket tersedia untuk kemasan susu dan jus yang terbuat dari kertas. Proses daur ulang itu pun sebagian besar dikelola perusahaan produk yang bersangkutan, dan perusahaan lain atau semacam yayasan untuk menghasilkan produk baru. Hebatnya lagi, informasi tentang siapa yang akan mengelola proses recycle juga tertulis dalam setiap kotak sampah.
            Sementara itu pengelolaan sampah juga ada di stasiun kereta bawah tanah, atau shinkansen, pada saat para penumpang turun dari kereta ada petugas yang berdiri di depan pintu keluar dengan membawa kantong plastik sampah besar siap untuk menampung kotak bento dan botol kopi penumpang.[3]
            Rahasia sukses Jepang dalam mengelola sampahnya ada tiga faktor, yaitu tingginya partisipasi masyarakat dalam pengelolaan sampah, adanya rasa malu apabila membuang sampah seenaknya, dan yang ketiga adalah adanya edukasi sejak dini bagi anak-anak untuk memilah sampah sebelum dibuang. Awalnya masyarakat Jepang merasa cara ini sangat merepotkan, namun setelah merasakan manfaatnya lambat laun kebiasaan mereka mulai berubah.
            Dalam kaitannya dengan sosiologi, adanya gerakan masyarakat peduli lingkungan di Jepang yang disebut chonaikai merupakan suatu modal sosial. Modal sosial adalah suatu ikatan sosial antar manusia di dalam sebuah masyarakat yang sangat penting untuk membentuk kohesivitas sosial dalam mencapai tujuan masyarakat. Dengan kata lain modal sosial adalah suatu kekuatan untuk mencapai tujuan hidup bersama yang tidak mungkin dicapai secara personal.
            Dalam definisi lain, modal sosial merupakan bagian dari organisasi sosial, seperti kepercayaan, norma, dan jaringan yang dapat meningkatkan efisiensi masyarakat dengan memfasilitasi dengan tindakan-tindakan yang terkoordinasi, atau suatu kemampuan masyarakat untuk bekerja sama demi mencapai tujuan bersama dalam berbagai komunitas. Chonaikai di Jepang ini ternyata mampu menciptakan kesadaran masyarakat, bahkan juga mampu menggerakkan masyarakat untuk ikut aktif mengatasi masalah sampah hingga akhirnya pemerintah Jepang mengesahkan UU tentang pengelolaan sampah.
            Dengan pengalaman seperti itu seharusnya bisa dijadikan pembelajaran bagi bangsa Indonesia. Jepang awalnya juga memiliki pengelolaan sampah yang buruk, namun dengan adanya kesadaran yang tinggi masyarakatnya mulai berubah dan juga adanya dukungan dari pemerintah, bahkan Jepang butuh puluhan tahun agar dapat menyelesaikan masalah sampah dengan baik, tentu Indonesia dalam waktu sepuluh tahun juga bisa meniru Jepang. Selain itu di Indonesia juga telah banyak organisasi sosial yang peduli masalah lingkungan dan secara aktif terus menerus mengedukasi masyarakat agar peduli terhadap masalah lingkungan, baik melalui media massa maupun dengan mengadakan acara-acara bertema lingkungan. Tentunya ini merupakan modal sosial yang kuat di Indonesia.  
            Penyebab masalah persampahan di Indonesia selain dikarenakan belum dijalankannya prinsip 3R, juga karena kurangnya kedisiplinan warga dalam membuang sampah. Orang-orang Indonesia suka sekali membuang sampah sembarangan, meskipun di dekat mereka terdapat tempat sampah sekalipun. Bahkan sungai yang merupakan salah satu sumber daya alam yang harus dilestarikan kini dijadikan tempat sampah, sehingga tidak heran kalau air sungai di Indonesia hampir semuanya sudah terpolusi.
            Negara-negara maju seperti Belanda dan Jepang awalnya juga mengalami masa-masa seperti di Indonesia. Di Indonesia sendiri kampanye lingkungan hidup juga sangat gencar, apalagi kampanye tentang 3R (Reduce, Reuse, Recycle). Kesadaran masyarakat sedikit demi sedikit juga sudah mulai terbangun walau belum terlalu banyak yang melakukan. Ini artinya masih ada harapan bagi Indonesia untuk dapat membangun kesadaran warganya dalam mengelola sampah secara mandiri juga adanya UU dari pemerintah untuk mengatur masalah persampahan, bahkan bila perlu juga adanya sanksi bagi tiap orang yang membuang sampah sembarangan.
            Saya berharap sepuluh tahun mendatang Indonesia juga dapat meniru sistem pengelolaan sampah seperti yang dilakukan Jepang dan memiliki teknologi recylce yang bagus. Selain itu diharapkan juga munculnya kesadaran dan kedisiplinan masyarakat dalam mengelola sampah-sampah itu.  Karena dengan sistem dan teknologi yang canggih tidak akan berguna apabila tidak ada kesadaran dari masyarakat.
            Dalam mengatasi masalah persampahan, tentu bisa ada hal-hal sederhana yang bisa dilakukan oleh kita sendiri dan dapat dimulai saat ini juga.  Hal-hal sederhana itu adalah dengan melakukan pengolahan sampah secara sederhana, yaitu dengan melakukan prinsip 4R (replace, reduce, reuse, dan recyle).
            R pertama adalah replace, yaitu mengganti. Gantilah barang-barang yang kita punya dengan barang yang ramah lingkungan, misalnya menggunakan kantong plastik yang dapat didaur ulang. R kedua adalah reduce, yaitu mengurangi sampah. Mengurangi sampah dapat dilakukan dengan cara membawa tas belanja sendiri untuk mengurangi sampah kantong plastik pembungkus barang belanja, membeli kemasan isi ulang untuk shampoo dan sabun daripada membeli botol baru setiap kali habis.
            R berikutnya adalah reuse, atau menggunakan barang yang masih bisa digunakan. Contohnya adalah dengan memanfaatkan botol-botol bekas untuk wadah, memanfaatkan kantong plastik bekas kemasan belanja untuk pembungkus, dan memanfaatkan pakaian atau kain-kain bekas untuk kerajinan tangan, perangkat pembersih (lap), maupun berbagai keperluan lainnya
            Dan R yang terakhir adalah recycle atau mendaur ulang sampah, contohnya adalah mengumpulkan kertas, majalah, dan koran bekas untuk di daur ulang, mengumpulkan sisa-sisa kaleng atau botol gelas untuk di daur ulang atau
menggunakan berbagai produk kertas maupun barang lainnya hasil daur ulang.
             Selain itu yang terpenting adalah tidak membakar sampah sembarangan karena dapat menyebabkan polusi udara dan bisa saja ada kandungan kimia dalam sampah yang berbahaya jika dibakar.

