Kamis, 07 Juni 2012

PENCAPAIAN PEMBANGUNAN POLITIK INDONESIA SETELAH EMPAT BELAS TAHUN REFORMASI


(by: Muthi Fatihah, disusun untuk tugas mata kuliah Teori Pembangunan)

1.                  Pendahuluan
Pembangunan pada dasarnya selalu menyentuh berbagai aspek kehidupan karena tidak dapat dilepaskan dari faktor ekonomi, sosial, politik, dan budaya masyarakat yang ada. Namun selama ini kita hanya menganggap program-program pembangunan yang ada atau sedang dilaksanakan hanya memprioritaskan pada pembangunan ekonomi saja, padahal sebenarnya kemajuan pada bidang ekonomi juga ditunjang dengan perkembangan bidang-bidang lain, salah satunya adalah pembangunan bidang politik.
            Pembangunan pada bidang politik adalah berupa transformasi dari suatu sistem kekuasaan ke sistem kekuasaan lain yang lebih modern. Hal tersebut dapat berupa perubahan kekuasaan yang bersifat otoriter menjadi demokratis, munculnya sistem mulitpartai, ataupun pemilihan umum secara langsung. Kesejahteraan sebagai hasil dari pembangunan tidak selalu karena kemajuan dalam sektor ekonomi namun juga karena perubahan persepsi tentang peranan pemerintah dan hak kewajiban masyarakat sebagai warga negara.
            Memang keberhasilan pembangunan ekonomi diharapkan dapat mendorong perkembangan bidang-bidang lainnya ke tahap yang lebih tinggi. Namun kemajuan dalam bidang ekonomi tidak dapat dipisahkan dengan keadaan sosial politik dalam suatu negara. Untuk menjaga agar proses pembangunan ekonomi suatu negara agar dapat berjalan dengan lancar dibutuhkan kestabilan politik, sedangkan untuk membentuk kestabilan politik di dalam suatu negara dibutuhkan juga kestabilan ekonomi dalam negara itu. Adanya kestabilan pada bidang politik dan ekonomi diharapkan dapat memberikan kondisi sosial yang baik di dalam suatu negara juga. Karena itulah aspek-aspek tersebut merupakan suatu kesatuan penting yang tidak dapat dipisahkan satu sama lain, utamanya pembangunan politik yang memegang peranan penting dalam kemajuan suatu bangsa.
            Dalam sejarah perjalanan bangsa Indonesia, kehidupan politik di Indonesia tidak selalu stabil. Sistem politik Indonesia selalu mengalami perkembangan dari masa ke masa, sejak awal kemerdekaan, pemerintahan orde lama, pemerintahan orde baru yang kemudian runtuh dan digantikan oleh era reformasi hingga sekarang ini.
            Begitupun dengan kondisi pembangunan di Indonesia yang juga mengalami pasang surut seiring dengan dinamika politik di Indonesia. Indonesia pernah hampir memasuki fase tinggal landas (take off) pada era orde baru yang kemudian runtuh pada tahun 1998 karena isu korupsi, kolusi, dan nepotisme, dan pada saat itu Indonesia mengalami krisis moneter. Peristiwa ini menjadi awal kejatuhan bangsa Indonesia. Akibat krisis tersebut, Indonesia seakan harus memulai perjuangannya dari awal lagi.
            Tulisan ini dibuat untuk memberikan evaluasi bagaimana perkembangan pembangunan politik nasional Indonesia selama empat belas tahun berjalannya era reformasi. Selain itu juga untuk mengetahui bagaimana cara menciptakan suatu kestabilan politik sehingga dapat menunjang pembangunan pada bidang-bidang lain, juga meningkatkan daya saing Indonesia sehingga mampu menjadi negara yang kompetitif.  

