Rabu, 16 Mei 2012

USAHA PEMERINTAH DUBAI DALAM MENGATASI ‘DUTCH DISEASE’


Dapat kita amati secara nyata bahwa banyak negara yang kaya akan sumber daya alam, seperti minyak bumi, gas alam, juga barang-barang tambang namun negara-negara tersebut tergolong sebagai negara yang miskin dan terbelakang. Kekayaan alam yang mereka miliki seakan tidak sanggup membawa negaranya menuju kesejahteraan. Sebut saja Brazil, Afrika Selatan, India, juga negara kita sendiri, Indonesia. Hal ini berbeda dengan negara-negara yang tidak terlalu banyak mempunyai sumber daya alam seperti Jepang, Swiss, dan Korea Selatan, namun negara-negara tersebut mampu tumbuh sebagai negara yang maju dan sejahtera.
            Hal ini terjadi karena biasanya negara-negara yang kaya sumber daya alam tersebut sangat kekurangan dalam hal sumber daya manusia, sehingga tidak mampu mengolah sumber daya alam yang mereka miliki. Negara-negara berkembang tidak mampu mengolah sumber daya alam karena keterbatasan teknologi. Sedangkan negara maju, dengan perkembangan ilmu pengetahuan mereka mampu mengembangkan sektor industrinya hingga menjadi negara kaya hingga saat ini. Dari fenomena tersebut, kemudian muncul anggapan bahwa memiliki sumber daya alam merupakan ‘kutukan’ yang kemudian mengingatkan kita pada istilah ‘Dutch Disease’.
            Istilah ini sangat populer dalam dunia perekonomian. Fenomena ‘dutch disease’ ini berasal dari krisis yang terjadi di Belanda pada tahun 1960 yang saat itu ditemukan sebuah deposit gas alam yang melimpah di Laut Utara. Namun dalam perdagangan internasional justru terjadi penurunan daya saing harga sehingga ekspor barang-barang manufaktur terkena dampaknya, juga terjadi peningkatan ekspor yang akhirnya membuat neraca perdagangan defisit. Hal ini disebabkan karena negara yang kaya sumber daya alam cenderung memiliki tingkat kestabilan ekonomi dan sosial yang lebih rendah dibandingkan dengan negara yang bergerak pada sektor industri dan jasa.
            Padahal, sumber daya alam dan tingkat perekonomian suatu negara memiliki kaitan yang erat, karena secara teoritis kekayaan sumber daya alam yang berlimpah akan menunjang pertumbuhan ekonomi suatu negara.  Namun kenyataannya korupsi, konflik dalam negeri, juga lemahnya pemerintahan dan demokrasi menjadi faktor penghambat dari perkembangan perekonomian negara-negara terebut.  
            Untuk mengatasi ‘dutch disease’ atau ‘kutukan Belanda’ ini, diperlukan pembenahan sistem pemerintahan, pengalihan investasi, dan penyokongan ekonomi ke bidang industri lain, serta peningkatan transparansi dan akuntabilitas dalam pemberdayaan sumber daya alam. Salah satu yang telah berhasil mengatasi ‘kutukan Belanda’ ini adalah Dubai.
            Dubai merupakan salah satu anggota Uni Emirat Arab (UEA) yang terletak di pantai teluk Persia. Dubai merupakan kota terluas kedua setelah Abu Dhabi. Dubai menarik perhatian dunia karena proyek real estatnya yang mewah dan ambisius, seperti Burj Khalifa yang merupakan gedung tertinggi di dunia, setinggi 828 meter. Dubai kemudian menjadi lokasi wisata favorit para sosialita terkenal dunia.