DAFTAR PUSTAKA

Internet

Anonim. Pengolahan Sampah di Negara-Negara Maju, diakses pada 16 Oktober 2012 dari www.abatasa.com

Herdiawan, Junianto. 2012 Rahasia Sukses Pengolahan Sampah Di Jepang Part 2, diakses pada 16 Oktober 2012 dari www.juniantoherdiawan.com


[1]  Pengolahan Sampah di Negara-Negara Maju, dari www.abatasa.com
[2] Herdiawan, Junianto. Rahasia Sukses Pengolahan Sampah Di Jepang Part 2, diakses dari juniantoherdiawan.com
[3]  Dari artikel Pengolahan Sampah di Negara-Negara Maju, diakses dari www.abatasa.com

PERAN GREENPEACE DALAM MENANGGAPI RENCANA PEMBANGUNAN PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA NUKLIR (PLTN) DI ASIA TENGGARA


1.      Pendahuluan
Saat ini sumber energi listrik yang berasal dari energi fosil berupa minyak bumi dan batu bara dikhawatirkan akan semakin langka dan mahal karena jumlahnya yang terbatas, sedangkan kebutuhan listrik terus meningkat pesat. Oleh karena itu dibutuhkan sumber energi alternatif baru yang murah dan dapat memenuhi kebutuhan listrik secara maksimal. Salah satu sumber energi alternatif yang akan dikembangkan adalah tenaga nuklir.
            Di kawasan Asia Tenggara juga telah muncul wacana untuk membangun PLTN, seperti Indonesia yang berencana membangun PLTN pada 2016, Thailand pada tahun 2012, dan Vietnam pada tahun 2018. Malaysia sudah mulai memikirkan untuk membangun PLTN namun masih memprioritaskan menggunakan sumber energi lain. Filipina sudah mempunyai rencana membangun PLTN sejak tahun 1950-an, namun gagal karena alasan politik dan kekhawatiran akan dampaknya. Sementara itu Singapura tidak memiliki rencana membangun PLTN karena negaranya yang kecil dan belum terlalu membutuhkan PLTN.
            Rencana pembangunan PLTN ini menimbulkan pro dan kontra di masyarakat.  Beberapa pihak khawatir akan resiko yang dapat ditimbulkan dari nuklir tersebut terhadap lingkungan, walau begitu pemerintah negara-negara ASEAN tersebut merasa mampu untuk membangun PLTN dan juga telah memikirkan keselamatannya. Mereka akan menggunakan nuklir semata-mata untuk kepentingan energi.
            Dibalik pernyataan pemerintah bahwa nuklir merupakan sumber energi alternatif yang murah dan mampu memasok banyak listrik, ternyata banyak dampak buruk yang dikhawatirkan. Energi nuklir tidak semurah yang dibayangkan, tidak efektif dalam mengurangi emisi, dan mengancam keamanan global. Nuklir menghasilkan radioaktif yang paparannya berbahaya bagi manusia karena mengakibatkan mutasi genetik, kelainan lahir, kanker, leukemia dan kelainan reproduksi, imunitas, kardiovaskuler dan sistem endokrin[1]. Selain itu limbah radioaktif sampai saat ini belum bisa di daur ulang sehingga akan mencemari lingkungan selama ratusan ribu tahun.
            Belum lagi jika terjadi kecelakaan seperti yang pernah terjadi di Chernobyl pada tahun 1986, yang dikenal sebagai bencana nuklir terburuk di dunia dengan 56 orang meninggal dan 600.000 lainnya terpapar radiasi. Dan yang terbaru adalah pada tahun 2007 di Fukushima, Jepang, setelah terjadi gempa bumi dan tsunami yang melanda Jepang, terjadi kebakaran di PLTN Kashiwazaki-Kariwa dan setahun kemudian tujuh reaktor di sana tidak bisa dioperasikan.
            Energi nuklir ini juga dikhawatirkan akan mengancam keamanan global karena dapat meningkatkan resiko menyebarnya kemampuan senjata nuklir ke berbagai negara, adanya resiko diperolehnya materi pembuat bom nuklir ke tangan teroris dan kemungkinan serangan teroris pada fasilitas dan transpor nuklir juga akan sangat berbahaya[2].
            Dalam isu nuklir ini terdapat satu organisasi yang aktif mengkampanyekan bahaya nuklir, yaitu Greenpeace. Greenpeace merupakan organisasi internasional non-pemerintah (INGO) yang didirikan pada 15 September 1971 di Vancouver, Kanada[3].
            Organisasi ini awalnya dibentuk oleh sekelompok aktivis lingkungan yang menentang uji coba nuklir bawah tanah AS di Amchitka, di pulau lepas pantai Alaska, karena dikhawatirkan uji coba tersebut dapat menyebabkan gempa bumi dan mengancam berbagai spesies di sana. Kemudian dalam perkembangannya, Greenpeace juga terus mengkampanyekan isu-isu lingkungan lainnya seperti perubahan iklim, rekayasa genetika, penggunaan pukat ikan, penangkapan ikan paus, ilegal logging, limbah kimia beracun, dan lain sebagainya.
            Greenpeace internasional yang berpusat di Amsterdarm, Belanda, itu kini telah berkembang dan memiliki 41 kantor cabang di berbagai negara di dunia, seperti di Argentina, AS, Austria, Belanda, dan negara-negara lainnya termasuk Indonesia[4].   Greenpeace merupakan organisasi independen, ia tidak menerima dana dari pemerintah atau korporasi, sehingga pendanaan Greenpeace bersumber dari para donatur yang berasal dari masyarakat yang peduli. Selain itu Greenpeace juga merekrut para volunteer (sukarelawan) dalam melaksanakan misinya.
            Greenpeace hadir di Asia Tenggara pada 1 Maret 2000, setelah sebelumnya telah sukses mengkampanyekan isu-isu lingkungan di negara-negara industri. Asia Tenggara menjadi menarik karena kawasan ini memeliki banyak potensi sumber daya alam dan lingkungan yang penting untuk dilestarikan, seperti hutan dan laut. Namun seiring dengan kemajuan ekonomi dan industri yang semakin berkembang di Asia Tenggara semakin memunculkan masalah berupa kerusakan lingkungan, terutama disebabkan oleh kurangnya kesadaran masyarakat dan ketidakpedulian pemerintah dalam menangani hal ini.