2.                  Pembahasan
Pembangunan di Indonesia sudah berlangsung sejak bangsa ini mulai terbentuk pada era kemerdekaan, Orde Lama, Orde Baru, hingga era reformasi saat ini. Bisa dibilang kemajuan pembangunan di Indonesia mulai pesat saat Orde Baru berkuasa. Saat itu pemerintah mencanangkan Repelita yang sukses mengantarkan Indonesia menjadi salah satu macan asia. Namun keberadaan Orde Baru tetap tidak bisa kita lepaskan dari praktek korupsi, kolusi, dan nepotisme yang menggerogoti negara hingga ke akar. Tahun 1998 Orde Baru runtuh, dan julukan bagi mantan Presiden Soeharto sebagai ‘Bapak Pembangunan’ seakan runtuh pula.
            Era reformasi dimulai sejak pengunduran diri Soeharto pada 21 Mei 1998 dan digantikan oleh wakilnya, BJ Habibie. Hal ini berawal dari krisis moneter yang mengakibatkan melemahnya ekonomi Indonesia dan memunculkan ketidakpuasan masyarakat Indonesia terhadap pemerintahan saat itu dan muncul aksi demonstrasi besar-besaran oleh para mahasiswa.
            Pasca reformasi itu pun dinamika perpolitikan di Indonesia terus berjalan dengan beberapa kali berganti kepala pemerintahan, yaitu setelah BJ Habibie, lalu digantikan oleh Abdurrahman Wahid setelah diadakan pemilu legislatif yang diikuti oleh 48 partai politik. Namun pada 23 Juli 2001 MPR memakzulkan presiden  Abdurrahman Wahid dan digantikan oleh Megawati Soekarnoputri. Pada era Presiden Megawati inilah kemudian diselenggarakan pemilihan umum secara langsung yang diikuti 24 partai politik. Pemilihan umum pertama yang dilakukan secara langsung ini kemudian memunculkan Susilo Bambang Yudhoyono sebagai Presiden RI dan Jusuf Kalla sebagai Wakil Presiden RI, dan akhirnya Susilo Bambang Yudhoyono terpilih lagi sebagai Presiden dalam dua periode masa pemerintahan pada pemilu tahun 2009 dengan Boediono sebagai Wakil Presiden RI.   
            Kini tepat setelah perayaan empat belas tahun berjalannya reformasi di Indonesia, mulai timbul pertanyaan apakah era reformasi ini telah berjalan dengan baik dan apakah telah memberikan perubahan bagi rakyat Indonesia? Karena selama empat belas tahun Reformasi berjalan dinilai masih banyak persoalan yang sama dengan masa Orde Baru yang terus terjadi.
            Memang banyak hal yang belum terselesaikan selama empat belas tahun ini,  namun tetap saja sudah ada beberapa pencapaian yang berhasil dilakukan oleh pemerintah dari awal reformasi hingga sekarang ini dengan berbagai kekurangannya. Beberapa pencapaian pembangunan politik era reformasi[1] adalah sebagai berikut:
1.      Penghapusan peran militer dalam kekuasaan sipil
a.       Kelembagaan TNI dan Polri dipisahkan (2000)
b.      Kursi di fraksi DPR/MPR untuk TNI Polri dikurangi, kemudian dihilangkan (2004)
c.       Terbitnya UU No 34 tahun 2004 yang mengatur larangan prajurit aktif menjadi anggota parpol, kegiatan bisnis, dan kegiatan untuk dipilih menjadi anggota legislatif dalam pemilu dan jabatan politis lainnya (2004)
2.      Pemberantasan KKN
a.    Komisi Pemberantasan Korupsi dibentuk (2002)
b.   Indeks Persepsi Korupsi membaik dari 2,0 pada tahun 2004 menjadi 3,0 pada 2011
c.    Indonesia menjadi negara di peringkat keempat negara yang paling banyak melakukan suap dalam transaksi bisnis di luar negeri (Survey Payers Index 2011)
3.      Reformasi dan kebebasan berpolitik
a.    UUD 1945 telah empat kali diubah sejak 1999 hingga 2002
b.   MPR tidak lagi menjadi lembaga tertinggi negara karena lembaga itu menjadi bikameral yang terdiri atas DPR dan DPD (2002)
c.    Otonomi daerah sejak 2001
d.   Pemilihan presiden secara langsung sejak 2004
e.    Pemilu dengan multipartai sejak 1999
f.    Pemilihan kepala daerah secara langsung sejak 2005
4.      Kebebasan berekspresi
a.    Permenpen No 01/84 yang mengatur hal ihwal tentang Surat Izin Usaha Penerbitan Pers dicabut (1998)
b.   Terbit UU No 9/Tahun 1998 tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat di Muka Umum (1998)
c.   Terbit UU No 40/Tahun 1999 tentang Pers, yang menjamin kebebasan pers dan perlindungan terhadap pers (1999)  
5.      Pengusutan kasus penculikan aktivis tahun 1998
a.   Rapat paripurna DPR memutuskan penembakan Trisakti, Semanggi I dan II bukan merupakan pelanggaran HAM berat (Juli 2001)
b.  Badan Musyawarah DPR menolak pembentukan Pengadilan HAM ad hoc  (Maret 2007)
c.    Kejaksaan menyatakan perkara itu telah ditangani di Pengadilan Militer (April 2008)
Perjalanan reformasi telah dinilai melenceng dari semangat perubahan yang sebenarnya. Beberapa tuntuntan reformasi yang masih terhambat di antaranya adalah pemberantasan KKN dan penegakan HAM.
Runtuhnya Orde Baru juga tidak lepas dari tuduhan korupsi yang merugikan rakyat, dan reformasi muncul dengan semangat pemberantasan KKN. Namun kenyataannya selama empat belas tahun ini masalah KKN tetap terjadi dan sangat disayangkan bahwa yang melakukan KKN adalah orang-orang yang dulu meneriakkan reformasi. Walau KKN tetap marak, berdasarkan data angka Indeks Persepsi Korupsi di Indonesia justru membaik dari 2,0 pada tahun 2004 menjadi 3,0 pada 2011. Kenaikan tersebut merupakan kenaikan tertinggi diantara sepuluh negara Asia Tenggara dan di Asia kenaikan tersebut merupakan kenaikan tertinggi kelima, lebih baik dibandingkan China.
Hal ini terjadi karena proses reformasi dinilai telah telah memberikan fondasi sistem antikorupsi yang semakin baik. Yang menjadi tantangan terberat adalah orang-orang dalam sistem yang ingin menghancurkan sistem itu. Menurut Wakil Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Denny Indrayana, ada lima aspek pendukung antikorupsi yang membaik[2]. Pertama, sistem bernegara lebih demokratis, yang membuat kecenderungan praktik antikorupsi lebih besar daripada sistem kenegaraan yang otoritarian saat Orde Baru. Kedua, regulasi antikorupsi membaik, seperti dengan adanya UU Tipikor, UU KPK, UU Pencucian Uang, dan Peraturan Presiden yang melarang TNI berbisnis. Ketiga, institusi antikrupsi membaik, dengan adanya Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK), dan MK yang giat menjaga UU antikorupsi. Keempat, kebebasan pers yang berguna untuk mengontrol sistem politik. Kelima, partisipasi publik meningkat ditandai dengan adanya LSM antikorupsi seperti Indonesia Corruption Watch.
Jadi sebenarnya sistem dan regulasi antikorupsi di Indonesia sudah banyak diperbaiki, terbukti dengan adanya UU Tipikor dan lembaga-lembaga terkait yang menangani tipikor. Hanya saja bagaimana dengan  orang-orang yang bergerak dalam pemerintahan dan yang bertugas menegakkan keadilan untuk serius melaksanakan UU yang telah ada. Indonesia saat ini membutuhkan reformasi di bidang kebudayaan, yaitu untuk menghilangkan krisis karakter yang selama ini terjadi dan menghilangkan mental korupsi para elitenya.
Masalah lainnya yang menanti untuk diselesaikan adalah penegakan hukum dan HAM. Hal yang menjadi hambatan adalah pengadilan HAM tersebut hanya mengadili pelaku lapangan dan para aktor intelektual pengambil keputusan belum tersentuh hukum, seperti aktor intelektual pelanggaran HAM DOM Aceh, kasus Talangsari, Tanjung Priok, Papua, Timor-Timur, dan kerusuhan Mei 1998 yang belum diadili. Sedangkan Komnas HAM hanya memiliki wewenang melakukan pengusutan pelanggaran HAM secara formal dan keputusan akhir temuan Komnas HAM hanya menjadi rujukan/rekomendasi bagi instansi terkait. Misalnya persoalan HAM yang muncul sejak zaman Orde Baru hingga awal reformasi tidak jelas  pengusutannya dan cenderung tidak diproses[3].  Kasus pembunuhan Munir juga sampai saat ini masih menggantung dan pelakunya masih bebas bahkan kabarnya ia menduduki jabatan dalam instansi negara.      
            Lain lagi dengan hak kebebasan. Indonesia telah mencapai suatu era di mana kebebasan berserikat, mengeluarkan pendapat dan berekspresi telah didapat. Setiap orang bebas berpolitik, bebas mengeluarkan aspirasinya, dan pers di Indonesia juga semakin bebas dalam pemberitaannya. Hal ini tentu berbeda pada saat Orde Baru masih berkuasa yang melakukan beberapa pembatasan.
Kebebasan ini juga memberikan dampak positif maupun negatif. Kini setiap orang merasa memiliki kebebasan itu sebebas-bebasnya hingga muncul kesan bahwa kebebesan di Indonesia ini jauh dari kebebasan yang bertanggung jawab sesuai Undang-Undang juga norma-norma yang berlaku.
Sangat disayangkan, pemerintah Indonesia saat ini belum menjamin kebebasan dalam beragama dan berkeyakinan. Akhir-akhir ini seringkali muncul konflik dan kekerasan yang menyerang agama, konflik sering terjadi antara agama mayoritas yang menyerang penganut agama minoritas. 
Apakah dari semua permasalahan di atas, era reformasi telah gagal dalam melakukan pembangunan politik? Lalu apakah yang harus diperbaiki pada era reformasi ini?
Selama empat belas tahun ini Indonesia seperti telah kehilangan arah dan tujuannya. Reformasi yang ada hanya sebagai pergantian kekuasaan, namun tidak banyak memperbaiki sistem dan mental elite negeri ini tetap saja buruk. Bahkan reformasi ini malah menjadikan Indonesia sebagai negara yang liberal dan kapitalis, hanya menguntungkan orang-orang tertentu saja, yang bermodal besar tentunya, sehingga yang kaya semakin kaya, yang miskin semakin miskin.
Kondisi Indonesia saat ini juga seperti telah kehilangan otoritas, pemerintah cenderung lemah dan tidak tegas, ini terlihat dari banyaknya konflik sosial antar kelompok masyarakat, kekerasan atas nama agama, penegakan hukum yang lemah, dan masih banyak kekacauan yang terjadi dan seolah-olah pemerintah selalu absen saat muncul masalah-masalah itu, ataupun terkadang cenderung lambat dan tidak tegas dalam menanganinya.
Sepertinya tata ulang sistem demokrasi sangat dibutuhkan bangsa ini. Pelu evaluasi menyeluruh agar dapat menata demokrasi agar dapat mencapai tujuan negara yang diharapkan bersama. Menata ulang di sini dapat berupa mengurangi lembaga negara yang tumpang tindih dan tidak efektif, dan perbaikan sistem partai politik. Partai politik yang ada saat ini cenderung tidak mengemban aspirasi rakyat, hanya demi uang dan kepentingan segelintir orang semata. Partai politik harus lebih bertanggung jawab serta perlu adanya aturan untuk memantau keuangan partai yang tidak pernah jauh dari kasus korupsi. Pemberantasam korupsi harus tetap digalakkan dengan memperkuat lembaga-lembaga yang berwenang menangani kasus tipikor.
Selain memperbaiki sistem demokrasi dan regulasi, kita perlu juga melakukan preformasi budaya. Kenyataannya, Indonesia saat ini mengalami kemerosotan karakter, para pejabat bermental buruk dan korup, dan masyarakat Indonesia yang masih mengalami keterbelakangan, seperti menggunakan cara-cara kekerasan yang kini mulai marak lagi untuk menyelesaikan masalah, mudah terprovokasi, suka merusak saat melakukan aksi protes, padahal kelakuannya itu tidak memberikan peubahan berarti terhadap apa yang diperjuangkan, malah merugikan diri sendiri dan masyarakat yang katanya mereka wakili. Banyak orang-orang di Indonesia yang kurang memiliki rasa toleransi atau rasa primordialisme mereka yang masih tinggi. Mereka menganggap kelompoknyalah yang paling benar dan merasa punya otoritas untuk menghukum yang lain. Selain itu misalnya, kurangnya kepatuhan masayarakat terhadap hukum tetapi selalu menuntut kehidupan yang lebih baik. Sebagian dari kita sepetinya belum punya kesadaran untuk berubah menjadi lebih baik.
Untuk membangun Indonesia menjadi lebih baik diperlukan perbaikan dari bebagai pihak, dari pemerintah juga rakyatnya. Masing-masing harus memiliki kesadaran untuk berubah, bukan hanya menuntut pemerintah untuk melakukan perbaikan tetapi masyarakat juga harus berubah demi membangun Indonesia ke arah yang lebih baik.