             Dulu, kota Dubai hanya menjadi pelabuhan pedagang asing dari India dan awalnya merupakan pengekspor permata pada tahun 1930-an, namun berkurang saat Perang Dunia II pecah. Lalu sumber minyak bumi ditemukan di Dubai pada tahun 1966 yang kemudian menjadikan Dubai sebagai tempat tujuan para pekerja asing, utamanya India dan Pakistan. Kemudian tahun 1970-an Dubai semakin berkembang dari pendapatan minyak bumi dan perdagangannya. Diperkirakan produksi minyak Dubai sebesar 240.000 barel per hari, dan pengeboran lepas pantai. Penghasilan dari sektor tersebut digunakan pemerintah Dubai untuk membangun berbagai infrastruktur secara besar-besaran dan modern.
            Konon, cadangan minyak Dubai sudah berkurang secara drastis dan diperkirakan kosong dalam 20 tahun. Keterbatasan cadangan minyak bumi membuat pemerintah Dubai memfokuskan kegiatan ekonominya melalui sektor lain, yaitu perdagangan dan pariwisata. Hal ini ditunjang oleh kepemimpinan yang transparan, infrastruktur memadai, iklim usaha kondusif bagi para pendatang, tidak dikenakannya pajak perorangan maupun perusahaan, serta bea masuk barang yang rendah.
            Program ini berhasil melepaskan Dubai dari ketergantungan pada migas dan mengembangkan sektor non-migas yaitu perdagangan, industri, perbankan, pariwisata, real estat, dan sektor jasa lainnya. Dubai berhasil menjadi pusat perdagangan, investasi, dan pariwisata paling diminati sekaligus didukung dengan letak geografis yang memungkinkannya menjadi hubungan perdagangan antara Asia, Afrika, dan Eropa.
            Proyek-proyek yang ada di Dubai antara lain, proyek The Palm di wilayah Jumeirah, proyek real estat The World serta dua pusat perbelanjaan The Dubai Mall dan Mall of Emirates. The Dubai Mall yang diresmikan pada bulan Nopember 2008 merupakan shopping mall terbesar di dunia berdasarkan luas total area dan merupakan ke-enam terbesar di dunia.
            PDB Dubai pada tahun 2005 tercatat sebesar US$ 37 miliar. Meskipun Dubai dibangun oleh industri minyak, pendapatan migas hanya menyumbang 6% saja. Pendapatan emirat dari gas alam hanya 2%. Pendapatan Dubai meliputi real estat sebesar 22,6%, perdagangan 16%, entreport 15%, keuangan 11%,.
            Inovasi yang dilakukan oleh pemerintah Dubai dalam mengatasi ketergantungan dari penghasilan sektor migas dengan cara melakukan meningkatkan penghasilan sektor-sektor lain berupa perdagangan, pariwisata, real estat mewah, dan berbagai fasilitas mahal lainnya. Pada akhirnya Dubai berhasil melepaskan diri dari ‘kutukan Belanda’, yang ditunjang juga dengan kinerja pemerintah yang baik dan transparan. Dubai berhasil membuktikan bahwa negara yang kaya sumber daya alam juga mampu menjadi negara yang maju dan berkembang tanpa harus selalu bergantung pada hasil bumi yang mereka miliki dan terbatas itu.

SUMBER BACAAN :
anonim. 2012. Dubai. Diakses 30 April 2012, dari Wikipedia Bahasa Indonesia, Ensiklopedia Bebas: http://id.wikipedia.org/wiki/dubai

anonim. 2012. Ekonomi Dubai. Diakses 30 April 2012, dari Wikipedia Bahasa Indonesia, Ensiklopedia Bebas: http://id.wikipedia.org/wiki/ekonomidubai

anonim. Penyakit Belanda. Diakses 30 April 2012, dari Wikipedia Bahasa Indonesia, Ensiklopedia Bebas: http://id.wikipedia.org/wiki/PenyakitBelanda

anonim. 2012. Definition of Dutch Disease. Diakses 30 April 2012 jam 22:50,dari Investopedia: http://www.investopedia.com/terms/d/dutchdisease.asp#ixzz1tXV2BvwE

Marketeers. 2010. Belajar dari Dubai (I). Diakses 30 April 2012, dari the marketeers: http://the-marketeers.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Share on :