2.      Pendekatan
Terdapat dua pendekatan yang dapat digunakan untuk menganalisa kasus ini, yaitu pendekatan institusional dan pendekatan regimes. Pendekatan institusional adalah sebuah pendekatan yang melihat suatu organisasi internasional secara internal atau apa yang terjadi di dalam organisasi tersebut.  
            Selain pendekatan institusional terdapat pendekatan rezim yang mulai populer sekitar tahun 1990-an. Berbeda dengan pendekatan institusional, pendekatan rezime melihat organisasi secara eksternal, atau apa yang dihasilkan oleh organisasi internasional itu. Menurut buku J. Samuel Barkin dalam bukunya International Organization, Theories and Institution, regime dapat didefinisikan sebagai  sekumpulan prinsip, norma, aturan, dan prosedur pengambilan keputusan yang dilakukan oleh aktor-aktor dalam mengatasi isu-isu tertentu[5]. Lalu yang menjadi obyek analisis dari pendekatan rezim ini adalah behaviour effects of IO to other actors, atau pengaruh tingkah laku suatu organisasi internasional pada aktor-aktor lainnya. Hal ini dapat dilihat dari efektivitas kebijakan atau aturan-aturan yang dibuat oleh organisasi itu, dengan kata lain pendekatan ini mencoba menganalisis seberapa efektif keberadaan suatu organisasi internasional itu dalam menyelesaikan masalah yang menjadi bidangnya.   
            Dari dua pendekatan tadi, penulis menggunakan pendekatan rezim untuk mengetahui apa saja hal-hal yang dihasilkan suatu organisasi internasional dan bagaimana pengaruhnya dalam mengatasi suatu masalah. Dalam kasus ini, pendekatan rezim digunakan untuk mengetahui apa saja yang dilakukan oleh Greenpeace dalam menyikapi adanya rencana penggunaan energi nuklir di Asia Tenggara dan bagaimana dampaknya bagi negara bersangkutan dan rencana pembangunan PLTN tersebut.