3.                  Kesimpulan
Apa yang telah dicapai bangsa Indonesia pasca Reformasi 1998 memang belum sepenuhnya berhasil, masih banyak pekerjaan rumah yang menanti untuk diselesaikan. Untuk membangun daya saing yang pertama harus dilakukan adalah melakukan perbaikan masalah-masalah di dalam negeri dahulu, seperti masalah korupsi, penegakan hukum, kesenjangan antara pusat dan daerah, konflik, dan lain sebagainya. Selain itu peningkatan mutu pendidikan juga sangat penting. Dan yang paling esensial dari semua itu adalah perlunya figur pemimpin yang dapat mengarahkan Indonesia ke arah yang lebih baik. Selain itu perlunya reformasi budaya juga sangat penting dalam rangka membangun Indonesia menjadi lebih baik. Para elite masih banyak yang bermental buruk, begitupun masyarakatnya. Untuk itu sangat perlu partisipasi dan kerja keras antara dua belah pihak, yaitu pemerintah dan rakyat agar tercapai kesejahteraan, kemakmuran, dan kemajuan bagi bangsa Indonesia.   


DAFTAR PUSTAKA


Alfian. 1990. Masalah dan Prospek Pembangunan Politik Indonesia. Jakarta: PT Gramedia

MacAndrews, Colin. Amal, Ichsanul. (Ed.). 1995. Hubungan Pusat dan Daerah Dalam Pembangunan. Jakarta: PT Raja Grafindo

Pangestu, Mari. Setiati, Ira. (Ed.). 1997. Mencari Paradigma Baru Pembangunan Indonesia. Jakarta: Centre for Strategic and International Studies (CSIS) 

Kompas, 21 Mei 2012. “Agenda Reformasi 1998 Dikhianati: Praktik Korupsi, Kolusi Nepotisme Tetap Marak”. Hal 1

Kompas, 22 Mei 2012. “Tata Ulang Demokrasi Modal Indonesia Jadi Bangsa Besar Tersedia”. Hal. 5

Kompas, 22 Mei 2012. “Kekuatan Lama Bercokol, Tidak Ada Pemimpin Kredibel yang Mengawal Reformasi”. Hal 1

Kompas, 22 Mei 2012. “Politikus dan Aparat Korup yang Kita Dapati”. Hal 5

Kompas, 23 Mei 2012. “Agenda Antikorupsi Terbangun: Transisi Demokratis Terlalu Lama”. Hal 1

Kompas, 23 Mei 2012. “14 Tahun Reformasi: Kebebasan Tanpa Saling Mendengarkan”. Hal 4

Kompas, 23 Mei 2012. “Pemenuhan HAM Diujung Tanduk.” Hal 4.  




[1] Kompas, 21 Mei 2012. “Agenda Reformasi 1998 Dikhianati: Praktik Korupsi, Kolusi Nepotisme Tetap Marak”. Hal 1

[2] Kompas, 23 Mei 2012. “Agenda Antikorupsi Terbangun: Transisi Demokratis Terlalu Lama”. Hal 1


[3] Kompas, 22 Mei 2012. “Kekuatan Lama Bercokol, Tidak Ada Pemimpin Kredibel yang Mengawal Reformasi”. Hal 1

KUNCI KEBERHASILAN SINGAPURA MENJADI NEGARA MAJU




1.                  Pendahuluan
Negara Singapura terletak di ujung selatan Semenanjung Malaya, 137 km dari utara khatulistiwa. Negara ini terpisah dengan Malaysia di selat Johor utara, dan dari kepulauan Riau dengan Selat Singapura selatan. Letak geografis Singapura memang sangat strategis sehingga pernah menjadi pangkalan militer Inggris pada masa Perang Dunia II dan menjadi kota pelabuhan dagang.
Awalnya Singapura bernama Temasek yang dalam bahasa Jawa artinya adalah ‘Kota Laut’. Kemudian setelah lepas dari penjajahan Inggris, Temasek berganti nama menjadi Singapura yang berasal dari bahasa Melayu, arti Singapura adalah ‘Kota Singa’. Singapura juga dihuni oleh berbagai macam etnis, terdiri dari etnis China, Melayu, India, berbagai keturunan Asia, dan Kaukasoid yang berjumlah sekitar lima juta orang hingga saat ini.  
            Walaupun Singapura memiliki luas wilayah yang sangat sempit dan sumber daya alam yang tidak begitu melimpah, Singapura mampu menjadi salah satu negara maju di kawasan Asia Tenggara. Singapura berhasil mendapat gelar negara dengan pertumbuhan ekonomi tercepat di dunia, dengan pertumbuhan PDB 17,9% pada pertengahan 2010 setelah berkurang -6,8% pada kuartal keempat tahun 2009. Sebagai negara maju, Singapura mendapatkan peringkat pertama dalam Indeks Kualitas Hidup, yang merupakan terbaik di Asia dan peringkat sebelas di dunia. Perkiraan PDB Singapura tahun 2012 mencapai $194.918 miliar, atau $40.336 perkapita.
 Gambar 1.1 Singapura sebagai salah satu negara maju di dunia
            Kemajuan Singapura ini sangatlah kontras apabila dibandingkan dengan Indonesia. Luas wilayah Singapura memang tidak ada apa-apanya dibandingkan dengan Indonesia, apalagi melihat kekayaan alamnya. Kekayaan alam Indonesia jauh lebih berlimpah dibandingkan dengan Singapura yang kecil dan jumlah penduduknya sangat sedikit.            
            Indonesia merupakan negara besar di kawasan Asia Tenggara yang letak geografisnya sangat strategis sehingga pada masa lampau Indonesia banyak disinggahi oleh pedagang-pedagang dari Eropa, China, dan Arab, hingga akhirnya Indonesia terjajah selama berabad-abad. Indonesia memiliki luas wilayah yang luas, baik darat maupun laut. Indonesia memiliki kekayaan alam yang sangat berlimpah, seperti hasil laut, hasil hutan, pertambangan, pertanian, dan lain sebagainya. Indonesia juga merupakan negara dengan jumlah penduduk terbesar keempat di dunia yang artinya memiliki banyak tenaga untuk membangun Indonesia menjadi negara yang unggul daripada negara-negara lainnya.
 Namun Singapura ternyata lebih beruntung daripada Indonesia yang terlahir kaya namun tetap menjadi negara berkembang setelah sekian lama. Singapura ternyata lebih berhasil membangun negaranya menjadi sangat maju tanpa harus bergantung dengan kekayaan alam semata. Singapura juga memiliki sumber daya manusia yang sangat berkualitas sehingga jumlah penduduk yang sedikit itu mampu membangun negaranya menjadi lebih makmur mengalahkan Indonesia dengan jumlah penduduk besar namun masih lemah secara sumber daya manusia.
            Lalu apa saja faktor yang menyebabkan Singapura mampu menjadi negara yang unggul walaupun tidak didukung oleh sumber daya alam yang cukup? Tulisan ini akan mengulas hal-hal yang menjadi faktor yang mendukung kemajuan Singapura sehingga diharapkan hal-hal tersebut dapat menjadi inspirasi bagi kita bangsa Indonesia untuk menjadi lebih maju.  
  
2.            Pembahasan
Kemajuan Singapura tidak dapat dipisahkan oleh peran besar sosok Lee Kuan Yew. Ia telah menjadi Perdana Menteri sejak tahun 1959, sebelum bergabung dengan Malaysia.  Sebagai elite People Action Party (PAP), ia juga dikenal sebagai pemimpin yang otoriter dan mampu mempertahankan kekuasaan tujuh periode berturut-turut (1963, 1968, 1972. 1976, 1980, 1984, dan 1988)
Pada tahun 1961, Tunku Abdul Rahman, Perdana Menteri Malaysia mengemukakan idenya untuk membentuk Malaysia menjadi sebuah federasi dari beberapa negara, yaitu Federation of Malaya, Singapore, Brunei, Kalimantan Utara (sekarang Sabah), dan Sarawak. Akhirnya, pada 16 September 1963 Malaysia berdiri, yang di dalamnya terdapat sebelas negara anggota Federation of Malaya, Singapura, Sabah, dan Sarawak.
Namun karena banyak perbedaan yang terjadi antara pemerintah Malaysia dengan pemerintah Singapura, akhirnya Singapura memutuskan berpisah dengan Malaysia pada 9 Agustus 1965, melalui proses referendum.   
Saat berpisah dengan Malaysia, Singapura merupakan negara kecil yang keadaan ekonominya masih setara dengan Chile, Argentina, dan Mexico. Tapi sekarang dalam perkembangannya,  pendapatan perkapita Singapura telah lima kali lebih banyak dari negara-negara tersebut.
 Gambar 2.1 Kondisi Singapura pada tahun 1965
Walau dengan keadaan negara yang serba kekurangan pada saat itu, Lee Kuan Yew tetap optimis mampu membangun negaranya. Menurut Lee Kuan Yew, kunci keberhasilan Singapura dalam menjadi negara maju adalah karena tekad dan kerja keras dari rakyatnya. Lee Kuan Yew memimpin negaranya seperti memimpin sebuah perusahaan, yang membutuhkan tekad, kerja keras, dan displin tinggi. Jadi tidak heran kalau ia menerapkan sistem pemerintahan yang otoriter demi mencapai tujuan-tujuan negaranya.
Strategi pembangunan yang digunakan oleh Lee Kuan Yew adalah bina bangsa (nation building)  dan orientasi pembangunan pada pertumbuhan ekonomi. Ia memilih proses bina bangsa karena Singapura merupakan negara kecil yang multietnis yang selalu rawan konflik. Dengan melakukan bina bangsa, ia menanamkan semangat nasionalisme yang tinggi terhadap rakyatnya. Jika rasa nasionalisme benar-benar tertanam secara kuat dalam tiap individu, niscaya tidak akan ada konflik-konflik karena perbedaan etnis, agama, ataupun bahasa, sehingga diharapkan rakyat akan tetap terintegrasi dan memunculkan kestabilan untuk mendukung pemerintah.
Kemudian yang kedua adalah orientasi pembangunan pada pertumbuhan ekonomi. Dengan orientasi pembangunan seperti ini maka pemerintahnya akan menerapkan kebijakan publik yang rasional dan selalu memikirkan efisiensi dan efektivitasnya.
Hal pertama yang dilakukan oleh pemerintah Singapura adalah menutup saluran demokrasi, karena demokrasi dianggap sebagai penghambat pembangunan. Apalagi dengan komposisi negara yang multietnis dan dikhawatirkan akan memunculkan konflik sosial. Karena itu pemerintah Singapura tersentralisasi demi mencapai efisiensi dan juga menetapkan aturan-aturan yang keras dan tegas. Misalnya aturan-aturan untuk menekan kelompok oposisi dan pembatasan hak berpendapat bagi rakyat. Hukuman akan selalu didapat apabila ada orang-orang yang menentang kebijakan pemerintah. Penerapan sistem otoritarian tersebut ternyata berhasil untuk mewujudkan ketertiban dalam negara Singapura, melaksanakan pasar ekonomi terbuka, dan pemerintahan yang bebas korupsi.
Mengapa rakyat Singapura tetap bertahan dengan otoriterisme yang diterapkan pemerintah Singapura saat itu? Apakah rakyat tidak melakukan perlawanan? Dapat kita lihat sebagai contoh, di Indonesia terjadi peristiwa Mei 1998 berupa demonstrasi besar-besaran yang akhirnya mampu menggulingkan pemerintahan Orde Baru yang otoriter dan memunculkan era reformasi.
Hal itu terjadi karena apa yang telah dilakukan oleh pemerintah Singapura semata-mata demi memajukan dan menyejahterakan rakyat Singapura itu sendiri, walaupun harus dengan jalan antidemokrasi dan otoriter. Dengan pemerintahan yang otoriter tersebut pemerintah Singapura telah terbukti mampu membangun negaranya menjadi negara maju dan mewujudkan kesejahteraan bagi rakyatnya. Dengan demikian, tidak ada alasan bagi rakyat Singapura untuk tidak mendukung pemerintahnya. Demokrasi dinilai layak dijalankan pada sebuah negara dengan kehidupan ekonomi dan politik yang stabil dan kondisi warga negaranya yang sudah berpendidikan.
Sadar akan pentingnya pengetahuan sebagai penentu kesuksesan masa depan, pendidikan kemudian menjadi salah satu fokus pembangunan pemerintah Singapura. Sistem pendidikan yang diterapkannya pun berorientasi pada minat dan bakat siswa sehingga mampu mengembangkan potensi para siswanya.
Keunikan pendidikan di Singapura yang maju adalah karena bahasa pengantarnya yang multibahasa (bahasa Inggris, Melayu, Mandarin, dan Tamil) karena warga negaranya yang multietnis pula. Selain itu kurikulum pendidikan di Singapura juga sangat berorientasi pasa semangat wirausaha yang sangat mementingkan adanya inovasi, kreasi, juga kemampuan berkompetisi para siswanya. Silabus dan kurikulum yang ada selalu dievaluasi oleh Departemen Pendidikan. Mereka selalu menyisipkan hal-hal baru ke dalam silabusnya agar pendidikan dan pengetahuan siswanya di sana selalu up to date. Setelah lulus dan memasuki dunia kerja pemerintah memberikan banyak pelatihan kerja yang profesional hingga mampu mengembangkan keterampilan siswa-siswanya.
Walaupun Singapura merupakan negara maju yang rata-rata penduduknya sudah mampu, pemerintah tidak lantas menyamaratakan semua dengan menetapkan biaya pendidikan yang mahal, tapi tetap memberikan keringanan bagi warganya yang tidak mampu dengan memberikan beasiswa. Biaya sekolah di sana pada dasarnya cukup murah, hanya saja diperlukan sedikit tambahan biaya untuk sarana penunjangnya seperti buku, atau transportasi.
 Gambar 2.2 Kegiatan belajar mengajar di Singapura
Hal yang mendukung kemajuan pendidikan Singapura adalah kualitas tenaga pengajar dan perhatian pemerintahnya terhadap guru. Pemerintah memberikan gaji yang memadai bagi guru dan dosen sehingga minat warganya untuk menjadi guru sangat besar. Bahkan yang berminat menjadi guru di sana tidak hanya berasal dari dalam negeri sendiri tapi juga dari luar negeri.
Dari ulasan tadi, dapat dilihat bahwa terdapat dua pandangan yang telah berhasil dipatahkan oleh Lee Kuan Yew, yaitu semakin lama berkuasa, akan semakin korup, dan seorang diktator tidak akan mampu menyejahterakan rakyat. Selama ini image seorang diktator adalah berkuasa demi kepentingan pribadi dan kelompok semata, yang cenderung korup dan rakyat menderita karenanya. Namun Lee Kuan Yew berhasil membuktikan bahwa suatu negara juga bisa maju dan sejahtera walaupun tanpa demokrasi dan pemerintahan yang otoriter.
Setelah negaranya menjadi maju, Lee Kuan Yew sebagai pemimpin tidak lantas lupa diri. Ia tetap menjadi sosok yang sederhana, bersih, jujur dan bebas korupsi. Ia rela memotong gajinya sendiri dan menaikkan gaji para pejabat yang lain.
Sebenarnya gaya kepemimpinan Lee Kuan Yew tidak jauh berbeda dengan Soeharto, yaitu pemimpin yang otoriter. Mereka berdua pun mampu membawa negaranya ke arah kemajuan pada masa itu, namun ada satu kekurangan yang luput dari perhatian Soeharto, yaitu melakukan regenerasi kepemimpinan. Setelah Lee Kuan Yew tidak lagi menjabat, ia menyerahkan kepemimpinan pada orang kepercayaannya, yaitu Goh Chok Tong. Sementara Lee Kuan Yew menjabat sebagai Menteri Senior sehingga secara tidak langsung ia masih mengendalikan negara melalui Goh Chok Tong.
Sebenarnya dibalik itu, ia juga telah menyiapkan masa depan Singapura dengan melakukan regenerasi kepemimpinan kepada anaknya, Lee Hsie Long yang dikenal sebagai ‘Big Lee’. Regenerasi yang dilakukan Lee Kuan Yew terhadap anaknya sendiri bukan semata-mata nepotisme belaka, namun karena kemampuan dan kerja keras anaknya sendiri. Tidak heran jika dunia mengakui bahwa Big Lee lebih hebat daripada ayahnya. Ia pun berhasil mempertahankan kemajuan yang telah diperoleh Singapura yang berjuang dari nol hingga seperti sekarang ini.   
Ada satu petikan dari Lee Kuan Yew Kuan Yew yang menurut saya sangat berkesan dan merupakan kunci dari keberhasilan Singapura mencapai kemajuan. Pada New York Times, Lee Kuan Yew pernah berkata,”If I had oil and gas I’d have a different people, with different motivations and expectations, it’s because we dont have oil and gas and they know that we don’t have, and they know that this progress comes from their efforts, so please do it and do it well.”