3.      Analisa
Seperti yang telah dijelaskan pada pendahuluan di atas, terdapat beberapa negara di Asia Tenggara yang berencana untuk membangun PLTN untuk memasok kebutuhan energinya, yaitu Malaysia, Vietnam, Thailand, juga Indonesia. Namun rencana tersebut menimbulkan pro kontra karena tenaga nuklir yang digunakan dikhawatirkan akan membawa dampak serius bagi lingkungan hidup, manusia, dan juga mengancam keamanan global.
            Greenpeace sebagai organisasi internasional non pemerintah yang bergerak di bidang lingkungan dan secara aktif telah banyak berperan untuk menentang penggunaan nuklir juga turut mencermati rencana tersebut.
            Dalam melaksanakan aksinya Greenpeace selalu menggunakan aksi-aksi damai, seperti yang termuat dalam beberapa prinsip utamanya[6], yaitu :
·         menjadi saksi atas  kerusakan lingkungan dengan cara yang damai tanpa kekerasan;
·         menggunakan konfrontasi tanpa-kekerasan untuk meningkatkan perhatian dan debat publik mengenai isu lingkungan;
·         dalam mengekspos ancaman terhadap lingkungan dan mencari solusi, Greenpeace tidak memiliki sekutu permanen ataupun lawan;
·         menjamin independensi sumber keuangan dari kepentingan politik atau komersial;
·         mencari solusi untuk mempromosikan secara luas dan menginformasikan perkembangan dari pilihan untuk lingkungan di sekitar masyarakat;
·         dalam mengembangkan strategi kampanye dan kebijakan, Greenpeace menaruh perhatian besar untuk menghormati prinsip-prinsip demokratis dan untuk mencari solusi dalam meningkatkan keadilan sosial secara global.
Sesuai dengan prinsip utama yang dianut oleh Greenpeace, dalam menyikapi rencana pembangunan PLTN tersebut Greenpeace tidak menggunakan cara-cara kekerasan dalam menentang rencana itu. Sebagaimana diketahui Greenpeace memang selalu menentang proyek-proyek nuklir sejak awal kemunculannya. Meski tidak menggunakan cara-cara kekerasan, Greenpeace tetap bisa menekan pemerintah untuk memikirkan kembali rencananya untuk membangun PLTN. Salah satu hal yang dilakukan Greenpeace adalah melakukan kampanye yang berisi edukasi pada masyarakat tentang bahaya nuklir secara terus menerus. Kampanye yang dilakukan misalnya dalam rangka memperingati 20 tahun tragedi Chernobyl, tanggal 9 hingga 14 Mei 2006, di Jakarta, Greenpeace berkerjasama dengan Galeri Foto Jurnalistik Antara menggelar pameran foto karya Robert Knoth, fotografer dunia asal Belanda, yang sudah berkerja di berbagai negara. Pameran ini menampilkan potret para penduduk desa di sekitar wilayah Chernobyl yang terkena penyakit seperti kanker dan leukimia, akibat efek radiasi dan pencemaran nuklir tragedi Chernobyl[7].
Pada akhir Mei 2009 Greenpeace mengadakan aksi di Thailand untuk mendesak para pemimpin ASEAN untuk segera meninggalkan ambisi nuklir mereka. ASEAN harus memberi contoh dengan meninggalkan rencana pembangunan pembangkit listrik tenaga nuklir, dan fokus pada efisiensi energi dan pengembangan energi terbarukan yang sudah terbukti bisa menjadi solusi[8].