3.            Kesimpulan
Singapura pada masa awal berdirinya bukanlah sebuah negara maju. Ia hanya sebuah negara kecil yang pernah dijajah oleh Inggris dan dijadikan pusat perdagangan dan pangkalan militer. Singapura memiliki wilayah yang sangat sempit dan sumber daya alam yang tidak melimpah. Kemajuan Singapura tidak dapat dipisahkan oleh peran sosok Lee Kuan Yew sebagai seorang founding fathers Singapura. Ia menerapkan pemerintahan yang otoriter untuk menciptakan kestabilan sosial politik di negaranya yang terdiri dari berbagai etnis yang rawan konflik, demi kelangsungan pembangunan Singapura itu sendiri. Selain hal tersebut, Lee Kuan Yew juga sangat memperhatikan pendidikan warga negaranya. Kualitas pendidikan di Singapura memang sangat bermutu, terbukti dari keunggulan para lulusannya. Pemerintah Singapura juga sangat memperhatikan kesejahteraan guru sehingga mereka mempunyai tenaga pengajar yang berkualitas. Dibalik itu semua, kunci keberhasilan Singapura pada dasarnya adalah tekad dan kerja keras para rakyatnya di tengah segala keterbatasan yang ada, mereka mempunyai disiplin yang tinggi dan penuh semangat untuk mencapai kesejateraan dan memajukan negaranya.  



DAFTAR PUSTAKA

Buku
Information Division, Ministry of Communications and Information. 1985. Singapore Facts and Pictures 1985. Singapore: Ministry of Communications and Information

Internet
Anonim. (2012, Mei 12). Lee Kuan Yew. Dipetik Mei 17, 2012, dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas: http://id.wikipedia.org

Anonim. (2012, Mei 12). Singapura. Dipetik Mei 17, 2012, dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas: http://id.wikipedia.org

Ilham, M. (2012, Mei 17). Diktator Itu Bernama Lee Kuan Yew . Dipetik Mei 20, 2012, dari Kompasiana: http://www.kompasiana.com

Muharromah, D. O. (2010, Januari 14). Analisis Pemikiran Politik Lee Kuan Yew: Hubungan Strategis Antara Otoriterisme, Demokrasi, dan Kebijakan Pembangunan. Dipetik Mei 20, 2012, dari All About Domestic and International: http://go-one-go.blogspot.com

Seth Mydans, W. A. (2007, Maret 29). Lee Kuan Yew, Founder of Singapore, Changing with Times. Dipetik Mei 17, 2012, dari New York Times: http://nytimes.com

Subardo, R. (2012, April 17). Antara Soeharto, Mahathir, dan Lee Kuan Yew. Dipetik Mei 17, 2012, dari Kompasiana: http://kompasiana.com

Zakaria, F. (1994, April ). A Conversation With Lee Kuan Yew. Dipetik Mei 17, 2012, dari Foreign Affairs: http://www.foreignaffairs.com

Rabu, 16 Mei 2012

USAHA PEMERINTAH DUBAI DALAM MENGATASI ‘DUTCH DISEASE’


Dapat kita amati secara nyata bahwa banyak negara yang kaya akan sumber daya alam, seperti minyak bumi, gas alam, juga barang-barang tambang namun negara-negara tersebut tergolong sebagai negara yang miskin dan terbelakang. Kekayaan alam yang mereka miliki seakan tidak sanggup membawa negaranya menuju kesejahteraan. Sebut saja Brazil, Afrika Selatan, India, juga negara kita sendiri, Indonesia. Hal ini berbeda dengan negara-negara yang tidak terlalu banyak mempunyai sumber daya alam seperti Jepang, Swiss, dan Korea Selatan, namun negara-negara tersebut mampu tumbuh sebagai negara yang maju dan sejahtera.
            Hal ini terjadi karena biasanya negara-negara yang kaya sumber daya alam tersebut sangat kekurangan dalam hal sumber daya manusia, sehingga tidak mampu mengolah sumber daya alam yang mereka miliki. Negara-negara berkembang tidak mampu mengolah sumber daya alam karena keterbatasan teknologi. Sedangkan negara maju, dengan perkembangan ilmu pengetahuan mereka mampu mengembangkan sektor industrinya hingga menjadi negara kaya hingga saat ini. Dari fenomena tersebut, kemudian muncul anggapan bahwa memiliki sumber daya alam merupakan ‘kutukan’ yang kemudian mengingatkan kita pada istilah ‘Dutch Disease’.
            Istilah ini sangat populer dalam dunia perekonomian. Fenomena ‘dutch disease’ ini berasal dari krisis yang terjadi di Belanda pada tahun 1960 yang saat itu ditemukan sebuah deposit gas alam yang melimpah di Laut Utara. Namun dalam perdagangan internasional justru terjadi penurunan daya saing harga sehingga ekspor barang-barang manufaktur terkena dampaknya, juga terjadi peningkatan ekspor yang akhirnya membuat neraca perdagangan defisit. Hal ini disebabkan karena negara yang kaya sumber daya alam cenderung memiliki tingkat kestabilan ekonomi dan sosial yang lebih rendah dibandingkan dengan negara yang bergerak pada sektor industri dan jasa.
            Padahal, sumber daya alam dan tingkat perekonomian suatu negara memiliki kaitan yang erat, karena secara teoritis kekayaan sumber daya alam yang berlimpah akan menunjang pertumbuhan ekonomi suatu negara.  Namun kenyataannya korupsi, konflik dalam negeri, juga lemahnya pemerintahan dan demokrasi menjadi faktor penghambat dari perkembangan perekonomian negara-negara terebut.  
            Untuk mengatasi ‘dutch disease’ atau ‘kutukan Belanda’ ini, diperlukan pembenahan sistem pemerintahan, pengalihan investasi, dan penyokongan ekonomi ke bidang industri lain, serta peningkatan transparansi dan akuntabilitas dalam pemberdayaan sumber daya alam. Salah satu yang telah berhasil mengatasi ‘kutukan Belanda’ ini adalah Dubai.
            Dubai merupakan salah satu anggota Uni Emirat Arab (UEA) yang terletak di pantai teluk Persia. Dubai merupakan kota terluas kedua setelah Abu Dhabi. Dubai menarik perhatian dunia karena proyek real estatnya yang mewah dan ambisius, seperti Burj Khalifa yang merupakan gedung tertinggi di dunia, setinggi 828 meter. Dubai kemudian menjadi lokasi wisata favorit para sosialita terkenal dunia.
             Dulu, kota Dubai hanya menjadi pelabuhan pedagang asing dari India dan awalnya merupakan pengekspor permata pada tahun 1930-an, namun berkurang saat Perang Dunia II pecah. Lalu sumber minyak bumi ditemukan di Dubai pada tahun 1966 yang kemudian menjadikan Dubai sebagai tempat tujuan para pekerja asing, utamanya India dan Pakistan. Kemudian tahun 1970-an Dubai semakin berkembang dari pendapatan minyak bumi dan perdagangannya. Diperkirakan produksi minyak Dubai sebesar 240.000 barel per hari, dan pengeboran lepas pantai. Penghasilan dari sektor tersebut digunakan pemerintah Dubai untuk membangun berbagai infrastruktur secara besar-besaran dan modern.
            Konon, cadangan minyak Dubai sudah berkurang secara drastis dan diperkirakan kosong dalam 20 tahun. Keterbatasan cadangan minyak bumi membuat pemerintah Dubai memfokuskan kegiatan ekonominya melalui sektor lain, yaitu perdagangan dan pariwisata. Hal ini ditunjang oleh kepemimpinan yang transparan, infrastruktur memadai, iklim usaha kondusif bagi para pendatang, tidak dikenakannya pajak perorangan maupun perusahaan, serta bea masuk barang yang rendah.
            Program ini berhasil melepaskan Dubai dari ketergantungan pada migas dan mengembangkan sektor non-migas yaitu perdagangan, industri, perbankan, pariwisata, real estat, dan sektor jasa lainnya. Dubai berhasil menjadi pusat perdagangan, investasi, dan pariwisata paling diminati sekaligus didukung dengan letak geografis yang memungkinkannya menjadi hubungan perdagangan antara Asia, Afrika, dan Eropa.
            Proyek-proyek yang ada di Dubai antara lain, proyek The Palm di wilayah Jumeirah, proyek real estat The World serta dua pusat perbelanjaan The Dubai Mall dan Mall of Emirates. The Dubai Mall yang diresmikan pada bulan Nopember 2008 merupakan shopping mall terbesar di dunia berdasarkan luas total area dan merupakan ke-enam terbesar di dunia.
            PDB Dubai pada tahun 2005 tercatat sebesar US$ 37 miliar. Meskipun Dubai dibangun oleh industri minyak, pendapatan migas hanya menyumbang 6% saja. Pendapatan emirat dari gas alam hanya 2%. Pendapatan Dubai meliputi real estat sebesar 22,6%, perdagangan 16%, entreport 15%, keuangan 11%,.
            Inovasi yang dilakukan oleh pemerintah Dubai dalam mengatasi ketergantungan dari penghasilan sektor migas dengan cara melakukan meningkatkan penghasilan sektor-sektor lain berupa perdagangan, pariwisata, real estat mewah, dan berbagai fasilitas mahal lainnya. Pada akhirnya Dubai berhasil melepaskan diri dari ‘kutukan Belanda’, yang ditunjang juga dengan kinerja pemerintah yang baik dan transparan. Dubai berhasil membuktikan bahwa negara yang kaya sumber daya alam juga mampu menjadi negara yang maju dan berkembang tanpa harus selalu bergantung pada hasil bumi yang mereka miliki dan terbatas itu.

SUMBER BACAAN :
anonim. 2012. Dubai. Diakses 30 April 2012, dari Wikipedia Bahasa Indonesia, Ensiklopedia Bebas: http://id.wikipedia.org/wiki/dubai

anonim. 2012. Ekonomi Dubai. Diakses 30 April 2012, dari Wikipedia Bahasa Indonesia, Ensiklopedia Bebas: http://id.wikipedia.org/wiki/ekonomidubai

anonim. Penyakit Belanda. Diakses 30 April 2012, dari Wikipedia Bahasa Indonesia, Ensiklopedia Bebas: http://id.wikipedia.org/wiki/PenyakitBelanda

anonim. 2012. Definition of Dutch Disease. Diakses 30 April 2012 jam 22:50,dari Investopedia: http://www.investopedia.com/terms/d/dutchdisease.asp#ixzz1tXV2BvwE

Marketeers. 2010. Belajar dari Dubai (I). Diakses 30 April 2012, dari the marketeers: http://the-marketeers.com

BURUKNYA PENGELOLAAN SAMPAH SEBAGAI SALAH SATU MASALAH PUBLIK DI INDONESIA


Isu lingkungan hidup kini menjadi populer dalam beberapa tahun terakhir dan marak dikampanyekan juga istilah seperti ‘global warming’ atau pemanasan global pada masyarakat. Kerusakan lingkungan itu sendiri lebih banyak diakibatkan oleh perilaku manusia, seperti penebangan hutan secara besar-besaran, polusi udara akibat banyaknya kendaraan bermotor, asap pabrik, kebakaran hutan, pengelolaan sampah yang kurang, pembangunan infrastruktur yang tidak berwawasan lingkungan, dan lain sebagainya.
            Permasalahan lingkungan saat ini semakin rumit dan kompleks, terutama di kawasan kota-kota besar yang padat penduduk dan banyak pembangunan yang tidak teratur. Akibat yang ditimbulkan oleh kerusakan lingkungan ini juga sudah semakin terasa, misalnya terjadinya anomali cuaca ataupun bencana alam seperti banjir yang tiap tahunnya selalu  melanda salah satu kota besar di Indonesia, yaitu Jakarta.
            Salah satu yang termasuk ke dalam permasalahan lingkungan hidup dan yang paling akrab dengan kehidupan sehari-hari adalah masalah pengelolaan sampah. Permasalahan sampah kini telah menjadi salah satu masalah publik yang serius dan sangat penting untuk segera diselesaikan. Di Indonesia, produksi sampah yang besar baik dari penduduk maupun sampah dari industri tidak diimbangi dengan pengelolaan sampah yang baik. Menurut Menteri Lingkungan Hidup Indonesia, Balthasar Kambuaya, produksi sampah di Indonesia untuk setiap rumah tangga menghasilkan dua liter sampah setiap harinya. Sampah-sampah yang dihasilkan tersebut kebanyakan tidak dikelola dengan baik sehingga akibatnya sering kita temui tumpukan sampah yang menggunung di pinggir jalan, mengotori selokan atau saluran air, dan lebih banyak lagi yang mencemari sungai, juga menimbulkan penyakit.
            Sampah-sampah itulah yang menjadi salah satu penyebab terjadinya banjir di kota-kota besar karena menghambat saluran air yang ada sehingga air hujan yang seharusnya bisa ditampung meluap hingga menggenangi jalan raya, hampir di setiap hujan deras.
            Faktor-faktor yang menyebabkan buruknya pengelolaan sampah di Indonesia antara lain karena kurangnya kesadaran masyarakat untuk membuang sampah pada tempatnya. Masyarakat sudah sangat terbiasa membuang sampah-sampahnya ke sungai tanpa peduli bahwa itu akan menimbulkan polusi. Ketidakdisiplinan masyarakat dalam membuang sampah juga seing terjadi di mana saja, seperti di tempat umum atau di jalan raya, seolah-olah masyarakat tidak peduli bahwa perilakunya membuat lingkungan menjadi tidak sedap dipandang. Hal ini sangat berbeda dengan negara-negara lain yang masyarakatnya punya kesadaran tinggi tentang menjaga lingkungannya, sehingga tempat-tempat umum di sana selalu terlihat rapi dan bersih. Ini artinya pendidikan untuk menumbuhkan kesadaran masyarakat untuk menjaga lingkungannya sangat penting untuk dilakukan demi kelangsungan hidup manusia, untuk menjaga keanekaragaman hayati, dan warisan untuk generasi yang akan datang.
            Faktor lainnya adalah kurangnya fasilitas kebersihan yang seharusnya tersedia, misalnya di tempat-tempat umum ataupun di pinggir jalan. Hal ini kemudian menjadi alasan bagi masyarakat untuk membuang sampah sesuka hatinya karena tidak menemukan tempat sampah.
            Kemudian kurangnya peran pemerintah dalam menangani masalah ini juga menjadi salah satu faktor. Sebenarnya pemerintah sudah mempunya aturan tentang pengelolaan sampah, seperti UU No. 18 Tahun 2008 tentang pengelolaan sampah dan Permendagri No 33 Tahun 2010 tentang pengelolaan persampahan. Namun realita yang terjadi aturan-aturan ini tidak banyak merubah keadaan. Pencemaran sungai dan laut akibat sampah, sampah yang berserakan di tempat-tempat umum, dan lain sebagainya sepertinya tidak berkurang.
Kemampuan Pemerintah dalam menangani sampah masih sangat terbatas. Secara Nasional, dari tahun 2000 sampai 2005, tingkat pelayanan baru mencapai 40 % dari volume sampah yang dihasilkan. Hal ini disebabkan karena jumlah penduduk yang tinggi  menyebabkan semakin tingginya volume sampah yang harus dikelola setiap hari sehingga bertambah sulit karena semakin besar beban yang harus ditangani.
Terdapat beberapa saran yang dapat digunakan dalam penanganan masalah sampah di Indonesia, antara lain:
1.            Perlu sosialisasi kepada masyarakat tentang pengelolaan sampah rumah tangga yang merupakan sumber utama sampah-sampah yang ada.
2.            Pemerintah perlu mengadakan sosialisasi tentang pengurangan penggunaan kantong plastik atau diharapkan dapat memberi subsidi pengadaan kantong plastik yang dapat didaur ulang sehingga lebih ramah lingkungan.
3.            Pemerintah harus melibatkan langsung masyarakat dalam pengelolaan sampah, misalnya produksi pupuk kompos/organic basis sampah.
4.            Pemerintah dalam menyosialisasi dan aplikasi Go Green, perlu melibatkan perusahaan yang bergerak di bidang pengelolaan sampah/lingkungan bersama penyuluh lapang, agar bisa tercipta atau aplikasi langsung pengelolaan sampah/lingkungan berbasis entrepreneur di tengah masyarakat, baik kota maupun pedesaan.