Pada tahun 2011 Greenpeace, bersama Walhi, ormas-ormas lingkungan lain, juga tokoh-tokoh masyarakat, telah mengirimkan surat terbuka yang ditujukan untuk Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, Presiden Filipina Benigno Aquino dan Perdana Menteri Thailand Abhisit Vejjajiva, yang berisi permintaan penghentian pembangunan rencana pembangunan reaktor PLTN dan saran untuk menggunakan sumber energi terbarukan[9].
Selain mempengaruhi opini publik tentang bahaya nuklir, melakukan aksi demonstrasi menentang pembangunan PLTN, dan lobi-lobi pada pemerintah, Greenpeace juga berupaya memberikan solusi untuk mencara sumber energi alternatif yang dapat menggantikan tenaga nuklir, yaitu dengan menggunakan energi terbarukan, yaitu sumber energi yang berasal dari sinar matahari, tenaga angin, atau pun ombak yang lebih ramah lingkungan dan sangat berpotensi untuk dikembangkan di kawasan Asia Tenggara karena merupakan daerah beriklim tropis yang sinar matahari dan angin.
Conton peran Greenpeace dalam memberi solusi energi alternatif adalah dengan melakukan kerjasama dengan UPLINK, sebuah LSM pembangunan, untuk membantu pemasangan beberapa generator energi terbarukan di sebuah desa di pesisir Aceh, salah satu wilayah terparah yang terkena dampak tsunami pada bulan Desember 2004[10].
Dengan kegigihan Greenpeace mengkampanyekan bahaya nuklir di ASEAN, telah dicapai beberapa pengaruh terhadap negara-negara ASEAN yang berencana membangun PLTN, yaitu sebagai berikut :
·         Tahun 2009, Greenpeace melakukan tekanan untuk menolak nuklir di seluruh kawasan Asia Tenggara, dan  Presiden Republik Indonesia Susilo Bambang Yudhoyono mencabut  rencana pembangunan PLTN  dan mengatakan akan mengembangkan energi terbarukan sebagai alternatif sebelum memilih nuklir.
·         Tahun 2008, Senator di Filipina akhirnya meluluskan pendanaan untuk Energi Terbarukan, dan undang-undang energi terbarukan, seperti energi  angin  dan matahari, untuk menjaga keamanan energi dan memerangi perubahan iklim.
·         Tahun 2007,  adanya peningkatan kesadaran tentang bahaya energi listrik yang bersumber dari nuklir membuat para alim-ulama di Jawa dan Madura mengeluarkan fatwa haram untuk pembangunan PLTN di Indonesia
·         Tahun 2006, terdapat seruan yang sangat masif dari kelompok anak-anak muda di Greenpeace (Solar Generation) selama pertemuan Asian Development Bank (ADB) ke-39  yang pada akhirnya ADB bersedia mengalirkan pendanaan untuk "Proyek Energi Bersih" sebesar $1 miliar di tahun 2008.
.
4.      Kesimpulan
Dari beberapa hal yang telah dilakukan Greenpeace untuk menentang rencana pembangunan PLTN di beberapa negara di Asia Tenggara, setidaknya pemerintah negara-negara tersebut mulai memikirkan ulang terhadap rencana pembangunan PLTN itu dengan lebih mengutamakan pengembangan sumber energi alternatif lain yang lebih ramah lingkungan sebelum akhirnya memikirkan penggunaan tenaga nuklir.
            Itu artinya dapat disimpulkan bahwa aksi-aksi damai sesuai prinsip utama Greenpeace tersebut telah cukup berhasil atau efektif dalam mempengaruhi kebijakan pemerintah negara-negara ASEAN dalam rencana proyek tenaga nuklirnya, juga berhasil mengedukasi masyarakat tentang bahaya penggunaan nuklir sehingga masyarakat juga ikut menolak rencana tersebut.
DAFTAR PUSTAKA


Buku
Barkin, J. S. 2006. International Organization, Theories and Institution. New York: Palgrave Macmillan.

Internet
anonim. 2008. ASEAN Setuju Indonesia, Thailand, Vietnam, Bangun PLTN. Diakses September 21, 2012, dari Forum Detik: http://forum.detik.com

Greenpeace. 2011. Batalkan Rencana Pembangunan PLTN di Asia Tenggara. Diakses 21 September 2012, dari http://id.greenpeace.org

Greenpeace. 2010. Keberhasilan Greenpeace. Retrieved 21 September 2012, dari http://id.greenpeace.org

Greenpeace. 2010. Prinsip Utama. Diakses 21 September  2012, dari http://id.greenpeace.org

International, G. 2009. Tenaga Nuklir,Pengalihan Waktu yang Berbahaya. Retrieved September 21, 2012, dari Greenpeace: http://id.greenpeace.org

Leeyonardo. 2012. Peran Greenpeace Terhadap Nuklir. Diakses 21 September 2012, dari http://leeyonardo.wordpress.com

Tiga Negara ASEAN Siap Bangun PLTN. (n.d.). Diakses 21 September 2012, dari Reffburn: http://reffburn.org

Wikipedia. 2012. wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas. Diakses 21 September 2012, dari Greenpeace: http://id.wikipedia.org


[1] Greenpeace International. 2009. Tenaga Nuklir : Pengalihan Waktu yang Berbahaya. Hal 2.
[2] Ibid., Hal 8
[3] Wikipedia. 2012. Greenpeace. (http://Id.wikipedia.org/greenpeace)
[4] Leeyonardo.2012.Peran Greenpeace Terhadap Nukilr (http://leeyonardo.wordpress.com)
[5] Barkin, J.Samuel. 2006. International Organization, Theories and Institution. Hal 27
[6] Greenpeace. 2010. Prinsip Utama. (http://id.greenpeace.org/prinsiputama)
[7] Wikipedia. 2012. Greenpeace. (http://Id.wikipedia.org/greenpeace)
[8] Leeyonardo.2012.Peran Greenpeace Terhadap Nukilr. (http://leeyonardo.wordpress.com)
[9] Greenpeace. 2011. Batalkan Rencana Pembangunan PLTN di Asia Tenggara. (http://id.greenpeace.org)
[10] Greenpeace International. 2009. Tenaga Nuklir : Pengalihan Waktu yang Berbahaya. Hal 9

Jumat, 14 September 2012

METODOLOGI PENELITIAN SOSIAL 1 (6 sept 2012)


1.      Metodologi = metode + logos, artinya ilmu yang mempelajari metode-metode
2.      Penelitian adalah upaya untuk mencari jawaban benar atas suatu masalah dalam rangka menyusun, membangun, dan mengembangkan ilmu pengetahuan maupun teknologi dengan menggunakan teknik tertentu menurut prosedur yang sistematis
3.      Metode penelitian à cara ilmiah untuk mendapatkan data dengan tujuan dan kegunaan tertentu
4.      Empat kata kunci metodologi penelitian:
1.      Cara ilmiah : kegiatan penelitian itu didasarkan pada ciri keilmuan, yaitu rasional (dengan cara yang masuk akal dan terjangkau oleh nalar), empiris (dapat diamati dengan indera kita), sistematis (menggunakan langkah-langkah tertentu yang bersifat logis)
2.      Data penelitian : data yang empiris (teramati) yang mengandung validitas (derajat ketepatan data) dan reliabilitas (derajat keajegan data). Data yang valid tentu reliable, tapi data yg reliable belum tentu valid.
3.      Tujuan penelitian : untuk penemuan, pembuktian, pengembangan
4.      Kegunaan penelitian: memahami masalah, memecahkan masalah, mengantisipasi masalah menurut tingkat explainasinya, ada tiga, yaitu : penelitian deskriptif, komparatif, asosiatif (hubungan pengaruh).