REVISI BUKU AGAMA


Judul Buku      : Materi Pendidikan Agama Islam Untuk Perguruan Tinggi Umum
Penulis             : Mukni’ah
Penerbit           : Ar-Ruz Media
Tahun              : 2011
Tebal               : 208 halaman

            Pembahasan mengenai syariah Islam memang selalu menarik perhatian dan ternyata banyak juga hal-hal yang belum diketahui, seperti tentang apa itu syariah Islam juga bagaimana penerapan syariah Islam yang tepat. Dalam tulisan ini, saya ingin memberi sedikit masukan pada buku ini, khususnya pada bab Syariah.
            Bahasan mengenai syariah Islam dapat kita temukan pada bab tiga. Dalam bab ini sebenarnya tidak hanya masalah syariah saja yang dibahas, namun juga tentang fiqih yang sangat berhubungan dengan keberadaan syariah itu sendiri juga tentang ibadah. Hal-hal yang dijelaskan pada bab ini adalah tentang pengertian syariah dan fiqih, perbedaan antara syariah dan fiqih, juga dasar-dasar penetapan syariah.      
            Pada awal bab dijelaskan tentang pengertian syariah dan fiqih. Menurut saya penjelasan tentang apa itu syariah dan fiqih sudah cukup jelas. Selanjutnya tentang perbedaan syariah dengan fiqih, di sini hanya menjelaskan tentang nash-nash yang menjadi sumber syariah dan fiqih, yaitu nash yang zanni dan nash yang qat’i. Sepertinya subbab ini kurang menjelaskan apa sebenarnya perbedaan syariah dengan fiqih, namun hanya perbedaan nashnya saja dan tidak ada contoh kongkrit yang membedakan syariah dengan fiqih. 
            Syariah dan fiqih memiliki perbedaan dilihat dari sumbernya. Syariah berasal dari Al-Quran dan as-sunah sehingga tidak dapat dirubah lagi, sedangkan fiqih adalah hasil ijtihad para mutjahid sehingga bisa terjadi perbedaan antara ulama yang satu dengan yang lain. Contoh perbedaan syariah dan fiqih antara lain sebagai berikut:
1.      kewajiban puasa Ramadlan (nash qat'i) adalah syari'ah, sedangkan kapan mulai puasa dan kapan akhir Ramadlan itu (nash zanni) adalah fikih.
2.       memulai shalat harus dengan niat (nash qat'i) adalah syari'ah, apakah niat itu dilisankan (dengan ushalli) atau cukup dalam hati merupakan fikih. Sebagian ulama memandang perlu niat itu ditegaskan dalam bentuk "ushalli" sedangkan ulama lain memandang niat dalam hati saja sudah cukup
3.      judi itu dilarang adalah syari'ah, sedangkan apa yang disebut judi, apakah lottere juga termasuk judi masuk dalam bahasan fikih.
4.      riba itu diharamkan adalah syari'ah, dan apa bunga bank itu termasuk riba merupakan fikih.
            Pada subbab terakhir, yaitu tentang Dasar-Dasar Penetapan Syariah justru tidak dijelaskan apa saja yang menjadi dasar penetapan syariah itu. Di sini hanya dijelaskan tentang dua jenis ibadah, yaitu ibadah khusus (mahdlah) dan ibadah umum (muamalah). Terdapat empat hal yang menjadi dasar penetapan syariah, yaitu tidak memberatkan, diturukan secara berangsur-angsur, sejalan dengan kepentingan umum, dan dasar persamaan dan keadilan.
1.               Tidak Memberatkan dan Tidak Banyaknya Beban
           Aturan-aturan dalam syariah Islam, selalu diusahakan agar tidak memberatkan dan mudah dilaksanakan manusia. Contohnya adalah bagi orang yang tidak sanggup shalat dengan berdiri diperbolehkan shalat dengan duduk. Ini merupakan bukti bahwa syariah tidak  memberatkan umat Muslim.
2.               Berangsur-angsur dalam Penentuan Hukum
           Adanya faktor kebiasaan yang sudah berlangsung lama dan sulit diubah membuat Al-Quran tidak diturunkan sekaligus, melainkan ayat demi ayat dan surat demi surat, terkadang ayat turun sesuai peristiwa yang terjadi saat itu. Cara seperti ini dilakukan agar mereka dapat bersiap-siap meninggalkan ketentuan lama dan menerima hukum baru.
3.               Sejalan dengan Kebaikan Orang Banyak
           Ketentuan-ketentuan dalam hukum Islam diusahakan agar sesuai dengan kepentingan-kepentingan yang baik bagi pemeluknya. Oleh karena aturan-aturan hukum bisa dibatalkan apabila keadaan menghendaki. Namun pembatalan hukum ini hanya dilakukan pada masa Rasul. Sesudah Rasul wafat dan ketentuan hukum Islam sudah lengkap tidak ada lagi pembatalan hukum.
4.               Dasar Persamaan dan Keadilan
           Ini artinya, bagi syariah Islam semua orang dipandang sama dengan tidak ada kelebihan di antara mereka satu sama lain. Semua berkedudukan sama di mata Allah SWT. 

PENGARUH NILAI TERHADAP PEMBANGUNAN


David McClelland, seorang pakar psikologi mengemukakan sebuah teori tentang kebutuhan (theory of need). Menurutnya terdapat tiga kebutuhan manusia yaitu  kebutuhan untuk berprestasi (achievement), kebutuhan untuk berkuasa (power) dan kebutuhan untuk afiliasi (afiliation). Ia lalu menyatakan hanya para pengusaha atau para wiraswastawan yang memiliki peran penting dalam pencapaian kemajuan negara, utamanya negara dunia ketiga, karena para pengusaha biasanya memiliki keinginan kuat untuk mengejar prestasi melalui penampilan kerja yang baik dan perbaikan kualitas kerja dan bukan memikirkan keuntungan semata. Itu artinya, negara yang memiliki derajat kebutuhan berprestasi yang tinggi juga memiliki derajat pembangunan ekonomi yang tinggi pula.
            Mccelland mengemukakan istilah n-ach yang artinya need achievement dalam teorinya. Yang dimaksud dengan need achievement atau kebutuhan untuk berprestasi sendiri adalah keinginan individu secara signifikan untuk berprestasi, menguasai beberapa keahlian, dan memiliki standar yang tinggi dalam bekerja.
            Salah satu yang menentukan tingkat keinginan berprestasi suatu masyarakat atau bangsa adalah nilai-nilai sosial yang dianut oleh bangsa itu. Di setiap bangsa selalu memiliki nilai-nilai sosial yang dianut. Nilai-nilai itu dapat memotivasi seseorang atau masyarakat untuk berbuat dan mengambil resiko sehingga mendorong masyarakat atau bangsa itu untuk mendapatkan ‘achievement’ yang tinggi.
            Nilai sosial merupakan adalah suatu konsep abstrak tentang apa yang dianggap baik, buruk, indah, benar, salah, dan lain sebagainya. Nilai-nilai itu juga merupakan tatanan nilai-nilai yang mengatur cara berkehidupan dan berperilaku masyarakat yang dapat bersumber dari agama, budaya, sosial, dan politik.  Nilai sosial dapat menjadi sumber dinamika masyarakat. Jika nilai-nilai sosial itu lenyap maka seluruh kekuatan akan hilang dan perkembangan masyarakat itu juga akan terhenti.
            Nilai-nilai sosial budaya yang dianut oleh bangsa Indonesia sendiri sudah terkandung dalam Pancasila yang menjadi ideologi negara. Di dalam Pancasila terdapat banyak nilai-nilai yang mempunyai nilai historis dan berasal dari kehidupan dan tradisi bangsa Indonesia sendiri.
            Khusus dalam bidang pembangunan, Pancasila dianggap sebagai paradigma pembangunan di Indonesia. Yang dimaksud di sini adalah nilai-nilai dasar Pancasila secara normatif menjadi dasar, acuan, dan tolak ukur segenap aspek pembangunan sosial di Indonesia sesuai tujuan negara yang tercatum dalam konstitusi.
            Nilai-nilai dasar yang terkandung dalam Pancasila antara lain adalah nilai ketuhanan (nilai religius) yang tercantum pada sila pertama, nilai kemanusiaan pada sila kedua, nilai persatuan pada sila ketiga, nilai kerakyatan pada sila keempat, dan nilai keadilan pada sila kelima.
            Pada sila keempat Pancasila terkandung nilai-nilai demokrasi yang sebenarnya bersumber dari nilai-nilai budaya Indonesia. Seperti tentang kedaulatan rakyat, kebesamaan, kekeluargaan, kegotong-royongan, dan musyawarah untuk mufakat, yang mudah ditemukan dalam kehidupan sehari-hari masyarakat. Itu artinya bangsa Indonesia adalah bangsa yang lebih mengutamakan kepentingan umum atau kelompok daripada kepentingan pribadi, atau secara lebih luas, lebih mengutamakan kepentingan negara daripada kepentingan individu semata.        
            Pada sila kelima, terdapat nilai keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia, yang terkadung di dalamnya antara lain keselarasan, keseimbangan, keserasian, yang menyangkut hak dan kewajiban warga negara tanpa ada perbedaan dalam hal etnis, suku, agama, jenis kelamin, tingkat ekonomi, dan lain sebagainya. Selain itu pada sila kelima juga terkandung semangat kedermawanan terhadap sesama, sikap hidup hemat, sederhana, tidak foya-foya, dan kerja keras dalam mencapai kesuksesan. Itu artinya, seorang individu tidak hanya dituntut untuk bekerja keras dalam mencapai kesuksesannya, tapi juga berusaha untuk saling membantu antar sesama, sehingga tak hanya ia sendiri yang menikmati kesuksesan itu tapi juga berdampak bagi orang lain, dan masyarakat pada umumnya. Diharapkan nantinya dapat diwujudkan kemajuan yang merata dan keadilan sosial, memberi jaminan untuk mencapai taraf hidup yang layak dan terhomat dan menempatkan nilai-nilai demokrasi dalam bidang sosial dan ekonomi.
            Apabila nilai-nilai dasar yang terkandung dalam Pancasila itu dihayati dan dilaksanakan dengan baik diharapkan negara Indonesia akan menjadi negara yang merdeka, bersatu, berkedaulatan rakyat berdasarkan Pancasila menuju Indonesia yang maju, sejahtera, adil, dan makmur.   