Bentuk penelitian, dibagi menjadi dua kelompok besar, yaitu:
a.      Basic research (penelitian dasar) : untuk kepentingan penelitian saja tanpa memikirkan manfaat dan kegunaannya (sering disebut penelitian deskriptif)
b.      Applied research (penelitian terapan) : untuk menjawab persoalan-persoalan dengan tujuan yang praktis (penelitian verivikatif)

·        Kegiatan ilmiah meliputi : memahami (understanding), menjelaskan (explaining), meramal (prediction), mengendalikan/menguji


·         Beberapa pengertian dasar dalam MP
a.      Konsep : istilah & definisi utk menggambarkan fenomena secara abstrak (seperti: peristiwa, kejadian) dgn tujuan utk menyederhanakan masalah dan mempermudah perumusan masalah menjadi lebih konkrit. Konsep ada dua, yaitu nyata (ex: benda) dan abstrak (ex:partisipasi)
b.      Konstruk (?) : konsep yang dibuat dgn tujuan ilmiah tertentu
c.       Proposisi : hubungan logis antara dua konsep. Ada dua, yaitu aksioma (proposisi yang kebenarannya tidak dipertanyakan lagi sehingga tidak perlu diuji dalam penelitian) dan teorem (proposisi yang dideduksikan dari aksioma)
d.      Teori : serangkaian asumsi, konsep, konstruk, definisi, proposisi utk menerangkan suatu fenomena sosial secara sistematis dengan cara merumuskan hubungan antar konsep (Kerlinger)

·         Proses terbentuknya teori
a.      Fakta-fakta dikumpulkanà disusunà menjadi temua ilmiah (scientific finding)
b.      Temuan ilmiahà digeneralisasi (diuji)àjika hasil samaàterbukti
c.       Generalisasià muncul teori ilmiah (scientific theory)
d.      Muncul hukum ilmiah à (scientific laws)
Teori adalah rumusan tertinggi dan teori ≠ asumsi, postulat dan teorem.

·         Teori dibagi menjadi
a.      Grand theory : (induk/ teori besar) teori sosial yang dilahirkan utk membagi klasifikasi teori di bidang sosial. Ex: teori perilaku manusia dalam psikologi
b.      Middle theory :  ex: teori stimulus organisme respon
c.       Applied theory : ex : punishment

·         Jenis data dan analisis ada 3
a.      Kualitatif : berupa kata, kalimat, skema, gambar
b.      Kuantitatif            : berupa angka, atau data kualitatif yang dijadikan angka
c.       Gabungan

·         Variabel à konsep yang memiliki variasi nilai. Agar konsep tersebut dapat diteliti secara lebih empiris mereka harus dioperasionalkan dengan definisi operasional variabel, yaitu unsur penelitian yang memberitahukan bagaimana cara ukur variabel.

·         Jenis variabel
a.      Independen (dikenal juga sbg variabel bebas, stimulus, input, prediktor, anticeden) à variabel yg menjadi sebab berubahnya variabel dependen
b.      Dependen (variabel terikat, yang dipengaruhi/ terpengaruh). Kedua variabel ini tidak bisa berdiri sendiri.
c.       Moderator à variabel hubungan antara variabel independen dengan dependen (bisa memperkuat/melemahkan)
d.      Interven à variabel yang bisa mempengaruhi hubungan antara variabel independen dan dependen namun tidak terukur
e.      Kontrol à variabel yang dibuat konstan namun tidak mempengaruhi variabel yang diteliti. Ini digunakan untuk penelitian yang eksperimental.

·         Penelitian menurut
a.      Bidang : sejarah, ekonomi, hukum, pendidikan, dll
b.      Tempat : lab, lapangan
c.       Tujuan : penemuan, pembuktian, pengembangan
d.      Penggunaan : murni, terapan

·         Beberapa istilah metode penelitian
a.      MP historis
b.      MP deskriptif
c.       MP tindakan
d.      MP kausal komparatif
e.      MP eksperimen
f.        MP kasus dan lapangan
g.      MP survey
h.      MP etnografi
i.        MP feminisme
j.        MP grounded