NILAI-NILAI RELIGIUS, PENDIDIKAN, DAN UNIVERSAL DALAM PEMBANGUNAN


Dalam suatu kelompok masyarakat, pastinya akan selalu terdapat nilai-nilai sosial yang dijadikan acuan atau pedoman dalam bertingkah laku oleh masyarakat yang menganutnya. Nilai-nilai sosial yang ada tersebut dapat bersumber dari adat istiadat dan budaya masyararakat, ajaran agama, bahkan politik.
             Nilai-nilai sosial itu tidak hanya mempengaruhi penilaian orang terhadap baik-buruknya sesuatu, benar atau salah, bagus atau tidaknya suatu hal atau perbuatan, namun juga dapat mempengaruhi seseorang atau kelompok masyarakat dalam meningkatkan kesuksesannya (achievement).
            Nilai-nilai sosial yang dapat mempengaruhi kesuksesan individu atau kelompok dalam meraih kesuksesannya juga dapat menjadi acuan dalam melakukan kegiatan pembangunan antara lain adalah nilai religius (nilai agama), nilai pendidikan, dan nilai universal.
            Nilai religius atau nilai agama merupakan nilai-nilai yang berasal dari ajaran agama yang diwahyukan oleh Tuhan. Pancasila yang merupakan ideologi bangsa Indonesia juga telah menunjukkan bahwa masyarakat Indonesia merupakan bangsa yang religius, yaitu melaksanakan segala kegiatannya berdasarkan nilai-nilai ketuhanan.
            Di dalam agama Islam misalnya, menurut Nurcholish Madjid[1], ada beberapa nilai-nilai keagamaan dasar yang harus ditanamkan sejak dini, yaitu:
a.             iman, yaitu  sikap batin yang penuh kepercayaan kepada Tuhan
b.            Islam, yaitu sikap pasrah dan taat terhadap aturan Allah
c.       Ihsan, yaitu kesadaran yang sedalam - dalamnya bahwa Allah senantiasa hadir bersama kita dimana saja berada sehingga kita senantiasa merasa terawasi
d.            Taqwa, yaitu sikap yang sadar bahwa Allah selalu mengawasi kita sehingga kita hanya berbuat sesuatu yang diridlai Allah dan senantiasa menjaga diri dari perbuatan yang tidak diridlai –Nya
e.             Ikhlas, yaitu sikap murni dalam tingkah laku dan perbuatan semata – mata demi memperoleh ridla Allah
f.             Tawakkal, yaitu sikap senantiasa bersandar kepada Allah dengan penuh harapan kepada-Nya dan keyakinan bahwa dia akan menolong dalam mencari dan menemukan jalan yang terbaik
g.             Syukur, yaitu sikap penuh rasa terima kasih dan penghargaan atas segala nikmat dan karunia yang tidak terbilang banyaknya
h.            Shabar, yaitu sikap tabah menghadapi segala kepahitan hidup, besar dan kecil, lahir dan batin, fisiologis maupun psikologis
         Dari nilai-nilai keagamaan yang telah dijelaskan di atas dapat diketahui bahwa agama dapat mempengaruhi keadaan sosial, emosional, dan spiritual seseorang. Dalam hal sosial, terdapat sifat taqwa kepada Allah yaitu sikap menyadari bahwa Allah selalu melihat apa yang manusia lakukan sehingga muncul kesadaran sebagai seorang manusia haruslah selalu berbuat baik, tidak hanya pada diri sendiri juga kepada orang lain. Dalam hal emosional, seseorang yang memegang teguh ajaran agamanya akan senantiasa menjadi orang yang sabar dalam menghadapi segala cobaan hidupnya, tidak mudah terpancing emosi dan berusaha menyelesaikan masalah dengan tenang. Berikutnya, dalam hal spiritual, seseorang yang religius akan senantiasa muncul sifat-sifat seperti selalu ingat pada Allah, selalu bersyukur, bertawakal, ikhlas, sabar, jujur, dan lain sebagainya.
         Berikutnya, salah satu nilai yang menunjang terlaksananya kegiatan pembangunan adalah pendidikan. Pendidikan merupakan suatu hal yang sangat penting karena pendidikan dapat membentuk karakter suatu bangsa menjadi lebih beradab, juga tentunya dapat meningkatkan sumber daya manusia yang ada hingga menjadi lebih berpengetahuan dan terampil dalam menyelesaikan masalah, dan akan mendorong terjadinya suatu kemajuan.
         Terdapat dua jenis pendidikan, yaitu pendidikan formal dan pendidikan informal. Pendidikan formal merupakan pendidikan yang ditempuh dengan mengikuti kegiatan belajar mengajar di sekolah dan terdiri dari berbagai jenjang, mulai dari Taman Kanak-Kanak, Sekolah Dasar (SD), Sekolah Menengah Pertama (SMP), Sekolah Menengah Atas (SMA), dan Perguruan Tinggi. Sedangkan pendidikan informal merupakan pendidikan yang tidak ditempuh melalui sekolah, namun bisa berasal dari belajar secara otodidak, mengikuti kursus, pelatihan, ataupun seminar. Pendidikan informal ini sangat berguna dalam meningkatkan softskill seseorang. 
         Berikutnya adalah nilai universal. Nilai universal merupakan nilai yang menganggap bahwa terdapat kesetaraan di antara semua manusia. Semua manusiapada dasarnya adalah sama, tanpa perlu memandang perbedaan-perbedaan, seperti agama, ras, suku, bangsa, ideologi, tingkat ekonomi, tingkat pendidikan, gender, dan lain sebagainya. Karena itulah nilai universal menginginkan adanya kesetaraan dalam pembangunan, yaitu terwujudnya suatu pemerataan hasil yang diperoleh dari suatu program pembangunan itu, sehingga nantinya tidak terjadi suatu kesenjangan sosial antara kaya dan miskin, ataupun kesenjangan yang terjadi antara pusat dan daerah. 


[1] Mazguru. 2009. Internalisasi Nilai-Nilai Keagamaan untuk Membentuk Kepribadian Muslim. http://mazguru.wordpress.com diakses tanggal 30 April 2012 jam 13:21