Rabu, 12 September 2012

CATATAN POLITIK PEMERINTAHAN AMERIKA SERIKAT I


10 SEPTEMBER 2012
(mohon koreksinya..)

1.      Untuk memahami perpolitikan AS yang harus diperhatikan : keterkaitan antara nilai-nilai dasar yang dianut warga negaranya, struktur sosial, dan sistem politik pemerintahan itu sendiri
2.      Beberapa nilai dasar yang dianut :
a.      Nilai kepercayaan individual yang berbasis agama yang dianut warga AS, misalnya agama protestan (mayoritas), seperti memahami kitab suci dan diterapkan dalam kehidupan, dan mereka menganggap derajat individu dihadapan Tuhan adalah sama sehingga mereka mendukung politik pemerintahan dan sistem sosial yang menjamin kebebasan individu tanpa melihat latar belakang
b.      Nilai filosofis à pada umumnya mereka menentang aristokrasi di eropa (aristokrasi : sebuah pandangan yang percaya bahwa kedudukan/derajat seseorang serta hak-hak istimewa hanya dimiliki oleh bangsawan yang diperoleh secara turun temurun) à memunculkan kesamaan sosial (social equality) à menentang aristokrasi à melahirkan nilai demokrasi.
c.       Menurut para filsuf abad pencerahan, nilai social equality tidak akan terwujud sebelum adanya nilai-nilai individualisme. Nilai individualisme adalah paham yang mengakui bahwa masyarakat itu dibentuk dan dibangun oleh individu-individu sehingga masyarakat dalam berbagai bentuk harus menyediakan , menjamin, serta melindungi hak hidup, hak kebebasan, hak atas kesempatan yang utuh untuk mengejar kebahagiaan. Ini juga berarti bahwa setiap individu bertanggung jawab atas dirinya sendiri, sementara masyarakat harus memberikan kesempatan/ dorongan yang lebih baik bagi setiap individu untuk meraih prestasi.
d.      Social equality à nilai yang harus diimplementasikan dalam setiap lembaga pemerintah dan sistem hukum AS di mana tuntutan terhadap kesamaan kesempatan hidup dan di depan hukum, politik pemerintahan, merupakan kekuatan yang terus hidup dalam kehidupan AS. Dalam implementasinya, terdapat tantangan dan hambatan yang menjadi inspirasi bagi pejuang social equality dalam membangun sistem politik pemerintahan dan hukum,
e.      Demokrasi à prinsip yang meyakini bahwa pemerintahan harus diletakkan pada hukum mayoritas dan mendapat persetujuan yang diperintah. Bagi masyarakat AS implementasi nilai ini dalam institusi politik pemerintahan tidak pernah sempurna sehingga perjuangan ke arah penyempurnaan sistem politik pemerintahan AS tetap berjalan sesuai dengan standard ideal tertentu.   

Selasa, 11 September 2012

CATATAN KULIAH DIPLOMASI


11 September 2012
(maaf kalo kurang jelas, mohon koreksinya)
1.      Pengertian
Diplomasi berasal dari kata ‘diploun’ (Yunani) yang artinya logam yang dilipat.
Diplomas à surat jalan masa Romawi yang dicetak pada piringan logam yang dilipat
Pengertian diplomasi menurut ahli:
·        Menurut kamus oxford : the management of international relations by negotiation
·        Menurut kamus webster : art and practice of conducting negotiation between nation, skill and conducting affairs with others without arroushing hostility
·        Menurut Quincy Wright dalam buku Study of International Relations : diplomacy means the employment of tact, and skill in any negotiation or transaction, diplomacy is the art of negotiation in order to achieve the maximum of costs, within a system of politics in which war is a possibility
·        Menurut Sir Ernest Satow : diplomacy is the application of intelligence and tact to the conduct of official relations with cassal states, or more briefly still, the conduct if business between states by peacefull means
2.      Menurut Morgenthau: dalam pelaksanaan politik luar negeri ada beberapa instrumen yang bisa diterapkan oleh negara, yaitu :
1.      Diplomasi
2.      Propaganda dan perang urat syaraf (perang ideologi, provokasi, dll...)
3.      Ekonomi
4.      Imperialisme dan kolonialisme
5.      Perang
3.      Tugas diplomat
1.      Mewakili kepentingan negara (fungsi reprensentatif)
2.      Melindungi kepentingan negara dan para warga negara (reservasi)
3.      Memberikan informasi, laporan kepada negara pengirim di mana ia ditugaskan (reporting/reportase)
4.      Melakukan perundingan di mana ia ditugaskan (negosiasi)